Bab 51 Hidup Tak Semudah yang Kamu Bayangkan

1939 Words
#WARNING SERIUS UNTUK KEDUA KALINYA SEBELUM LANJUT BACA CERITA INI: BEBERAPA BAB UNTUK SELANJUTNYA MENGANDUNG ADEGAN YANG MUNGKIN TIDAK MENYENANGKAN BAGI BEBERAPA PEMBACA. SELAIN ITU, CERITA INI JUGA MENGANDUNG ANGST DAN KDRT, HARAP BIJAK MEMBACANYA. JIKA TIDAK SUKA, MAKA PILIHAN PEMBACA UNTUK BERHENTI DI TENGAH JALAN. TIDAK SEMUA JENIS CERITA COCOK UNTUK SEMUA PEMBACA, YA, GUYS! DAN ITU WAJAR DAN SAH-SAH SAJA. SAYA SUDAH BERITAHUKAN SEJAK AWAL KALAU NOVEL INI CUKUP KEJAM SEPERTI KISAH RUBY DI NOVEL SAYA YANG BERJUDUL: "DIKEJAR-KEJAR OLEH 5 MANTAN SUAMI", MESKIPUN TETAP ADA ADEGAN BUCIN DAN KADANG BIKIN KETAWA. MOHON KEBIJAKAN PARA PEMBACA SEKALIAN. TERIMA KASIH. …………… . . . 'Tidak! Tidak boleh berpikir buruk! Berpikir itu juga adalah doa! Malam ini akan baik-baik saja! Mungkin memang ada yang menempel di wajahku?' lanjutnya lagi perang batin. Sambil masih mendorong trolinya sambil bergantian menyeka pipinya bergantian. Sangat, sangat polos dan lugu. “Anda sudah datang?” Seorang pelayan muda berpakaian maid yang hanya pernah dilihat Casilda di drama dan komik-komik datang menghampirinya dengan senyuman sopan. Perempuan berkacamata tebal ini langsung bersemangat kembali, sudah lupa dengan tatapan aneh dari para tamu yang ada di sekitarnya. “Iya. Maaf, saya taruh di mana, ya, semua pesanannya?” tanya Casilda cepat, tersenyum lebar. Dalam hati, jantungnya mulai berdetak kencang tidak nyaman, sudah ingin cepat-cepat pergi dari sini, dan menemui Arkan secepatnya. Dia bilang akan beri 10 juta lagi, kan, kalau sudah tiba? “Silahkan ikuti saya. Sebelah sini, nona!” balas sang pelayan dengan sopan, menunjukkan sebuah jalan padanya. Casilda mengangguk cepat. Aneh. Kenapa mereka masih seperti mengikuti arah kepergianku? pikir Casilda cepat, karena tatapan panas dari berbagai arah sudah menusuknya seperti anak panah bertubi-tubi, belum lagi tawa cekikikan dari tamu wanita yang terlihat begitu geli akan sesuatu. Melihat deretan berbagai macam topeng itu bergerak pelan mengikuti jalannya, membuat bulu kuduknya berdiri. Casilda menelan salivanya kuat-kuat, memejamkan mata cepat dan menggeleng kuat-kuat mengusir pikiran ganjilnya itu. Mungkin dia terlalu lelah akhir-akhir ini sampai berpikir yang tidak-tidak. Tangan kanannya mengecek dahinya. Oh, ternyata dia masih panas rupanya! Mungkin karena otaknya panas, jadinya dirinya dalam mode waspada dan hati-hati hingga merasa langsung sensitif dengan keadaan sekitarnya. Itulah yang diyakini oleh Casilda, dan hatinya sudah mulai sedikit agak lebih tenang. Namun, belum semenit wanita berkacamata ini memiliki mood yang baik, tiba-tiba saja kakinya terganjal sesuatu ketika sedang melewati beberapa tamu. Casilda jatuh terjerembab dengan suara ‘bruk’ keras, langsung mengerang kesakitan. Suara teriakannya berbenturan dengan suara musik klasik yang mengalun elegan. Begitu pula dengan kotak ayam krispi yang dibawanya. Kotaknya jatuh berhamburan. Untung saja sudah diplester hingga isinya tidak tumpah keluar. “Aiyaaa! Aku kira tadi apa. Kalau jalan lihat-lihat, dong! Auh! Jijik sekali bersentuhan dengannya! Hei! Kamu tahu harga sepatu sendal ini berapa? Bawa pesanan saja tidak beres. Pekerjaan rendahanmu ini tidak akan cukup untuk menggantinya!” Wanita berpakaian glamour keemasan dengan bulu di lehernya, serta topeng gagak licik marah-marah kepada Casilda yang kini meringis memegangi kaki kirinya. Semua mata yang dari tadi mengamati Casilda tertuju dengan sorot mata sangat antusias. Sialan! Bicara apa dia? Bukannya dia yang sengaja menginjak kakiku waktu lewat! Jelas-jelas jaraknya banyak, kenapa malah jalan miring terus main playing victim segala? Dia pasti sengaja cari ribut! maki Casilda dalam hati. Di dalam sepatunya, kaki Casilda sudah terasa berdenyut keras akibat injakan sepatu sendal bertumit tinggi dan runcing itu. Injakannya benar-benar kuat! Sialan benar wanita itu! Sudut-sudut mata Casilda udah mengeluarkan air mata, tapi dia tidak boleh buat masalah, baik demi nama baik kedainya, juga demi dirinya sendiri. Dia tidak ingin Arkan marah dan membatalkan uang 500 juta yang diiming-imingkan kepadanya. Perasaan Casilda sakit melihat kotak-kotak ayam di sebelahnya sudah ditendang dan diinjak-injak. “Maaf, saya kurang hati-hati.” Saat mencoba bangkit dari lantai dan meminta maaf, tiba-tiba saja wanita itu datang menghampiri Casilda dan mendorongnya dengan teriakan tidak puas. “Maaf?! Kamu pikir semua ini bisa diperbaiki hanya dengan maaf? Lihat! Jadi lecet, kan? Lihat dengan baik?!” Ekor mata Casilda meliriknya, tapi bahkan segores pun tidak ada yang berarti di sana. Kejadian itu sangat cepat, Casilda tidak bisa mengelak. Sebelah kaki wanita itu mengarah pada perut Casilda dan menendangnya kuat. Casilda tertohok keras memegangi perutnya. Rasa asam dengan cepat naik ke tenggorokan. Panas menyengat dengan cepat menjalar dan menusuk kulitnya. Casilda limbung, menahan tubuhnya pada troli di dekatnya, menunduk susah payah memegangi perut, keringat dingin, kedua tangannya sudah gemetar hebat. Kemarahan sang tamu wanita sangat hebat, beberapa tamu mulai terdengar berteriak seru. Tubuh Casilda didorong keras kembali dan dipaksa jatuh duduk ke lantai, lalu sebelah bahunya ditendang kuat, jatuh dengan punggung menghantam lantai. “Kalau tidak bisa kerja, tidak usah menyusahkan orang, kan?” teriaknya kesal, kaki sang tamu wanita masih saja berusaha menyerang Casilda yang melindungi dirinya dengan kedua lengannya. Hendak membela diri dan melawan dengan cara yang benar, tapi dia tidak punya kesempatan akibat amukan tamu tersebut. “Aduh! Bagaimana ini?” Sang pelayan tadi terlihat panik dan pucat, menggigit gigi khawatir, dan menolehkan kepala ke kiri dan ke kanan. Dikiranya akan ada yang simpati dan kasihan pada keadaan Casilda untuk segera menghentikan dan menolongnya, tapi alangkah kagetnya pelayan ini melihat mata para tamu dari balik topeng malah berkilat jahat sambil terbahak puas dan arogan, seperti dengan sengaja membiarkan aksi perundungan itu dan menikmatinya sebagai tontonan menarik. Dari balik lengan baju Casilda, serangan sepatu sendal tumit tinggi itu sudah membuat kulitnya membiru akibat hantaman berkali-kali. Dengan tubuh gemetar, malu, dan hati sedih, Casilda tidak tahan karena disudutkan terus, dirinya sudah tidak bisa menahan diri lagi. Ini sangat keterlaluan! Ditambah semua tamu yang hadir di aula ini tampaknya sama buruknya dengan sang pemilik pesta. Kejam dan tidak berperasaan! Casilda menangkap kaki yang menginjak-injaknya dan mendorongnya ke atas hingga wanita tadi jatuh dengan p****t menghantam lantai dengan sangat keras. “ARRGGH! KURANG AJAR! BERANINYA KAMU MENDORONGKU!” makinya dengan nada meninggi hebat, topeng gagaknya miring di wajahnya, dan dengan kesal membuka topengnya secara paksa. Tawa para tamu semakin keras dan keras. Wajah tamu wanita ini sangat cantik dan mulus tanpa cacat, riasannya juga sangat natural dan anggun, tapi amarah dan rasa malu di mukanya membuatnya jadi sangat jelek bagaikan boneka porselen yang sudah diberi kutukan. Dia pun bangkit dan langsung mendorong kembali Casilda yang sedang memungut kotak-kotak pesanan itu dengan keadaan sangat menyedihkan. “Hei! Sudah miskin masih saja belagu! Tahu diri sedikit, gendut!” semburnya hingga membuat keduanya saling pandang. Casilda menggertakkan gigi marah, kedua tangannya mengepal hebat, tapi nada suaranya terkontrol baik, lalu tersenyum sangat cerah. “Maaf, tadi saya tidak sengaja mendorong Anda dengan sangat kuat. Anda lihat saya ini gendut, kekuatannya pasti sangat besar. Mohon dimaklumi!” terang Casilda pelan, dan menudukkan kepala dengan berat hati. Jika tidak memikirkan adiknya, dia tidak sudi merendahkan diri seperti ini. Semua tamu dengan topeng-topeng mereka sangat mengintimidasi hati wanita berkacamata tebal ini. Benar-benar tidak ada yang berniat menolongnya seorang pun! Sungguh hebat mereka ini! Dalam hati, Casilda hanya bisa menahan diri dan menebalkan muka. “BERLUTUT!” raung tamu wanita ini dengan wajah galaknya. “Apa?” Casilda tertegun kecil. “AKU BILANG BERLUTUT! MINTA MAAF YANG BENAR!” Hawa dingin menyisip masuk ke seluruh permukaan kulit Casilda, jantungnya bagaikan diremas kuat oleh tangan tak terlihat. Dalam hati, Casilda tertawa dingin. Berlutut? Yang benar saja! “Kenapa malah bengong?! Aku bilang berlutut! Sepatu sendalku juga lecet! Kamu pikir bisa lepas dengan mudah hanya berkata maaf sederhana?! Mimpi!” “Tapi, Anda tahu kalau Anda yang menginjak kaki saya duluan. Anda juga tidak apa-apa, kan? Tidak terluka sama sekali. Saya juga sudah minta maaf karena tidak sengaja membuat Anda jatuh karena kekuatan saya yang besar, dan juga, Anda sudah menyerang saja. Apakah itu belum cukup?” “Kyaaaa!!! Beraninya bicara melawanku! Dasar wanita gendut dan jelek!” Wanita itu meraung gila dan menghentakkan kaki marah, tubuhnya gemetar hebat. Langkah kaki Casilda mundur secara insting, menjauh dari bahaya. Rasa sakit akibat serangan itu masih terasa di kedua lengan dan perutnya, tidak mau mendapat luka tambahan lagi. Casilda tahu, meski dia ingin melaporkan kejadian perundungan ini, dia akan kalah telak. Tidak ada yang bersedia menjadi saksi untuknya, termasuk pelayan wanita muda yang berdiri pucat bagaikan patung ke arahnya. Para tamu di mansion ini semua otaknya pasti tidak beres! “KE MARI KAU! DASAR JALANG BUSUK!” jerit tamu wanita itu dengan kedua bahu naik, muka mengerut jelek sekali. Kedua alas kakinya dibuka cepat, dan berjalan penuh intimidasi menuju Casilda. Wanita berkacamata tebal itu membeku di kedua kakinya. Apakah ini firasat buruknya tadi? Kedua pupil Casilda mengecil dan bergetar kalut, keringat gelisah menuruni kedua pelipisnya. Harus bagaimana sekarang? Melawan, salah. Tidak melawan, juga salah. Otak Casilda perlahan semakin panas, bukan hanya karena demamnya yang mulai naik kembali. Satu tangan tamu wanita itu akhirnya naik ke atas dan siap untuk menghantam ke arah kepala Casilda. Mungkin berniat membuatnya bocor sekalian. Karena merasa tidak berdaya dan bingung dengan apa yang harus diperbuatnya, Casilda hanya bisa pasrah dengan keadaannya. Kedua mata ditutup rapat-rapat, siap menerima serangan baru yang menyakitkan. Namun begitu dia sudah menutup mata, dan kedua lengannya kembali berancang-ancang melindungi tubuhnya, dengan cepat sebuah lengan meraih pinggangnya. Lengan misterius itu menariknya kuat hingga memeluknya dengan gerakan mesra di hadapan semua orang. Tangan satunya dari orang yang datang tiba-tiba ini menghentikan serangan tersebut, membuat tamu wanita di depan Casilda gemetar hebat, wajah seperti melihat hal paling mengerikan dalam hidupnya saja. Suaranya tersendat di tenggorokan. Selama beberapa detik dalam rangkulan lengan kokoh itu, hantaman sepatu sendal wanita tadi sama sekali belum terasa di tubuh Casilda. 'Loh? Apa yang terjadi? Hah? Siapa ini? Kenapa ini?' batin Casilda, tenggelam kembali dalam pikirannya. Casilda kaget bukan main, hati mendingin hebat. Siapa yang kurang ajar memeluknya begini? Semua wanita yang melihat aksi itu terkesiap dibuatnya, terpana lebih tepatnya. Tapi, Casilda tidak tahu kejadian dramatis ini, sibuk meringkuk di dadanya yang bidang—milik orang yang meraih pinggangnya tadi. Casilda yang menundukkan kepala dengan mata tertutup, mengira-ngira dalam hati: Apakah dia ini sedang menolongku? Benarkah? Kalau benar, dia pasti malaikat baik hati yang dikirim oleh Tuhan! Hei, tunggu... wangi tubuh ini.... Rasanya tidak asing baginya! Sontak saja, hawa dingin menusuk dadanya dengan cepat. Jangan-jangan.... Dengan pelan, sebelah matanya dibuka, hati bergetar takut sembari perlahan mendongakkan kepalanya. Syok! Casilda menatap orang yang tengah merangkul pinggangnya tersebut, rangkulannya sangat erat dan intim hingga tubuh Casilda gemetar tidak nyaman. Sesaat, dia bahkan terhipnotis bagai serangga yang terjebak pada sarang indah seekor laba-laba beracun. Jantungnya berdetak sangat cepat! 'Dia? Kenapa?' batin Casilda bingung, mata mengedip sekali. “Hanya dengan izinku kalian baru boleh mengusiknya, paham?” suara merdu dan arogan si penolong Casilda bergetar di udara, sedikit dingin, tapi sangat memikat. “Sebentar lagi pertunjukan menarik akan menghibur kalian. Nah, aku beri izin sepuasnya kepada kalian semua untuk berbuat apa saja padanya saat itu, selama pertunjukannya berlangsung.” Casilda tertegun hebat mendengar peringatan bak raja tiran itu. Otaknya tiba-tiba kosong sesaat, seolah dunianya terbalik begitu saja. “Bukan begitu? Pertunjukan dengan bayaran yang sangat mahal,” sindirnya, lalu pria ini mendekat dan berbisik di telinga Casilda dengan sangat jahat, “kamu akan melakukan apa saja, bukan? Apa kamu sudah siap dengan tugasmu demi 500 juta? Hidup tak semudah yang kamu bayangkan, Ratu. Casilda. Wijaya.” Dengan sengaja nama Casilda dieja menggunakan tekanan khusus yang menyindir, dingin dan jahat. Bagaikan disambar petir, penglihatan wanita bermata minus ini mulai kabur dan bergoyang. Bukan, bukan karena tidak memakai kacamata, tapi karena syok yang didapatnya memperparah demam yang sudang menguasai tubuhnya. Kesadaran Casilda mulai terganggu. Senyum licik dan tampan milik Arkan Quinn Ezra Yamazaki terentang lebar di depan mata Casilda, sorot matanya memancarkan kilauan niat jahat yang sekali lihat sudah bisa terbaca olehnya. Casilda rupanya salah, dia ini bukan malaikat, melainkan iblis berwajah rupawan!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD