02. Sikap Aneh Jevan?

1003 Words
Jevan memutuskan untuk makan malam berdua dengan Fara di sebuah rumah makan mewah. Ia memesan semua makanan yang paling mahal. Lalu menikmati suasana romantis di pinggir danau. Lokasi meja pilihannya memang salah satu yang biasanya dipesan oleh pasangan. Lampu penerangan disini tidak terlalu menyengat mata, pemandangannya cantik, banyak bunga dan dapat melihat langsung hamparan langit malam cerah berbintang. "Jevan, kenapa kita malah kemari?" Heran Fara merasa tidak nyaman dengan semua makanan mahal di meja. Dia sadar kalau pacarnya termasuk kalangan keluarga kaya. Tapi selama ini dia melupakan itu karena Jevan yang dia kenal sangat tidak suka membuang uang orangtuanya. Selama ini dia hanya mentraktir dengan uang hasil kerja freelance- nya sebagai web designer. "Jangan malu, tidak apa-apa kok, kamu tetap kelihatan cantik walaupun belum mandi dan masih memakai kemeja dan celana biasa," kata Jevan tersenyum, "yang penting pacarmu ini berpenampilan rapi dan sempurna." Apa maksudnya?, Pikir Fara bingung. "Ayo makan, enak loh," ucap Jevan mulai memakan hidangan mewah yang namanya sangat panjang dalam bahasa Inggris itu. Saking bingungnya cara makan semua ini, Fara benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Semua pengunjung yang ada di tempat ini memang kelihatan pasangan kelas atas. Semuanya tampak sempurna dalam balutan baju-baju mahal. Dia kemudian memandangi dirinya sendiri, menyadari dirinya yang paling miskin di tempat itu. "Tadinya aku ingin mengajakmu jalan-jalan seharian lalu makan malam romantis disini, aku sudah pesan kursi disini, tapi kamu membatalkan janji kita. Jadi ya..." Ucap Jevan terdengar kecewa, dia meminum jus buah mangganya. Fara menatapnya lama, "Maaf ..." "Ya, tapi lain kali, jangan membatalkan janji kita ya.. kamu ini harusnya paham dong, aku pacarmu, masa iya kamu lebih peduli kegiatan kampus. Kalau perlu keluar saja dari keanggotaan ya.. lagian aku tidak suka dengan mereka itu, norak banget penampilannya, cupu, jangan dekat-dekat mereka. Udah kamu keluar aja." Dulu kamu mendukungku aktif di kegiatan, ucap Fara dalam hati. Kemudian perhatiannya teralih karena seorang Waitress melewati mereka. Dia sontak tersenyum ramah pada wanita dua puluh tahunan itu sehingga membuatnya salah tingkah. Semenjak kejadian itu, sikapnya, sifatnya, caranya berpikir sangat berbeda jauh. "Jevan, kamu menggodanya?" Tanya Fara mengerutkan dahi melihat Waitress itu berlalu dengan malu-malu. Jevan menggelengkan kepala, "Tentu saja tidak. Aku ini memang tampan, jadi yang salah itu yang tergoda padaku." "Kamu jelas menggodanya tadi." "Apa aku salah kalau terlalu memikat? Kamu harusnya bangga, Sayang." "Kamu kenapa sih?" Heran Fara tidak tahan, "aku seperti bicara dengan orang asing. Apa apa denganmu?, Berulang kali hatinya menggumamkan pertanyaan tersebut. "Kenapa?" Ulang Jevan ikut keheranan, “aku Jevan, kamu pikir aku siapa?" Fara berdiri, mengambil tas selempangnya, lalu pergi, "Aku pulang saja. Kamu silakan lanjutkan makan. Aku tidak suka dengan masakan ini." "Kamu kok berubah, sih? bukankah kamu menangis histeris saat aku mau mati saat itu, kenapa kamu jadi dingin kepadaku akhir-akhir ini, kamu lupa aku menolongmu, ini perlakuanmu padaku? Padahal aku cuma ingin berduaan denganmu dengan romantis," sindir Jevan mengusap bibirnya dengan sapu tangan putih. Kini sikapnya juga seperti seorang pangeran yang mengutamakan tata krama makan. Fara berhenti. Lalu duduk kembali dengan wajah cemberut. Jevan tersenyum, "Ayolah, jangan begitu, aku ini butuh nutrisi untuk perutku yang sudah ditusuk, sekali-kali kita makan di tempat ini, mewah, romantis dan mahal." Tidak ada jawaban dari pacarnya. Selepas makan malam, Fara masih tidak ingin mengatakan apapun. Dia menjadi diam seribu bahasa selama berjalan menuju ke parkiran mobil. Sementara pacarnya terus menerus menceritakan bagaimana para pelayan rumah makan tadi tergila-gila padanya hanya dalam satu senyuman. Tentu saja hatinya sakit mendengar semua itu. Dia melihat pacarnya sendiri berniat menggoda setiap wanita disana. Kenapa kamu?, pikirnya merasa dadanya sesak. Jevan melingkarkan lengannya di pundaknya, lalu mendekatkan kepala mereka dengan sayang. Dia pun berbisik, "Tapi bagiku kamu yang paling cantik ..." Anehnya Fara tidak senang mendengar itu. Padahal dulu setiap kali Dani memujinya, seolah-olah ada ribuan bunga yang bermekaran dalam hatinya. Tapi kini perasaannya terus menerus gelisah. Dia seperti tengah bersama orang asing. Jevan membelai rambut panjangnya yang tergerai cantik. Lalu memujinya kembali, "Aku benar-benar menyukaimu, Fara, katakan kamu juga menyukaiku, beritahu aku apa yang kamu suka dariku?" "Aku juga," singkat Fara menatapnya sekilas. "Kamu kok tidak semangat sih, tidak senang ya seharian bersamaku? Besok hari Minggu, kenapa kamu tidak ikut aku saja untuk nge-band, aku langsung diterima sebagai bassist loh di band kampus kita itu, kalau kamu kumpulnya sama mereka, dijamin ngga norak seperti teman-temanmu itu ..." Akhirnya Fara memberanikan diri bertanya, "Sejak kapan kamu bisa main musik?" "Bukankah dari dulu aku memang bisa main musik?" ucap Jevan malah yang lebih heran. Pacarnya ingin mengatakan sesuatu tapi urung karena mendengar suara klakson mobil berkali-kali. Ketika dia melihat, ada sebuah mobil putih yang kehilangan kendali tengah memperingatkannya. Kemungkinan akibat rem blong. Keduanya menyingkir dengan cepat. Sementara mobil itu terus melaju kencang hingga menabrak pohon palem dan tembok rumah makan ini. Hantamannya sangat keras. Suaranya menggelegar. Bemper mobilnya juga langsung ringsek. Fara berlari kearahnya, memukul-mukul kaca depan sopir yang sudah berdarah dengan posisi perut terjepit. Dia menjadi panik dan berteriak histeris, "TOLONG!" lalu memandang pacarnya, "Jevan ... cepat bantu buka pintunya, dia terluka! Ayo kita tolong!" Jevan hanya tersenyum saat samar-samar melihat sopir itu sekarat, "Sudahlah, dia juga akan mati." Beberapa orang mulai mengerumun. Mereka mulai menggantikan posisi Fara dan berusaha membuka pintu serta memecahkan kaca. Semuanya tampak panik karena kondisi mobil yang mulai mengeluarkan asap. Apalagi sopirnya juga tidak bergerak kembali. Jevan menarik lengan Fara, "Ayo pulang." Fara kecewa dengannya. Dia berjalan mendahului seolah tidak mau berdampingan lagi. Bahkan dia berusaha agar tangannya tidak disentuh. Dia ingin pulang dan melupakan semua kejadian ini. Jevan menyunggingkan senyuman licik, "Mayan ya bisa dapat pemandangan barusan buat cuci mata. Tadinya aku ingin melihatnya saat dikeluarkan, tapi percuma, dia sudah mati, coba masih sekarat, kan seru begitu, maksudku ya .." Apa-apaan dia ini? kenapa dia mengatakan hal mengerikan seperti itu, heran Fara dalam hati sambil menoleh ke arah pacarnya. "Kenapa kamu begitu? Apa kamu sudah gila? jangan berkata begitu! kamu serius mengatakan seperti ini?" "Apa sih?" Heran Jevan berhenti di depan mobil hitam miliknya, "ayo naik, sudah ayo naik, hiraukan saja ini semua ..." Namun Fara tetap berjalan menjauh darinya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD