Bab 95 Uang adalah Segalanya!

2008 Words
“Terima kasih,” ucap Casilda dengan nada dipaksa semangat. Perawat yang berada di depannya segera menerima berkas yang sudah dilengkapi oleh Casilda. “Selamat, ya! Akhirnya sebentar lagi adikmu akan dioperasi,” ujar sang perawat dengan tulus. Casilda mengangguk canggung, tersenyum pahit menatap wajah sang perawat, turut senang dengan jadwal operasi yang sudah setengah mati diusahakan oleh dokter Adam selama ini. Usai menyelesaikan berkas terakhir persetujuan operasi itu, Casilda segera buru-buru menuju ruangan adiknya. Setelah tiba, dia hanya bisa melihat dari luar semata dengan wajah gelisah dan cemas. Sebenarnya, dia bisa masuk ke dalam, hanya saja, seperti terakhir kali, Casilda merasa gelisah jika harus mendekat dengan sang adik. Takut dirinya yang sudah kotor dan akan semakin kotor itu akan membawa hal buruk kepadanya. Keinginan untuk masuk ke dalam sangat menggebu, tapi ditahannya sekuat tenaga. Hatinya pasti akan melemah jika terkait adiknya. Kedua tangan wanita ini mengepal pada permukaan kaca, ekspresi wajahnya meringis kelam. “Kenapa hanya berdiri di situ saja?” tegur sebuah suara di belakng Casila beberapa saat kemudian. Terkejut dengan suara magnetis dan indah itu, Casilda segera berbalik. Sosok pendatang baru ini adalah seorang dokter tampan dalam balutan jas putihnya yang menawan. Berkacamata tebal dengan fitur sangat rupawan, tinggi dan atletis. Sangat terlihat intelek dan cerdas. Casilda yang tidak begitu suka dengan pria tampan, seketika jadi salah tingkah ketika melihat seorang dokter tampan berpembawaan dewasa tiba-tiba berdiri di depannya. Satu tangan pria itu berada di saku, satunya lagi melambai pelan dengan sangat ramah kepadanya. Senyum ramahnya bagaikan menyinari dunia! Asisten pribadi Arkan itu menganggukkan kepala sopan, menyapa dengan wajah tersenyum dipaksakan. Agak canggung dan malu-malu. “Selamat siang, dokter.” “Kamu pasti yang bernama Casilda, kan? Kakak dari anak laki-laki di dalam sana?” tebaknya dengan gaya yang sangat santai, tapi aura dewasanya masih sangat kental. Begitu dewasa dan mendominasi di setiap gerakannya. Sangat jauh berbeda dengan seseorang yang kini membuatnya kesal bukan main jika mengingatnya dengan tampang arogan dan angkuhnya! Sialan! Kenapa pria playboy kekanakan seperti itu bisa jadi pujaan seluruh wanita di negeri mereka? Apa jangan-jangan dia pakai sihir? “Benar, dok. Nama saya adalah Casilda. Kakak dari Danish Dikara Wijaya. Apakah Anda...” ucapan Casilda terpotong, ragu-ragu melanjutkan kata-katanya. Sang dokter menunjukkan senyum lebar nan menawan, matanya sangat teduh di balik kacamata tebal, kedua bahu dikedikkan penuh semangat. “Yup! Aku adalah dokter yang akan mengepalai operasi adikmu minggu depan. Saat ini, kita pantau dulu kondisi adikmu untuk mempersiapkan dirinya menjalani operasi tersebut. Jika semuanya terlihat baik dalam waktu 3 hari ke depan, maka bukan tidak mungkin jadwal operasi bisa dipercepat.” Casilda tergagap, kehilangan kata-kata. Wuah! Tebakannya sungguh hebat! Bukankah kata dokter Adam kalau dokter yang akan menangani adiknya adalah dokter dari Amerika? Kenapa dia malah terlihat seperti orang Indonesia? Tidak! Dia memang sepertinya orang Indonesia! Bahasa Indonesianya sangat fasih begitu! Wajahnya sangat tampan dengan ciri khas oriental blasteran Eropa. Selain itu, dia juga terlihat sangat muda. Casilda pikir, umur mereka pastilah tidak beda jauh. Apa jangan-jangan, inilah yang disebut orang-orang yang pernah didengarnya di cerita-cerita dulu soal pria muda berbakat hingga disebut sebagai tangan dewa di dunia medis? “Kenapa kamu terlihat terkejut begitu?” tanya sang dokter penasaran, merasa geli dengan reaksi kaget nan menggemaskan dari wanita berkaos krem cokelat lengan panjang dan berpipi bakpao itu. Casilda gugup, salah tingkah hingga hanya bisa memperbaiki letak kacamatanya sebagai pengalih fokus dari pikirannya yang melayang ke banyak hal. “Ma-maaf, dokter. Saya pikir yang akan menangani adik saya adalah dokter dari Amerika. Tidak sangka malah setelah bertemu, Anda sangat berwajah Asia seperti ini.” Gelak tawa sang dokter pecah, lalu maju ke depan dengan pembawaan seolah menghadapi anak kecil yang kebingungan. Kedua tangannya berada di saku jas putihnya, tubuh tinggi sang dokter menunduk sedikit menatap wajah Casilda yang mendongak kaget. Tinggi dokter muda ini, benar-benar sangat tinggi hingga Casilda seperti menciut berhadapan dengannya! Figur yang sangat cocok sebagai seorang model internasional! “Apakah orang yang tinggal dan memiliki kebangsaan Amerika harus berkulit putih dan berambut pirang alami?” jelasnya dengan senyum jenaka. “Eh?” Casilda terbodoh mendengar pertanyaannya dengan nada sedikit menggoda dan main-main tersebut. Sang dokter segera memperbaiki sikap berdirinya, lalu menunjukkan kartu nama yang terjepit di saku jas dokter. “Namaku adalah Archer Alnair Azkara. Salam kenal, Ratu Casilda Wijaya.” Sang dokter tersenyum lebar, sangat indah. Jantung Casilda deg-degan parah, tapi akal sehatnya memberitahunya kalau wajah itu bisa menipu! Lihatlah si aktor sialan itu! Hish! Menyebalkan! Tirani sialan tukang perintah! Dia sangat membencinya! “Ah, dokter Archer! Salam kenal!” balas Casilda, buru-buru membungkuk sopan kepadanya. Segera menyingkirkan dan menendang sosok Arkan dari dalam otaknya. “Tapi, bagaimana—” Casilda sesaat terlihat bingung menatap bola mata teduh di depannya. “Bagaimana aku tahu namamu?” godanya lagi, sebelah kening dinaikkan menawan. Casilda menganggukkan kepala cepat, sorot mata benar-benar bingung. Sang dokter tertawa, lalu menjelaskan dengan sangat logis. “Aku memang adalah dokter bedah jantung, tapi tidak seperti dokter lainnya, mengetahui siapa saja anggota keluarga sang pasien adalah salah satu hal yang wajib untuk diketahui olehku sebagai kewajiban tambahan.” Tatapan Casilda terlihat semakin bingung, sangat menggemaskan dan lucu di mata sang dokter. Sudut bibir pria itu tertarik kecil, menjelaskan kembali dengan sangat sabar dan sedikit ada perasaan antusias yang muncul di hatinya. “Menangani pasien, bagiku bukan hanya sekedar masalah medis semata, tapi juga menangani masalah psikologis sang pasien dan keluarganya. Ini demi menghindari kesalahan komunikasi yang bertujuan agar tidak terjadi salah paham dalam proses sebelum dan setelah operasi. Peran keluarga juga penting bagi penyembuhan pasien. Jadi, sebisa mungkin aku akan mencari tahu siapa-siapa saja yang akan bertanggung jawab kepada calon pasienku berikutnya. Karena, tentu saja aku akan membimbingnya agar bisa bersama-sama menjaga dan merawatnya sebagai satu tim demi pemulihan sang pasien. Terkadang, beberapa keluarga pasien sangat bebal dan sulit ditangani hingga membuat proses perawatan jadi susah dibuatnya. Sekalian juga, demi menghindari tuntutan dari keluarga pasien jika terjadi hal di luar keinginan kita. Tuduhan malapraktek adalah tuduhan yang sangat serius, loh!” Casilda yang merasa itu memang terdengar masuk akal, hanya bisa menganggukkan kepalanya dengan ekspresi masih bingung luar biasa. Dokter satu ini benar-benar sangat baik dan ramah, selain berwajah rupawan bak seorang model dan sepertinya terlihat sangat cerdas di usia mudanya. Apakah dia itu satu tipe dengan Abian Pratama? Pri manis berwajah rupawan dengan hati bak malaikat? Ada apa sampai hidupnya sekarang didatangi oleh para pria tampan yang baik hati? Coret nama Arkan sang Top star dari daftar itu! Dia tidak termasuk sama sekali! Dasar pria kejam! Memikirkannya saja bikin Casilda geram! “Hei? Cas? Casilda?” tegur sang dokter, mengguncang bahunya yang kini sedang mengerutkan kening jengkel memikirkan sang aktor yang mulai terpantul sosoknya di lantai putih rumah sakit. Ingin sekali memukulkan palu di sana! Kedua alis Casilda naik, tampak kaget menyadari pikirannya lagi-lagi terselip. Ekspresinya terbodoh sesaat. “Apa kamu baik-baik saja? Mau masuk ke dalam?” tawar dokter Archer, mengedikkan kepala ke arah ruangan khusus untuk adik Casilda. “A-apakah boleh, dok? Tapi, saya—” “Sudah kuduga kamu pasti memikirkan adikmu, kan?” tebaknya asal, mengusap puncak kepalanya lembut, lalu menggerakkan tangan satunya di udara sembari berbalik kepada beberapa perawat yang berada tak jauh dari sana. Casilda linglung. Kenapa dia mengusap kepalanya seperti anak kecil? Apa dia salah menaksir umurnya, ya? Jangan-jangan, dokter itu diam-diam adalah vampir? Para perawat yang mendekat tampak malu-malu dipanggil oleh sang dokter, menyapanya sangat sopan, segera melaksanakan perintahnya. Begitu masuk ke dalam ruangan setelah sekian lama tidak bertemu langsung dengan adiknya, mata Casilda berkaca-kaca hebat. Kedua tangan menutupi mulut. Segera meraih satu tangan sang adik secara hati-hati, memeluknya kuat-kuat. Perasaan haru luar biasa mengalir sangat kencang di hatinya. Orang-orang yang tidak pernah berada pada titik keputusasaan, tidak akan pernah bisa memahami semua pengorbanannya yang pasti akan dicap memalukan dan aib seumur hidup dengan apa yang Arkan berikan kepadanya demi mendapatkan uang 500 juta. Casilda yang semakin berkaca-kaca, terisak pelan sangat bangga kepada dirinya yang tidak mundur meski dipermalukan sedemikian rupa di masa lalu. Keputusannya menghancurkan hidupnya agar sang adik bisa ditolong, ternyata adalah hal yang tepat! Casilda jadi semakin yakin dengan langkah berikutnya. Uang adalah segalanya di otak wanita ini! Di sisinya, dokter Archer tersenyum sangat elegan dan dewasa melihat ketulusan Casilda sebagai kakak yang bertanggung jawab. Wanita berpipi bakpao dan berkacamata itu benar-benar sangat unik sesuai firasatnya selama ini. Denyar aneh melintas di mata sang dokter, agak dingin tapi sangat memesona. *** Selesai urusan di rumah sakit, masih ada waktu sekitar satu jam, akhirnya Casilda memutuskan untuk pulang sebentar ke rumah menemui ibunya. Dia sangat penasaran bagaimana tingkah laku ayahnya kali ini. “Casilda! Casilda! Putriku! Akhirnya kamu pulang!” teriak sang ayah penuh keharuan. Sama seperti dulu, di dekatnya masih saja ada para pria berjas yang mirip tukang pukul. Hati Casilda mendingin hebat melihat sambutan ayahnya yang sok dramatis dari dalam ruang tamu, kedua tangannya yang terlihat seperti mumi terjulur ke depannya memberikan efek yang bikin mood Casilda anjlok. Ayahnya punya hutang setinggi langit, masih saja berani bersikap tenang dan gembira seperti itu! Ayah sialan! Kalau saja tidak mendengar penjelasan dari ibunya tentang cara bodoh ayahnya mencari uang, mungkin sekarang sudah melemparinya dengan batu! “Ibu di mana?” tanyanya cepat, mengabaikan mata para pria berjas hitam yang mengarah kepadanya. Sang ayah maju sambil berbisik dengan satu tangan di depan mulut, “dia bersama Bu Juli di dapur. Oh, ya! Bagaimana dengan masalah operasi Danish? Kapan kami bisa mengunjunginya?” Seketika saja suhu udara di sekitar kedua orang ini turun beberapa derajat. Sesaat, Casilda terdiam, lalu mengeraskan ekspresi wajahnya. Tampaknya, yang jadi bodoh bukan hanya ibunya saja selama ini, melainkan ayahnya juga jadi ikut-ikutan bodoh gara-gara kejatuhan keluarga dan perusahaan mereka. Helaan napasnya berat, tapi senyum segera terbit di wajah menggemaskannya. “Urusan administrasi operasinya sudah selesai, dan jadwalnya sudah ditetapkan pasti untuk minggu depan.” Wajah sang ayah lega sesaat, lalu kembali serius, semakin mendekat dan mendesak kepadanya. “La-lalu, bagaimana dengan pinjaman uang itu? Apa kamu bisa mengembalikannya? Hutang ayah...” Kata-kata pria tua dengan baju terlihat lusuh dan tubuh diperban mirip mumi itu seketika saja menjadi muram. Casilda mendatarkan matanya. Hutangnya kini bukan hanya 1,5 milyar beserta bunga berjalan. Mungkin akan membengkak menjadi 20 milyar termasuk bunganya. Itu pun sudah pasti akan semakin bertambah jika dia tidak segera melunasinya dalam waktu dekat. Kepala Casilda seketika berdenyut pelan, tapi anehnya setelah melihat sang adik di rumah sakit, dia sangat tenang dan dewasa. Seolah-olah ide berikutnya sebagai solusi melunasi hutang bukanlah hal yang akan mengusik dan menghancurkan masa depannya kelak. “Bukankah ayah bilang akan memberiku waktu 2 minggu untuk berpikir soal pernikahan hutang itu? Dalam waktu 2 minggu, aku akan mencari solusi atas semuanya. Tidak peduli bagaimana caranya, hutang itu akan aku lunasi. Tapi, ayah harus menepati janji ayah untuk berubah setelahnya. Paham?” Otot wajah Casilda mengencang, menatap super serius ayahnya yang kontan saja menciut mendengar ancamannya. Dia mengangguk cepat sangat patuh. Ayah dan anak ini bergegas masuk sambil membicarakan masalah Danish secara berbisik, dan ketika disambut oleh ibunya, Casilda tersenyum lebar seolah tak ada beban hidup sama sekali. Meskipun ada beberapa orang asing yang berada di luar, suasana hangat dan normal di dalam ruang tamu ini sangatlah kental. Membuat Casilda sedikit terharu dengan perasaan tragis, berpikir kalau kebersamaannya dengan kedua orang tuanya detik ini mungkinlah suasana normal terakhirnya sebelum hidupnya berubah drastis lebih jauh lagi. Segera setelah bertemu kedua orang tuanya, saat berada di dalam bus, Casilda mendapat pesan balasan dari Elric sang pemilik klub malam Golden Circle. Elric: Halo, Casilda! Kalau kamu serius ingin menemuiku seperti di pesanmu itu. Datanglah ke klub besok malam. Mari kita bicarakan bisnis hanya berdua. Bagaimana? Casilda menelan ludah gugup membaca pesan itu, tangan gemetar dingin. Akhirnya! Inilah yang sudah ditunggu-tunggunya! Sepulang ke mansion, kesunyian dan kehampaanlah yang ditemuinya. Tiba-tiba saja, dari info yang didengar dari seorang pelayan, aktor playboy sialan itu keluar kota bersama sang tunangan. Tidak masalah! Ini malahan sangat bagus! Esok malamnya, Casilda sudah berdiri di depan pintu masuk Golden Cirle sambil memegang kartu yang pernah diberikan oleh Arkan kepadanya. Casilda terlihat gugup, tapi wajahnya sangat penuh tekad!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD