01. Jevan?

1140 Words
Dua minggu kemudian, Jevan Putra Hardian, Seorang laki-laki berusia 21 tahun tengah mengagumi dirinya di depan cermin. Tubuhnya yang tinggi, dadanya yang bidang, bahunya yang lebar sedang berbalut jaket jeans. Tak henti-hentinya dia tersenyum melalui bibir tipis merah alaminya itu. Dia begitu bahagia karena saat melakukannya mata hitamnya akan tampak sipit seperti sebuah garis. Belum puas, dia mempermainkan rambut hitamnya, dari mulai menyibakkannya ke belakang, ke samping, hingga meratakan poni di keningnya. Semua model tersebut tampak cocok untuknya. "Aku tampan, maskulin, daguku tirus, kulitku putih, aku sempurna," pujinya pada diri sendiri disertai tawaan lirih. Tapi aksi narsistiknya terganggu oleh bunyi dering ponselnya. Pada layar tertera nama pemanggil adalah 'Little Bunny', pacarnya. Dia segera mengangkat, "Selamat pagi, Bunny." Suara lembut terdengar di telinganya, "Aku minta maaf, hari ini aku tidak bisa ikut jalan-jalan denganmu, aku ada urusan dengan BEM fakultasku." Sontak raut wajah cerah Jevan langsung masam. Dia hanya berkata dengan datar, "Sekarang hari Sabtu, seharusnya tidak ada aktivitas di kampus." Pacarnya terdengar menghela napas panjang, lalu menjawab, "Ada pertemuan mendadak, Jev, fakultasku akan mengadakan event." "Kalau begitu aku ikut ke kampus juga ya!" "Hmm?" "Ada masalah?" "Tidak. Ya sudah, satu jam lagi, aku ada di kampus." "Jangan belajar bohong padaku loh." Jevan menyunggingkan senyuman lebar seakan bisa melihat keberadaan pacarnya sekarang, dia melanjutkan, "oke, aku akan kesana. Tolong jangan dekat-dekat dengan ketua BEM kamu, dia tukang tikung." Tapi sambungan ponselnya sudah ditutup sebelum dijawab. Di tempat lain, ternyata Fara memang sudah berbohong pada pacarnya. Dia sudah berada di kampus sejak satu jam yang lalu. Bersama ketiga teman sesama anggota BEM dan tentu saja termasuk ketuanya, Stefan, dia membahas tentang event bulanan fakultas tehnik. Gadis itu merupakan anggota paling muda disini. Sebagai mahasiswi semester pertama, dia terlalu aktif di segala kegiatan kampus. Sejak di terima masuk Universitas Edelweiss [UE] ini tiga bulan yang lalu, dia memang sangat suka mengakrabkan diri. Itu merupakan caranya bersyukur karena bisa mendapatkan beasiswa. Kondisi keluarganya memang cukup miskin, karena itulah, semakin banyak teman, semakin banyak kesempatan untuk mendapatkan kerja nantinya. "Fara, kamu baik-baik saja?" Tanya Stefan, cowok berwajah manis tapi bertubuh kekar. Hal itu kadang dijadikan bahan godaan teman-temannya di kelas semester lima. Walaupun banyak yang menyukainya juga. Dia lebih memilih fokus kuliah. Otaknya hanya dipenuhi teori-teori. Dia juga pemegang beasiswa seperti Fara. Semakin tinggi tingkatan semesternya, beban pikirannya semakin berat. "Iya," sahut Fara memasukkan ponselnya kembali ke dalam tas selempangnya. Gadis cantik berambut lurus ini tampak gelisah. Butiran keringat juga terlihat mulai membasahi poni di keningnya. Tapi tampang gelisahnya malah membuat dua cowok didekatnya menjadi gemas. "Oh iya, kabar pacarmu gimana?" Tanya Stefan heran, "dia sudah masuk dua hari yang lalu'kan ya.. aku dengar dari temanku di fakultas hukum, dia kok sedikit berubah begitu. Kadang-kadang suka senyum-senyum sendiri." Fara mengamati setiap wajah kakak kelasnya yang juga menanti jawaban. Padahal dia sendiri juga kebingungan. Pacarnya yang dia tahu sangat cuek pada penampilan, dia masa bodoh tapi sangat humoris. Tapi semenjak kejadian kecelakaan itu, dia berubah menjadi narsis dan posesif. Semakin hari malah semakin parah. "Tidak, dia ya ... mulai peduli penampilan, malah bagus'kan," sahutnya tersenyum. Ya, aku yakin, itu hanya perubahan kecil, gumamnya dalam hati meyakinkan diri sendiri. "Awas loh nanti malah banyak fans-nya, dia ikut UKM musik gitu, heran deh, sejak kapan dia paham tangga nada? Sejak kapan dia sok cool? Terus kok tiba-tiba keluar UKM sastra. Dia bilang katanya sastra itu membosankan.. lah.. apa kabar menghafal pasal itu ya.." gurau mahasiswa bertubuh sedikit gemuk dan berkulit putih, Fionn dari semester 5. Semuanya tertawa mendengarnya. "Mungkin dia mau kamu tambah jatuh cinta, ciyee?" goda mahasiswi berambut keriting ombak sebahu, Latina alias Tina dari semester 3. Dia mengedipkan mata sesaat pada Fara. Stefan mendehem, "Sainganku tambah berat ya." "Waduh blak-blakan ..." Kejut Fionn tertawa terbahak-bahak. "Bercanda, bercanda," ralat Stefan ikut tertawa, "tugas dari Pak Gani Deadline Senin besok saja belum tersentuh, kerjaan belum beres, udah tidak perlu pusing mikirin gebetan, nanti langsung kulamar." Ledakan tawa menggelegar seisi ruangan. Tapi Fara hanya dapat tersenyum palsu. Pikirannya masih fokus pada pacarnya sendiri. *** 10.05 W.I.B Datanglah Jevan ke UE yang berdiri kokoh di tepi jalan raya ramai. Setiap jurusan memiliki gedungnya sendiri. Semua gedung selalu bertingkat dua bercat dominan warna putih. Mereka juga memiliki nama, contohnya saja untuk fakultas tehnik adalah Andalusia. Selain itu di kawasan kampus ini sangat hijau, sejuk dan nyaman karena ditanami pepohonan cemara. Lagipula tema kampus ini memang 'Hijau Panorama' Jevan bergegas menaiki anak tangga menuju lantai dua gedung itu. Suasana gedung sepi, tidak ada siapapun, ruang TU juga tutup. Hari ini memang libur, tidak ada suara orang sampai akhirnya terdengar tawa dari ruang paling pojok, dimana pintunya bertuliskan "BEM FAKULTAS" Ketika memasukinya, terlihatlah sang pacar dan ketiga anggota BEM lainnya yang tengah duduk melingkari meja kayu bundar. Ruangan ini memang cukup luas, ada banyak sekali meja di pinggiran tembok dan rak-rak berisi buku-buku seolah hendak menyaingi perpustakaan. "Kembaranku Jevan, selamat datang!" Sambut Stefan bernada gurauan. Dia tersenyum ramah. Tapi Jevan mengacuhkannya. Dia hanya mengambil kursi di pojokan, lalu duduk di samping pacarnya, "Kamu bahas apa sih sampai ngorbanin acara kencan pertama kita?" Kencan pertama? Kita'kan sudah pacaran dua tahun? Pikir Fara keheranan. Tina menahan tawa, "Harusnya kamu ngga perlu kemari, Fara, kasihan loh pacarnya." Fara hanya memandangi tumpukan kertas perencanaan kegiatan Event di atas meja. Dia menghembuskan napas panjang berusaha tidak berpikir buruk tentang Jevan. "Gimana jahitannya, Jev?" Tanya Fionn. Jevan memegangi pinggang kanannya sejenak, "Sudah bereslah," jawabnya ketus. Fara menatapnya khawatir, "Kamu seharusnya di rumah saja, sebenarnya nanti setelah selesai, aku akan berkunjung ke rumah kamu." "Aku ingin jalan-jalan, aku bosan di rumah, ataupun berada di kampus hanya membahas hukum," sahutnya tersenyum manis seakan ingin menebarkan pesona. Dia juga mulai bertingkah dengan memainkan pena di jemarinya. "Gejala normal mahasiswa semester lima, mulai tertekan dengan jurusannya sendiri," canda Fionn, "sabar dong, Jev, nanti biar bisa jadi pengacara." Jevan meliriknya dengan tatapan benci, "Diam saja kau itu, daripada jadi bisu nanti." Fionn malah tertawa lirih mengira itu candaan. Sedangkan Fara merasa itu seperti sebuah ancaman yang terdengar seperti kutukan juga. Jevan.. panggilnya dalam hati. Dia terus menatapnya cemas. Jevan seharusnya mudah bergaul. Itu adalah hal yang membuatnya jatuh hati dulu. Kemampuannya dalam bersosialisasi begitu mengagumkan. Walaupun terkesan cuek, tapi dia berhati besar dan humoris. Namun kini dia dingin pada siapapun seolah hanyut dalam dunianya sendiri. "Ada apa?" Tanya Jevan memberikan pandangan dan senyuman aneh pada pacarnya. Lalu melanjutkan, "aku masih pacarmu kok, jangan khawatir begitu, ini Jevan kamu, Sayang." "Tidak ada apa-apa," jawab Fara menelan ludahnya. Kenapa dia seolah memahami isi hatiku?, pikirnya ngeri. "Kamu jangan menyembunyikan sesuatu dariku, aku ini akan selalu menolongmu, aku bahkan rela sampai tertusuk demi menyelamatkanmu dari perampok loh," tambah Jevan seolah ingin mengingatkan bahwa pacarnya itu baik-baik saja berkat pengorbanannya. "Kenapa kamu terus membahasnya?" "Itu penting." Karena perkataan yang terdengar berat itu, suasana menjadi tegang untuk beberapa menit. Untungnya Stefan segera memecah keheningan dengan membahas kegiatan kembali. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD