Bab 60 Baiklah... Aku Setuju 2

1371 Words
“Oh... kalian dengar itu? Dia bersedia melakukannya. Hebat sekali. Hanya demi uang 500 juta dia bersedia melakukan semua hal? Sepertinya, Ratu kita ini sudah sangat jatuh miskin sampai otaknya sudah rusak.” Tawa para tamu pecah penuh kesenangan. Tidak seperti para tamu yang tampaknya mulai semakin bersemangat, napas Arkan menjadi dingin usai mengatakan hal itu di mic, mata merendah jijik pada sosok merah muda di depannya. Tangannya yang memegang dagu Casilda, mendongakkan wajah sang wanita. Kedua bola mata itu seolah akan mencabik-cabiknya, membuat hati sang wanita berdenyar lemah. Namun, Casilda tidak peduli, dia tidak ingin jadi badut tanpa keuntungan sedikit pun oleh sikap buruk mereka di ruangan ini. Dia ingin menuntut haknya dan berhenti dibodohi terus! “Ka-kamu harus tepati janjimu! Aku tidak meminjam uang itu secara cuma-cuma, bukan?” desis Casilda menarik bagian depan jas sang pria dengan kedua tangannya yang basah, tubuh gemetarnya dimajukan, membuat bau busuk menyengat hidung lawan bicaranya. Pandangan Arkan meredup dingin, bibir terkatup rapat. Tidak membalasnya, malah cubitan di dagu Casilda menjadi sangat kuat, dan wajah di balik topengnya tak memiliki emosi. Tapi, di dalam hati pria ini, ada sebuah pisau es yang menikam jantungnya. Tidak berhenti di situ saja, ocehan sang wanita membuat telinga Arkan perlahan memanas. Masih setengah merintih oleh cubitan Arkan yang tidak dilepas, Casilda kembali bersuara, tidak ada keraguan sedikit pun: “Transfer sisa uangnya ke rekeningku detik ini juga! Maka kalian boleh melakukan apa pun kepadaku! Janji... aku benar-benar janji akan patuh seperti anjing jika kamu mengirim sisa uangnya sekarang,” pinta Casilda putus asa, wajah sudah kehilangan warna. Mencengkeram jas Arkan sekuat tenaga hingga getaran tangannya terasa di tubuh sang pria. “...” Arkan masih terdiam, tidak mengomentari permohonan badut pribadinya, mengamati dengan tatapan tidak biasa. “.... ta-tapi dengan 1 syarat!” Sorot mata Casilda langsung terlihat linglung. “Jangan rekam. Aku mohon, jangan rekam. Aku janji akan benar-benar melakukan apa pun perintah kalian, meski harus telanjang di depan semua orang!" Apakah pria itu ingin membuatnya seperti ini? Setelah menyiksanya, ingin membuatnya memohon dengan sangat rendah? Baik! Dia akan menurutinya sampai akhir! Puas, bukan? Senang?! Hahaha! Setelah dia mendapat uangnya, apa pun akan dilakukannya untuk bisa melunasi hutang itu secepat mungkin dan memutus semua ikatan dengannya! Tidak peduli jika tubuhnya akan hancur atau mati kelelahan gara-gara bekerja! Sudah separuh mati di sini, langsung saja benar-benar mati sekalian! Meski pembawaan Arkan sangat tenang dan dingin mendengar perkataan Casilda, di dalam dadanya, ada banyak konflik yang menamparnya secara bertubi-tubi. Tapi, karena tidak ingin memperlihatkan perubahan itu dan sangat gengsi, maka semua perasaan aneh itu ditutupinya sekali lagi dengan sikap dingin yang kejam. Arkan mencubit dagunya seolah akan menghancurkannya, tatapan sangat mengerikan mendengar jawaban berani sang wanita, suara dingin dan dalam, menyeringai jahat, "jadi, kamu sama sekali tidak keberatan mencium pria paling jelek di sini demi uang? Apa sekarang kamu sudah memutuskan jadi seorang pelacųr?" Kenapa? Kenapa masih bertanya? Mereka semua pasti senang, kan? Menghinanya seperti ini? Ingin melihatnya seperti orang bodoh menyedihkan?! Entah apa yang ada di pikiran Casilda, hanya membalasnya dengan senyum miring yang manis, "benar. Demi uang, di saat terdesak pun, jual diri sepertinya tidak begitu buruk. Setidaknya tidak akan mati kelaparan, dan bisa bersenang-senang.” Bola mata Arkan membesar menakutkan, bibirnya menyeringai penuh amarah. Tapi, karena memakai topeng, maka ekspresi wajahnya tidak terlihat penuh. Jadi, kesannya, Arkan sangat menikmati Casilda yang tengah merendahkan dirinya sendiri. “Menarik sekali,” ucapnya dingin dan arogan, lambat-lambat dengan nada meremehkan. “Apa karena sudah tidak ada pria yang menyukaimu, jadi ingin merasakan kehangatan seorang pria? Sungguh murahan, pura-pura tidak mau, tapi sebenarnya kamu diam-diam ingin disentuh oleh pria, bukan?” Mata Arkan memicing keras, entah kenapa sangat murka pada wanita dalam cengkeramannya ini. Casilda meraih tangan Arkan di dagunya, tersenyum sinting putus asa. “Iya. Benar. Setelah dipikir-pikir lagi, aku memang murahan, dan sangat rendahan. Jika tidak, mana mungkin aku melakukan semua hal memalukan ini, bukan? Apa istimewanya ciuman? Hanya kulit bertemu kulit. Sedikit buka-bukaan sampai telanjang pun tidak akan membunuhku, bukan? Semua itu tidak ada istimewanya dibanding uang 500 juta itu. Juga bisa sekalian merasakan sentuhan pria setelah sekian lama. Aku jadi penasaran, seenak apa ciuman itu yang selalu dilakukan oleh Tuan Arkan selama ini. Tapi, dengan syarat tadi, jangan merekamnya, dan seperti kataku, mau seperti apa pun yang kalian inginkan, akan kuturuti malam ini. Sepanas apa pun, serendah apa pun, sehina apa pun, akan aku lakukan, tapi...” Casilda tertawa sinting sesaat, lalu meringis kelam. Setengah mengejek, setengah menghina. Dia melanjutkan kata-katanya. “Apa tidak kasihan harus menodai mata kalian melihat diriku yang menjijikkan ini? Tubuhku tidak ada seksi-seksinya seperti dulu. Takutnya tidak akan membuat kalian puas." Arkan merasa dadanya bergolak panas seperti lautan lava yang mengamuk terkena badai dahsyat mendengar perkataan remeh itu, wajahnya hendak memerah oleh kemurkaan, tapi ditekan hingga emosinya tidak bisa terbaca di balik topeng merahnya. Dengusan dingin menghina keluar dari bibir sang pria, dagu Casilda dihempaskan. "He.... Sepertinya kamu tidak mengerti situasimu, ya? Jangan rekam? Maksudmu... seperti ini?" Terdengar sebuah suara keras akan benda yang bergerak. Dengan sebuah remot yang dikeluarkan dari sakunya, mengarah pada langit-langit, sebuah layar putih raksasa turun secara perlahan dari atas langit-langit yang tinggi. Sudah diposisikan sedemikian rupa untuk menyita mata para tamu yang datang. "Putar videonya!" seru Arkan menggeram tertahan dari mic kepada entah siapa, mata hitamnya menggelap, menatap Casilda yang membeku syok. Apa katanya? Putar videonya? Video apa?! Para tamu terhenyak kaget, menduga-duga apa yang akan terjadi. Usai berkata demikian, sebuah cahaya dari garis lurus menimpa layar tersebut, dan tampaklah adegan kejadian beberapa saat lalu ketika Casilda dipermalukan sejak awal kedatangannya. Adegan di video dipercepat hingga akhirnya mulai berhenti melambat pada saat di mana Casilda merangkak sambil menjilati lantai. Mendapat perasaan tidak nyaman di hatinya, napas Casilda tertahan kuat. Ketika menoleh terpatah-patah melihat rekaman yang sudah berputar itu, terlihat jelas dirinya di sana dengan suara gemuruh para tamu yang mengejek keluar dari rekaman itu, membahana mengisi keheningan yang ada. Casilda syok. Kepala langsung pusing, sekujur tubuh tercoreng merah karena malu. Dia mungkin sanggup melakukan semua hal memalukan itu, tapi jika harus melihatnya dengan mata kepala sendiri seperti ini? Wanita berkepang satu itu langsung lembek seperti jelly, terguncang hebat dengan wajah pucat pasi. Pikirannya kosong seketika seolah ada syaraf yang putus dalam otaknya. Para tamu yang hadir, tidak kalah syoknya. Akhirnya paham dengan sendiri kegunaan lain dari memakai topeng selain menyembunyikan identitas mereka di mansion itu. Sebelum mereka menerima topeng, para pelayan menuntun mereka masuk ke sebuah ruangan dan disodori sebuah surat perjanjian untuk ditanda-tangani sebagai bentuk persetujuan menjadi tamu kehormatan Arkan sang Top Star malam ini. Rupanya, ini maksudnya? Benar-benar licik dan cerdas! Casilda gelagapan, tidak mengerti dengan apa yang baru saja terjadi. Pria itu tidak menyebutkan soal rekaman apa pun saat akan meminjamkan uang 500 juta padanya. Di saat para tamu lainnya sibuk bisik-bisik berbicara satu sama lain mendiskusikan rekaman mengejutkan di depan mereka—ada yang terlihat senang, ada yang diam-diam panik karena tidak tahu akan direkam seperti itu, wanita bergaun ungu maju sambil tertawa anggun. Pembawaannya sangat tenang dan percaya diri. "Sepertinya..." ucapnya lambat-lambat dengan nada menggoda yang penuh rasa tertarik, tersenyum di balik topeng merak hitamnya, "... kita sepemikiran, Tuan Arkan. Jadi, apakah ide saya akan dilaksanakan? Dia juga setuju, bukan? Saya yakin, semua orang di tempat ini pasti sudah tidak sabar ingin melihatnya beradegan panas menjijikkan. Pasti akan sangat menarik. Siapa bilang mata kami akan ternodai? Bukankah akan sangat menyenangkan melihat musuh hancur di depan mata secara langsung?" Satu tangannya meraih pundak Arkan ketika pria itu sudah berdiri tegak. Mata Casilda menatap benci pada sosok wanita jahat itu, tapi dia tidak bisa melawan. Berdiri saja saat ini dia tidak sanggup, bagaimana akan mempertahankan dirinya di hadapan ratusan orang yang ingin melihatnya hancur berkeping-keping? Perasaan Casilda tenggelam. Hati dan pikirannya menjadi sangat berantakan. '.... Saat aku bilang turuti semua perkataanku, maka itu adalah mutlak. Jika kamu menolak, maka perjanjian kita akan batal....' Perkataan Arkan yang memiliki banyak makna beberapa saat lalu, berputar kembali dalam benaknya Hawa dingin menusuk hatinya dengan cepat. Apa yang diharapkannya, sih? Tiba-tiba Arkan jadi malaikat gara-gara ingin meminjaminya uang? Dia malahan sudah menjebaknya sedemikian rupa! Berengsek! Arkan yang kini berdiri dingin menatap Casilda yang tertunduk sedih, menggerakkan bibirnya dengan perlahan. “Baik. Jangan buang-buang waktu lagi.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD