Bab 52 Ingin Menghilang dan Mati Saja Rasanya 1

1170 Words
“Tunggu! Tunggu dulu! Tuan Arkan! Dengarkan aku dulu!” Casilda tertatih di belakang Arkan yang sedang menariknya ke tengah ruangan, semua mata tertuju ke arah mereka berdua. Bisik-bisik dengan cepat menyebar bagaikan api pada sekam. Aktor tampan itu berpakaian jas hitam formal dan sangat pas di tubuhnya, membuatnya sangat indah dan menawan, khas seorang pria kelas atas yang bermartabat tinggi. Mata dinginnya sudah beku, dan hanya dihiasi oleh keburukan semata. “Para hadirin sekalian! Malam ini adalah acara khusus untuk kalian semua! Tidak usah sungkan atau pun malu-malu! Seperti yang sudah kalian ketahui dari pesan yang aku berikan kepada kalian, dan tentu saja kalian sudah tahu siapa wanita ini, bukan? Maka, aku, Arkan Quinn, sebagai penyelenggara pesta ini, akan memberikan kalian hiburan terbaik sepanjang masa yang akan memuaskan kalian semua!” Suara keras Arkan membahana di ruangan besar tersebut, musik instrumental masih berbunyi, membuat suasananya menjadi semakin dramatis. Casilda menggigil ketakutan, pucat bukan main. Tubuhnya menciut di samping sang pria. Pendengarannya mulai menurun, tidak mendengar baik apa yang dikatakan oleh sang pria. Pikirannya berdengung dan tatapannya mulai tidak stabil. Di sekelilingnya ada banyak pasang mata yang tak dikenalinya, bersembunyi di balik topeng membuat mereka tentu saja semakin arogan dan percaya diri. Suara tawa dan sorak-sorai gembira membanjiri ruangan, serta suara tepuk tangan seolah mencapai sebuah kemenangan hebat menenggalamkan hati Casilda. Hatinya menjadi gelisah dan berpilin tidak nyaman. Sesak! Dadanya terasa sesak! Kenapa ini terasa seperti masuk ke rumah penjagalan? Lalu, apa kata pria ini? Mereka boleh berbuat apa saja kepada dirinya? Apa-apaan dia ini? Sudah gila, kah? Hati Casilda menciut, mendingin dengan cepat, dan rohnya seolah keluar dari raganya. Ternyata, memang tidak ada yang bagus jika berurusan dengan Arkan! Dia lupa bahwa harus ada syarat lain jika mau mendapat 500 juta dari pria di sampingnya ini. Casilda setengah mati memohon dalam bisikan gemetar, tapi Arkan dengan dinginnya mengabaikan lolongan pilunya, terus menjelaskan aturan dan tata cara pertunjukan di pesta mewah dan elit itu. Malah dengan sangat kasar dan kejinya mencengkeram pergelangan tangan Casilda seolah akan mematahkannya, tidak ingin membiarkannya kabur begitu saja. Pikiran Casilda mulai panik! Benar, dia bisa melakukan apa saja, tapi dikelilingi ratusan orang yang terlihat lebih tinggi darinya, dan direndahkan seperti manusia tidak punya harga diri, hatinya juga sakit dan malu! Cukup di depan Arkan dia begitu rendahan, tidak di depan manusia lain! Sudut-sudut mata Casilda kembali memanas, belum selesai sembuh luka baru, kini muncul luka baru lagi. Jadi, dia salah mengenai firasatnya barusan? Inikah pertanda itu? Untuk ini? Dipermalukan? “Aku mohon! Jangan begini, Arkan! Aku mohon! Kamu tidak bilang kalau aku akan melakukan hal aneh seperti ini!” Susah payah Casilda mencoba melepas tangan pria itu darinya, tapi sangat kuat bagaikan jepitan borgol. Sang pria masih saja mengabaikan Casilda, berbicara keras dan membahana penuh ketegasan, sangat sombong. Tapi, di telinga Casilda, semua sudah mengabur, terdengar tidak jelas bagaikan dengungan lebah. Kepalanya juga semakin pusing dan berat. Sewaktu memutuskan ke sini, dia menunda meminum obatnya karena takut ketiduran sewaktu mengantarkan pesanannya, dan lagi, harus bekerja berat seperti sekarang, membuatnya kembali kelelahan, belum lagi serangan mental yang ditembakkan kepadanya. Semua itu membuat seluruh tenaga Casilda hilang bagaikan disedot oleh lubang hitam tak kasat mata. “Arkan.... Lepas.... Sakit, Arkan....” Casilda terus merintih pelan berbisik dengan susah payah, tapi pria itu menyentaknya kuat, berhenti memberi ceramah, dan berbisik jahat sekali lagi padanya. “Sudah tidak mau memanggilku tuan? Baiklah. Tidak mengapa. Sekarang, pikirkan soal 500 juta itu. Jika kamu benar sangat menginginkannya, maka patuhi aturan yang aku tetapkan. Jalani permainan ini sampai semua tamu di acara ini puas. KKamu bahkan bisa menjilat sepatuku, kenapa tidak dengan yang lain, bukan?” Tangan kanan sang pria menarik dagunya, mencubitnya dengan keras, mata memerah dengan penuh kebencian. Hati Casilda mencelos hebat, wajah memelas sedih dan kecewa. Ingin rasanya menangis keras dan lari keluar dari tempat ini, suara tawa di sekitarnya begitu keras dan sangat menghina. Seringai Arkan yang terlihat sangat menusuk hatinya membuat suasana hatinya semakin jatuh ke dasar jurang yang gelap. Casilda merasa terasing di antara semua orang hebat-hebat itu. Siapa dirinya ini di mata mereka? Dalam sekejap mata, sebuah pikiran mengusiknya. Tidak mungkin, kan, kalau pesta ini sengaja digelar hanya untuk menjadikannya bahan lelucon? “Kamu.... kamu sengaja membuat pesta ini untuk membuatku malu? Menjadikanku bulan-bulanan mereka?” gumam Casilda pelan, berbisik putus-asa. Arkan menarik dagu Casilda lebih kuat, mendekatkan wajahnya, lalu ekspresi pria tampan itu menggelap mengerikan. “Rupanya kamu masih punya otak, hah? Aku kira otakmu juga sudah tertutupi dengan lemak.” Kedua kaki Casilda lemas, kedua bahu melorot pasrah. Wajah memucat drastis. Tidak mungkin! Apakah dia sejauh ini hanya untuk balas dendam? Setitik rasa sakit hati menusuk di dalam diri wanita berkacamata tebal ini. Dia memang sudah jatuh miskin dan jelek, tapi apakah dia layak mendapatkan semua ini? Begitu Arkan melepas cengkeraman dagunya, tubah Casilda jatuh terperosok ke lantai, kepala tertunduk dengan wajah masih syok, tercengang kaget. Di sekitar Casilda begitu bising dan ribut, tak satu pun ada yang bisa masuk ke telinganya. Seluruh dunia tiba-tiba menjadi hening. “Bangun. Aku bilang bangun!” bentak Arkan dingin, suara menggelegar kuat. Wanita berkepang satu ini mendongak menyedihkan, mata berkaca-kaca, masih tidak percaya dia benar-benar dikerjai untuk kesekian kalinya oleh pria kejam itu. Dia adalah harapan satu-satunya saat ini.... Kenapa? Kenapa dia begitu dendam padanya di level seperti ini? Apakah di hatinya tidak ada rasa puas sama sekali? Tatapan Casilda menjadi hampa, wajah merengut sedih. Sang pria menunduk mendekat ke wajahnya, berkata dengan sangat kejam, “wajah memelasmu ini tidak akan mempan kepadaku. Cepat bawa masuk semua kotak ayam krispimu itu, dan jangan coba-coba kabur. Kalau tidak, aku dan semua orang di sini akan melaporkanmu sebagai pencuri. Kamu tahu tidak bisa melawan kami semua, kan? Sudah tidak ada yang bisa menolong dan membelamu seperti dulu. Jadi, bersikaplah bijak demi permintaan menjijikkanmu itu.” Casilda merasakan dadanya naik-turun, menahan semua gejolak emosi yang menggulungnya dari dalam. Sebuah suara benda jatuh terdengar keras! “10 juta kedua,” ujar Arkan sinis sembari melempar uang ke hadapan Casilda yang sudah hendak kembali memprotes perlakuan semena-mena pada dirinya. “Aku tidak suka dengan orang yang sudah mengemis kepadaku, tapi bersikap sok menjaga harga dirinya. Ingat, kamu batalkan permintaanmu itu, maka tanggung sendiri risikonya. Aku pastikan hidupmu tidak akan tenang, karena sudah mempermainkanku dan membuang-buang waktu berhargaku demi meladenimu. Sebaiknya kamu jangan macam-macam denganku jika kamu masih ingin hidup baik-baik.” Casilda menatap nanar pria di atasnya. Hatinya sakit, sakit sekali. Suara tawa masih terus mengejeknya, tatapan mata mereka semua yang ada di balik topeng tanpa bisa dilihat pun, Casilda tahu kalau mereka sedang tersenyum puas, menikmati pertunjukan pembukaan di pesta ini. Dengan gemetar dan perlahan, Casilda meraih tumpukan uang yang dilemparkan padanya bagaikan makanan anjing. Ingin menangis, tapi hatinya seolah sudah kebas. Uang itu pun diraihnya dan dipeluknya kuat-kuat, wajah sang adik yang terbaring di balik kaca ruangan isolasi melintas cepat dalam pikirannya. Benar. Dia tidak boleh macam-macam dengan orang yang berkuasa seperti Arkan. 500 juta tidak akan muncul begitu saja dalam semalam tanpa ada harga yang harus dibayarnya, bukan?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD