Bab 61 Baiklah... Aku Setuju 3

1303 Words
Video di layar sudah habis, keheningan di ruangan itu kini diisi oleh suara bisik-bisik para tamu di ruangan itu. Arkan lalu mengeluarkan ponselnya, sibuk dengan sesuatu. Casilda mendongak lesu, menatap Arkan dengan kening bertaut lemah. Wajah sangat memprihatinkan. Hidupnya benar-benar akan hancurkah? Baiklah. Baiklah. Toh, dia juga tidak bisa mundur meski ingin. Arkan akan punya sejuta trik licik untuk membuatnya kembali pada apa yang diinginkannya, bukan? Ingin merekam? Menyebarnya di internet? Tidak masalah! Asal adiknya bisa hidup, harusnya dia bisa menanggung semuanya, bukan? Teringat sang adik yang ingin hidup lebih lama dan mendapatkan pasangan, membuat hati perempuan ini melemah dan merasa bersalah. Bisa-bisanya dia sempat berpikir egois dengan dirinya sendiri. Biarkan hidupnya hancur, tapi jangan adiknya! Bukankah tinggal merusak wajahnya saja agar tak dikenali oleh orang-orang, dan mengganti namanya usai mimpi buruk ini berlangsung? Toh, dia sudah tidak peduli lagi hidup mau bagaimana dengannya. Dalam hal percintaan, dia juga sudah tidak ada harapan sama sekali. Casilda membulatkan tekadnya, wajah mengeras. Jika mereka ingin mempermainkannya, maka dia harus bisa mendapat keuntungan sebanyak mungkin! Lemparan ponsel Arkan di pangkuannya membuat lamunan Casilda buyar. Kepala ditundukkan kaku melihat isi layar ponsel itu. “230 juta sudah aku kirim ke rekeningmu untuk adegan ciuman menjijikanmu. Sisa 250 juta akan aku kirim setelah kamu lolos pada acara utama malam ini.” Dengan kedua tangan gemetar dan wajah linglung, Casilda meraih ponsel Arkan. Di sana benar-benar tertera info transaksi 230 juta telah berhasil terkirim ke rekeningnya! Mimpikah ini? Sedikit lagi Casilda bisa mendapatkan uang untuk biaya operasi adiknya! Hati Casilda dalam sedetik langsung dipenuhi oleh kebahagiaan yang miris. “Nah, sekarang, lakukan tugasmu sebaik mungkin,” sinis Arkan dingin, lalu berbalik mengarah pada tamu yang sudah menatap penuh rasa penasaran. Suara pria ini menggema melalui mic, “bagi pria yang merasa dirinya paling jelek di ruangan ini, silakan maju ke depan!” Hening. Tidak ada yang berani bersuara, atau pun memberanikan diri meninggalkan tempatnya untuk menjadi tontonan konyol bersama Casilda. Arkan mendengus geli, sangat arogan, “kenapa? Apa semua pria di ruangan ini merasa dirinya tampan? Atau malu mencium babi gendut menjijikkan di lantai itu?” Dengan gaya elegan dan angkuh, Arkan maju ke tengah ruangan, “jangan khawatir. Bagi yang bersedia berciuman dengan babi jelek itu, kalian tidak akan rugi sia-sia.” Arkan berhenti berbicara sejenak, lalu tersenyum licik yang menawan. “1 milyar,” lanjutnya pelan. Semua tamu syok dan tambah penasaran. “Aku akan berikan 1 milyar bagi pria paling jelek di ruangan ini yang akan mencium sampah itu.” Seketika suara gemuruh dan ribut-ribut yang menarik penuh antusias mengisi ruangan itu. Di belakang, Casilda diam-diam tertawa miris, wajahnya menggelap pucat tidak karuan. Ingin menangis, tapi air matanya sepertinya sudah kering. Apa-apaan itu? 1 milyar agar ada pria yang mau menciumnya? Apakah dia sedang menghinanya lagi karena tidak laku? Pria itu sepertinya sangat dendam sampai ke level neraka seperti ini, dan rela buang-buang banyak uang demi ambisinya. Ada yang bilang, wanita yang pendendam itu sangat mengerikan. Benarkah? Kenapa saat ini, hal itu sama sekali tidak berlaku? Arkan, sang aktor tampan itu, tidak akan berhenti sampai dia benar-benar hancur, kan? Dia sudah tidak punya apa pun untuk dipertahankan, apa gunanya melawan? Ini hanya sebuah transaksi bisnis, tidak perlu merasa tersinggung. Hati Casilda memilu sedih, perih menusuk. Meski mencoba menghibur hatinya dengan banyak pemikiran-pemikiran baru dan segar, tetap saja seluruh tubuhnya tidak bersemangat. Darahnya menjadi dingin. Sesaat setelah Arkan menyebutkan angka fantastis tersebut, beberapa pria bertopeng sudah maju dengan berani ke tengah ruangan sambil menaikkan tangan kanan di udara. “Aku bersedia!” “Aku juga!” “Demi 1 milyar, apa sulitnya mencium babi itu?” ujar seseorang, tergelak jahat dan puas. “Aku juga bersedia! Anggap saja ini permainan aneh yang menarik! Heh! Hadiahnya sangat luar biasa!” “Aku juga!” “Aku juga!” Beberapa pria sudah berjejer di depan Arkan. Para tamu yang tidak tertarik dengan permainan itu terkesiap kaget dengan kenekatan mereka. Tawa lemas keluar dari bibir Casilda. Rasa putus asa sudah melahap dirinya sepenuhnya. Pikirannya sudah benar-benar kosong, tatapan mata sudah hampa. Perlahan, tanpa diberi perintah, tangan kanannya meraba bagian depan kostumnya, meraih resletingnya dan menurunkannya perlahan. Untuk pertama kalinya, harga dirinya sebagai seorang wanita yang dijaganya baik-baik kini akan ternodai dan tercabik-cabik di hadapan ratusan pasang mata. Saat ini, Casilda sudah merasa kehilangan arah hidup. Hati menjadi dingin dan masam. Ada perasaan kehilangan di hatinya, tapi bukankah tak ada yang peduli kepadanya? Kenapa dia harus peduli kepada diri sendiri? Casilda sudah melepas kostum, berdiri susah payah seperti boneka rusak tanpa jiwa. Ketika Casilda maju perlahan menuju hukuman mati akan masa depannya, di depan sana, tidak terlihat oleh Casilda yang tertunduk dengan wajah datar hampanya, sudut bibir Arkan tertarik licik, mata hitamnya menggelap jahat. Dengan suara pelan yang menarik, pria bertopeng iblis ini membuka suara, “ah... aku hampir lupa mengatakan ini. Tapi, dengan 2 syarat.” Dengan cepat, diliputi kecemasan baru, Casilda menegakkan kepalanya menatap punggung Arkan. Alis mengencang. Hal gila apa lagi yang ada di otaknya itu? Matanya yang membesar bingung tidak berkedip sedikit pun. Arkan mendongak miring dan angkuh, penuh nada jijik yang arogan dalam suaranya, mata melebar mengerikan. Kalimatnya dilanjutkan dengan pelan dan dingin penuh keseriusan, “pertama, pria itu harus ikut direkam tanpa menggunakan topeng dan bersedia videonya diunggah ke internet, tidak boleh protes sedikit pun.” Semua para tamu pria yang mengajukan diri sebelumnya, langsung membeku hebat, mata membesar syok. Linglung dan gemetar hingga ada yang hampir kencing di celana. Hening mencekam yang aneh langsung menusuk hati semua orang, membuat mereka gentar dan kini paham betapa peliknya jika berurusan dengan pria tampan itu. Arkan kembali bersuara dengan nada menghina yang mengejek, meski memakai topeng, dan raut wajah tidak terlihat jelas, semua orang tahu kini sang aktor tampak sedang sangat menikmati mempermainkan para pria yang mengajukan diri untuk mencium Casilda. “Kedua, ini adalah syarat yang paling utama. Pria itu harus menuangkan air liur semua tamu ke dalam mulut perempuan murahan itu selama adegan ciuman berlangsung. Jika salah satunya muntah, maka uang 1 milyar itu akan hangus dengan sendirinya.” Wajah semua tamu langsung menggelap terhantam syok mendengar kedua syarat mengerikan itu. Beberapa tamu bahkan sudah mulai kasihan kepada pria-pria yang sudah maju memberanikan diri di tengah ruangan, sudah mirip seperti domba bodoh masuk ke dalam perangkap serigala jahat. Belum apa-apa, seorang pria yang mengajukan diri, tiba-tiba membuka topengnya secara terburu-buru, membungkuk menjauhi barisan pria jelek itu, dan muntah hebat ke lantai sembari memegangi perutnya. Para tamu terkesiap kaget, bahkan ada yang berteriak karena jijk dengan pemandangan tersebut. Tidak hanya pria tadi, dua pria lain pun menyusul muntah gara-gara terpancing pria tadi. Beberapa tamu juga ikut-ikutan mulai merasa mual di perutnya, dan mereka secara alamiah mundur sejauh mungkin dari tengah ruangan. Kehebohan mengisi aula megah dan indah itu, fokus mereka semua terpecah ke dalam berbagai macam bisik-bisik penuh ketakutan. Bau muntah di sana, kini sudah sangat menyengat dan meresahkan. Casilda yang melihat semua kejadian itu, dalam hati tertawa dingin mengejek. Apa mereka sebodoh dirinya hingga mau-maunya jatuh ke dalam perangkap iblis itu? Sambil berpikir begini sambil melirik punggung dingin di depannya. Sementara itu, tanpa ada yang bisa menebak apa yang dipikirkan oleh sang aktor, senyum tipis arogan dan licik milik pria tampan ini tertentang lebar di wajahnya. Dalam hati, Arkan sangat puas melihat reaksi kacau para pria yang berdiri di depannya. “Kenapa? Apa kalian sudah merasa ciut dengan kedua syarat sederhana itu?” Semua napas para tamu tertahan, tenggorokan seolah tersumpal batu besar. Apa? Syarat sederhana? Sederhana dari mananya? Dia sudah gila! Dalam hati, semua pria yang semula setuju, langsung kompak mengurungkan niatnya. Meski disodori uang 1 milyar, mereka masih waras! Masih punya akal sehat! Tidak ada yang mau merusak masa depannya demi 1 milyar semata! Demi, Tuhan! Bukankah itu sama saja menyuruh mereka ikut menghancurkan hidup mereka sendiri bersama wanita sialan tidak berharga itu?!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD