Bab 132 Hanya Casilda yang Terbayang dalam Pikirannya

2056 Words
Jam sudah menunjukkan pukul 12 lewat tengah malam, tapi hati Arkan Quinn Ezra Yamazaki tidak bisa tenang sama sekali. Pria tampan berkemeja hitam yang digulung sebatas lengan ini, tengah duduk di sofa ruang tamu usai baru saja menikmati makan malam buatan Jenny. “Cuaca malam ini diramalkan akan mengalami hujan deras hingga pagi hari, dan kemungkinan akan ada angin kencang selama hal itu berlangsung. Tutup rapat pintu dan jendela Anda sekalian, wahai para pemirsa. Jangan sampai hawa dingin menusuk kulit kalian.” Di layar TV, seorang pembawa acara berita tersenyum dengan sangat lebar. “Arkan, sayang. Bagaimana? Masakan buatanku enak, bukan?” goda Jenny dengan gaya genitnya, berjalan menuju Arkan. Di kedua tangannya membawa camilan dan segelas jus jeruk. Arkan tidak menanggapinya, fokus pria itu tidak bisa menyatu pada satu hal. Jenny dengan pakaian dres merah seksinya sudah duduk di dekat Arkan, sangat manja dan nakal. “Ayolah, jangan dingin begitu. Aku tahu kalau kamu akan berhenti main-main jika sudah menikah dengan Lisa. Kapan lagi kami dapat jatah jika kamu menikah, bukan? Aku dengar, Lisa bukanlah wanita yang sangat toleran jika pasangannya diganggu. Dia itu adalah putri dari keluarga pebisnis kaya raya. Apa benar kalian tidak bertunangan karena masalah bisnis? Kalau iya... kita masih bisa bertemu seperti ini, kan?” Jenny memeluk sebelah lengan Arkan, memainkan telunjuknya pada bagian depan tubuh sang aktor yang tengah duduk bersandar santai di dekatnya. Arkan merendahkan bulu matanya lembut, melihat jari-jari lentik dan cantik itu bermain di dadanya. Sayangnya, hatinya malah terasa hampa. Dia tidak bisa merasakan apa pun terhadap wanita di sebelahnya ini. Tidak peduli dia sangat cantik yang sebanding dengan Lisa sekalipun, dan terlihat seksi menggoda. Malah dia membuatnya jadi sangat kesal sejak tadi. Saat selesai pemotretan beberapa jam lalu, dia ingin memberi Casilda pelajaran dan juga sekaligus menguji dirinya sendiri sekali lagi terhadap perubahan aneh yang terjadi kepada tubuhnya. Dia memang sempat bermesraan dengan Jenny di tempat parkiran sebelumnya, tapi sama sekali tidak ada minat memasuki sang wanita, malah dia terbayang-bayang wajah Casilda yang membuat dadanya bergemuruh, dan merindukan gumpalan lemaknya yang menggemaskan. Sang aktor ini masih tidak percaya dia telah kehilangan minat kepada wanita lain, bahkan setelah dia melakukan metode gosok-gosok lampu jin kepada Jenny, desakan biologisnya sama sekali tidak bisa naik. Hanya memikirkan Casilda dan membayangkan Jenny sebagai istrinya sendiri, dia baru bisa terbakar api di dalam tubuhnya. Ketika di mobil hendak memasuki Jenny, dan sadar di bawahnya bukanlah Casilda dari suara desahan menyebalkannya, segera saja membuat Arkan berhenti dan langsung tidak bersemangat. Kejadian bersama Jenny hari ini, mengingatkannya saat di hotel dulu ketika hendak melakukannya dengan wanita lain. Dia juga gagal kala itu. “Arkan? Kamu tidak apa-apa? Masih kepikiran soal pemotretan tadi?” bujuk Jenny, mulai membuka kancing baju sang aktor satu demi satu dengan gerakan nakal menggoda. Suaranya sengaja dibuat sangat seksi dan manja, tapi malah seperti jarum menusuk di telinga Arkan. Sangat tidak enak didengar! “Apakah... kita boleh melanjutkannya lagi? Tidak biasanya kamu hanya main gesek-gesek seperti tadi dan malah berhenti di tengah jalan. Apa... kamu tidak tergoda dengan kehangatan dan basahnya bagian istimewaku di bawah ini?” goda Jenny, meraih satu tangan sang aktor, dan hendak menyelipkannya lagi ke balik pakaiannya di bawah sana. Arkan dengan cepat menghentikannya, kening mengencang hebat. Suasana hatinya benar-benar sangat buruk! Jenny terkejut dengan penolakan sang aktor. Segera saja dengan gaya manja dan centil dewasanya meraih segelas jus di atas meja. “Ayo diminum. Ini jus yang sangat enak.” Arkan meminumnya sedikit, tapi hanya sedikit sekali. Tidak membuat Jenny puas! “Ada apa denganmu? Bukankah tadi sangat bersemangat? Kamu bahkan menciumku begitu ganas sebelumnya. Apakah kamu sangat lelah? Mau kupijit? Menjadi aktor yang dikagumi seluruh negeri pasti sangat melelahkan, bukan?” Jenny mulai memijat-mijat sebelah lengan sang aktor, tapi malah membuat Arkan menjadi semakin tidak nyaman. Apalagi setelah mendengar soal kemesraan mereka berdua sebelumnya, rasa penyesalan menikam hatinya. Kenapa jadi begini? Kenapa dia yang berniat membuat Casilda tahu diri, malah dia sendiri yang tersiksa dengan perbuatannya dengan wanita lain di hadapan sang istri? 'Sialan. Kenapa wajah syok dan terpukul si Gendut di pintu itu terus muncul di kepalaku seperti ini?' batin Arkan seraya memijat-mijat keningnya kesal. “Apa kamu sakit kepala? Pantas saja,” kekeh Jenny manja, lalu segera berlutut di sofa dan mulai mencoba memijat kepala sang aktor, menjelaskan lagi dengan nada membujuk, “apa kamu tahu kalau aktivitas di atas ranjang bisa menjadi endorfin alami yang bisa membuat sakit kepala kita mereda? Kamu mau coba?” Jenny bagaikan ular yang sangat licin, tiba-tiba sudah duduk di pangkuan Arkan sambil mengalungkan kedua lengan di lehernya. Wajah pria tampan itu sangat dingin, sulit terbaca apa yang sedang dipikirkannya saat ini. Tapi, itu malah membuat pesonanya naik berkali-kali lipat. Berbahaya, dingin, menggoda, dan misterius. Membuat jantung Jenny bertalu kencang tidak karuan, dan dalam dirinya meronta-ronta ingin dikuasai oleh pria yang menjadi pujaan satu negeri itu. Kedua orang ini saling tatap dalam diam, lalu Jenny merendahkan bulu matanya lembut dengan gerakan menggoda dan seksi. Wajah mendekat perlahan, kepala dimiringkan. Kedua tangan menarik leher sang aktor dengan mesra. “Apa yang kamu lakukan?” desis Arkan dingin dan rendah usai Jenny menciumnya lembut, kening mengencang hebat. Kedua tangan menahan Jenny untuk berbuat lebih. Jenny tertawa genit, tersenyum nakal. “Kenapa? Apa sakit kepalamu sangat menyebalkan sampai kamu jadi bersikap begini? Bagaimana kalau aku memijitmu di ranjang saja sambil ‘bermain’?” Jenny mengatakan kata ‘bermain’ dengan nada penuh bujuk rayu dan berbahaya. Kesal karena hatinya terus saja tidak membaik, dan wanita di pangkuannya semakin menyebalkan, Arkan segera mendorongnya menjauhnya. “Arkan!” bentak Jenny dengan wajah tidak percaya. Ini adalah penolakan kedua kalinya pria itu kepadanya. “Kita tidak perlu melakukan hal semacam ini lagi untuk seterusnya.” Ucapan pendek itu bagaikan sambaran petir di wajah cantik Jenny, buru-buru mengejarnya yang sudah tampak mau pergi dari tempat ini. “Apa maksudmu? Kenapa kamu bicara begitu?” Jenny menuntut penjelasan lebih dalam, segera menahan sebelah lengannya, menatap Arkan marah dan tersinggung. Wajah dingin Arkan sangat menakutkan dan gelap, membuat Jenny menggigil! “Apa kata-kataku kurang jelas? Kita akhiri sampai di sini. Tidak perlu bertemu lagi di luar jadwal kerja.” Jenny tertegun syok. Dia tidak pernah ditolak dan dipermalukan oleh seorang pria sebelumnya. Apalagi dia dan Arkan pernah tidur bersama! Apa dia sudah lupa bagaimana panasnya mereka dulu? “Apa maksudmu? Apa sakit kepalamu sangat parah sampai mengganggu otakmu seperti itu? Kamu tidak ingat kita baru saja bermesraan, dan pernah tidur bersama di masa lalu?” Wajah Arkan semakin dingin, dan dibalas dengan nada bagaikan pisau yang menusuk jantung lawan bicaranya. “Sepertinya kamu lupa siapa aku, Jenny? Apakah seorang playboy hanya tidur dengan satu wanita saja? Bermesraan? Itu kamu yang memulainya, bukan? Aku hanya ikut bermain denganmu, tapi ternyata kamu tidak semenarik yang aku pikirkan.” “TUTUP MULUTMU! Kamu pikir siapa dirimu, hah?” Jenny hendak menampar Arkan, tapi ditahan oleh sang pria. “Marah? Bukankah kamu yang menggodaku lebih dulu? Jika diingat-ingat, di masa lalu pun, kamu duluan yang menggodaku. Kenapa sekarang malah marah seperti ini? Jika sudah tahu ingin bermain dengan serigala, sudah tahu risiko akan seperti apa, bukan? Apa kamu pikir aku akan menganggapmu istimewa karena berhasil tidur denganku?” Arkan menghempaskan tangan sang wanita dengan dinginnya, memicingkan mata sinis. “Ada puluhan wanita yang sudah tidur bersamaku. Jika kamu tidak punya wajah cantik dan profesi sebagai model sepertiku, apa kamu pikir aku akan mengingatmu?” “ARKAN!” bentaknya lagi, mata sudah memanas oleh air mata malu dan kemarahan. Kedua tangan mengepal menahan kekesalan di hatinya, diperlakukan sangat berbeda saat di tempat parkir tadi. “Aku adalah pria milik dari wanita lain. Sebaiknya lain kali jika ingin menggoda seorang pria, lihat siapa dulu yang ingin kamu ajak untuk berbagi ranjang dingin kesepianmu itu.” “DIAAAM!” Jenny menjerit murka! Dia sangat marah dengan ucapannya seolah-olah dirinya adalah wanita cantik yang kesepian dan menyedihkan. “Aku katakan sekali lagi, hubungan kita selesai sampai di sini. Lain kali, jangan berbuat hal yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan.” Arkan berbalik menuju pintu, kakinya tiba-tiba berhenti hingga membuat Jenny kaget dan tertegun syok. Pria itu tersenyum dengan wajah dinginnya yang sangat memikat, membuat jantung Jenny menggelepar-gelepar tidak karuan. Otaknya langsung linglung. Apakah Arkan berubah pikiran? “Makanannya memang sangat enak. Terima kasih. Perpisahan ini aku rasa cukup baik. Selamat tinggal.” Wajah Jenny memucat kelam, kedua bahunya melorot lesu. Di depannya, Arkan berubah dingin sekali lagi, sangat cepat seiring senyum tampannya hilang dalam sedetik. Sejak kapan Arkan sang playboy jadi sedingin dan sesuci itu? Jenny sangat terpukul melihat pintu di depannya tertutup sempurna, kedua lututnya jatuh ke lantai, duduk di sana dengan tatapan bingung ke arah lantai. Meskipun dia sangat marah dengan sikap kasar dan dingin Arkan, sangat marah sampai ingin menendangnya, di hatinya malah berdebar tidak karuan oleh rasa yang tidak bisa dijelaskan oleh kata-kata. “Aku... aku jatuh cinta kepadanya? Bagaimana bisa? Bagaimana bisa?” Jenny bergumam sendirian seperti orang bodoh. Dia memang pernah tidur dengan beberapa pria sebelumnya, dan diakuinya Arkanlah yang paling hebat, tapi dia sama sekali tidak menyangka kalau akan jatuh hati seperti ini kepadanya. Dia pikir hanya akan kagum dan memujanya karena menjadi impian banyak wanita, terlebih lagi Lisa adalah supermodel super cantik yang membuatnya merasa rendah diri. Dia baru tidur dengan Arkan sebanyak dua kali, dan membuatnya ingin merasakannya lagi, tapi apa yang terjadi di hari ini, membuatnya sadar kalau dia bukan hanya ingin sekedar tidur dengannya, melainkan ingin memilikinya! “Bagaimana? Bagaimana aku bisa memilikinya sementara Lisa saja tidak bisa mengendalikan playboy itu?” keluhnya dengan wajah sudah bersimbah air mata, dadanya sesak, menyadari sudah jatuh cinta kepada pria berbahaya dan tak bisa digapai. Jenny menangis di lantai, kedua tangan menutupi wajah. Terbayang kembali kemesraannya dengan Arkan di tempat parkiran sebelumnya. Hanya dirinya yang bersemangat saat itu! Sungguh bodoh! Sementara Jenny meratapi patah hati dan kebodohannya bertemu Arkan yang ternyata super dingin, sang aktor sendiri sudah berada di dalam sebuah taksi yang melaju kencang di jalan. “Cepat sedikit, Pak!” bentaknya marah, kening mengencang. “I-ini sudah sangat cepat, Arkan sang Top Star! Kita bisa kecelakaan jika lebih cepat lagi!” Saat taksi sudah tiba di tujuan, sudah menunjukkan hampir pukul 3 malam lewat sedikit. Gerimis sudah membasahi tanah ketika kaki sang aktor keluar dari pintu mobil. Di saat yang sama, di dalam gudang di mana Casilda berada, seekor tikus besar tampak muncul dari dalam kegelapan, mendekat ke arah wanita gendut yang meringkuk seperti udang di sana. Tubuh Casilda sudah menggigil dan kedinginan, wajahnya lengket dan masih ada sisa-sisa air mata di pipi bakpaonya. Suara cicit tikus masuk ke dalam gendang telinga Casilda, tapi dia tidak bisa menggerakkan tubuhnya saking lelahnya sudah dipermainkan oleh Arkan sebelumnya. Belum lagi hatinya yang patah hati dan sedih, membuat seluruh tenaganya seolah disedot habis keluar. Buka mata saja dia tak sanggup, dan enggan bangun dari tidurnya meski di dekatnya sudah ada suara-suara tidak jelas dan mengerikan, malah dia ingin terus seperti ini saja seolah menghindar dari kenyataan pahit yang dialaminya. Suara-suara ribut dan sumbang semakin terdengar di telinganya, tapi Casilda menutup diri hingga mengabaikan semua hal di sekitarnya. Di dekatnya, tikus besar dan abu-abu jelek sudah mengendus tangan kiri Casilda yang terjulur di atas kepalanya. Detik berikutnya, makhluk kecil bercicit itu membuka mulut untuk menggigit tangannya. Suara buk keras dan mengerikan terdengar hebat di ruangan ini hingga membuat tikus tadi kaget, lari kembali ke dalam kegelapan, meninggalkan Casilda yang masih tertidur menyedihkan di lantai dingin dan kotor. Tidak jauh dari sana, pintu yang sudah dihalangi oleh Casilda sebelumnya sudah dibuka paksa oleh Arkan. Wajahnya yang mengeras ganas, tampak kepayahan dan tersengal parah, gigi digertakkan kuat-kuat. Mata dinginnya berdenyar misterius mengamati isi ruangan. “Bangun!” raungnya dingin, tapi wanita itu tidak mendengarkannya sama sekali. “Lepas... lepaskan aku... jangan sentuh...” ronta Casilda lemah, menolak uluran tangan Arkan yang hendak meraih tubuhnya. Arkan tidak membalas, segera meraih tubuhnya kembali, dan ditolak lagi dengan gerakan setengah mengamuk dan lemah. “Jangan sentuh aku... suami menjijikkan... tanganmu sudah kotor menyentuh wanita itu... awas kamu menyentuhku! Pergi sana! Pergi yang jauh!” Casilda meraung dalam isak tangisnya yang menyedihkan, mengigau dan mengira saat ini hanyalah mimpi. Arkan mengeraskan ekspresinya, segera menariknya kasar, lalu memeluknya erat. Kepala sang aktor dimiringkan lembut, dimajukan ke wajah Casilda dengan sangat cepat dan dalam. Casilda meronta hebat, tapi seketika luluh mengikuti dansa bibir memabukkan itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD