Mencari Identitas

1143 Words
Waktu sudah hampir sore, kereta pun berhenti di Stasiun kota Petra. Semua penumpang turun dengan tertib. Kecuali mereka bertiga, karena masih mengurusi jasad almarhum wanita itu, yang mendadak meninggal di dalam kereta api. Dan tidak lama kemudian, petugas dari pihak kereta api pun datang menghampiri mereka. Para petugas langsung mengintrogasi ketiga pemuda itu. "Apakah wanita ini saudara kalian?" tanya salah seorang petugas kereta api itu. "Bukan!" jawab mereka bertiga dengan kompak. "Kami baru saja mengenalinya, Pak. Wanita ini hendak membuatkan s**u untuk bayinya. Jadi, dia menitipkan bayi ini kepada kami. Kebetulan kami duduk berdekatan," tukas Dicka. "Betul Pak! Dia mendadak terjatuh dan tidak sadarkan diri, dan beberapa detik kemudian nyawanya sudah tiada," sambung Yongki. "Ya sudah, kita bawa ke pos keamanan dulu saja, sambil menunggu polisi datang," sahut petugas lainnya. "Okee, ayo yang lainnya bantu angkat pindahin jenazah ini," sambung Kepala Petugas kereta api itu. Dan mereka pun langsung membawa jenazah wanita itu menuju ke pos keamanan bersama-sama. *** Sementara di Tempat lain Tok tok tok Terdengar Suara ketukan pintu oleh seorang pembantu dengan kencang. Namun sang pemilik kamar mewah itu belum juga membukakan pintunya. Dan beberapa kali pintu itu diketuk, tetap saja sang pemilik kamar tidak jua membukakannya. "Ko tumben Nona diam saja! biasanya sekali ketukan langsung nongol," gumam pembantu itu. "Apa mungkin dia sedang tidur? Ahh, masa iya jam segini sudah tidur," tuturnya. "Coba ahh, sekali lagi siapa tau tadi tuh sedang mode budeg," kata pembantu itu. "Nona ... Nona! Apa kamu ada di dalam?" teriak pembantu kepada majikannya sambil mengetuk pintu. Dan tidak lama kemudian, terdengar suara yang halus dan lembut dari dalam kamar itu, agar sang pembantunya untuk masuk ke dalam kamarnya. "Ya Bi, masuk aja gak dikunci kok," tuturnya. "Tuh kan benar, memang dia sedang mode budeg," gumamnya. Langsung saja pembantu itu masuk dengan tergesa-gesa dan langsung menutup pintunya kembali. Tanpa dia sadari bahwa majikannya sedang memakai masker. Sontak saja, ketika ia melirik ke arah majikannya, pembantu itu kaget bukan kepalang, dia pikir ondel-ondel padahal majikannya sendiri. "Huwaaa! Ondel-ondel!" jerit sang pembantu itu. "Ishh, Bi Inah! Kenapa teriak-teriak? Bikin kaget saja deh," teriak majikannya sambil menuju ke meja rias. "Ya habisnya saya terkejut Non! lagian Nona ngapain panas-panas begini pakai maskeran segala. Hantu bukan, Nyai Ronggeng juga bukan!" sindir Bi Inah. "Halah, bilang aja bibi ingin maskeran juga!" tukas majikannya sambil menyodorkan masker yang masih utuh. "Nih, cobain!" "Apalah dayaku, wajah yang jelek begini memakai masker!" ucap Bi Inah sambil melihat dirinya ke arah kaca. "Ya, kemungkinan ada dua Bi, yang pertama, mungkin jadi jelek. Dan yang kedua bisa jadi tambah jelek!" ledek majikannya terkekeh-kekeh. "Ishh, Non Dya bohong dikit napa! Jujur amat," sahut Bi Inah kesal. Sontak saja majikannya tertawa terbahak-bahak. Ia sudah terbiasa bercanda dengan pembantunya itu setiap hari dan setiap saat. Ia sangat senang dengan kehadiran pembantu yang disayanginya itu. Pembantu bukan sembarang pembantu, melainkan sudah seperti orang tua dan sahabatnya sendiri. Bagaimana tidak, pembantu yang namanya Caswinah itu selalu membuat majikannya bahagia. Ia sering dipanggil dengan nama Bi Inah, usianya sekitar 45 tahun-an. Ia berasal dari kota Metro. Tidak hanya dirinya yang bekerja di rumah majikannya itu, tetapi Jaja Atmaja, sang suami juga ikut bekerja dengan dirinya. Usianya sekitar 50 tahunan, ia lebih tua dari istrinya Mereka berdua sangat menyayangi majikannya dan selalu membuat hati majikannya senang. Bi Inah dan Pak Jaja juga selalu menjaga dan melindungi majikannya itu kapanpun dan di manapun ia berada. Jika Bi Inah dan suaminya pulang kampung, maka suasananya seperti ada yang hilang dan rasanya seperti hambar. Makanya mereka sudah tidak ragu-ragu lagi antara majikan dan pembantu. Mereka selalu kompak dan suasananya pasti ramai terus jika mereka bersatu. Sedangkan nama majikannya adalah Nadya Anderson. Ia berusia sekitar 25 tahun-an. Anak konglomerat dari kota Petra. Bi Inah dan suaminya sudah bekerja sangat lama di keluarga Nadya. Mulai sejak Nadya masih kecil. Jadi mereka sudah menganggapnya sebagai keluarganya sendiri. "Eh iya, Non. Katanya kakaknya Non Nadya mau datang ya?" ucap Bi Inah sambil memoleskan masker ke wajahnya. "Iya Bi, aku tuh lupa saja mau bilang dari kemarin tuh. Tapi ... bibi tau darimana kalau Kakakku mau datang?" tanya Nadya balik. "Tadi bibi lewat, dan tidak sengaja menguping pembicaraan Tuan Arif," ucap Bi Inah polos. "Oh, memangnya pembicaraan yang seperti apa?" ucap Nadya penasaran. "Ahh, mmmm, itu Non pas lewat ruang tamu, Tuan Arif bilang ke suami saya, untuk ikut menjemput kakaknya Non Nadya bareng Pak Andi ke stasiun kereta api," tutur Bi Inah. "Oh, kirain ada pembicaraan yang aneh," sambung Nadya. "Tidak ada, hehehe," tawa Bi Inah cengengesan. "Tapi entahlah, sekarang mereka sudah berangkat apa belum, bibi kurang jelas menguping nya." Sementara di Stasiun kereta api ... Tidak lama kemudian polisi pun akhirnya datang. Dan langsung menuju ke pos keamanan di stasiun kereta api. Semua barang-barang dan tas milik wanita itu juga sudah dibawa ke pos keamanan, untuk mencari identitasnya. Sesampainya di pos Keamanan, semua barang dan tas milik wanita itu dicek oleh Polisi. Para petugas kereta api juga ikut membantunya. Kecuali mereka bertiga, mereka hanya bisa duduk dan menuggu hasilnya. Memang barangnya tidak seberapa, hanya tas dan peralatan bayi. "Kami sama sekali tidak menemukan identitasnya, Pak!" Sahut salah satu polisi lainnya. Sontak saja mereka bertiga kaget dan keheranan. "Ko bisa tidak ada identitasnya sih?" ucap yongki dalam hatinya. "Jadi bagaimana dong, Pak? Kita tidak bisa menghubungi keluarganya kah?" ucap Reno cemas, sembari menggendong baby Kimmy yang sedang tertidur pulas. "Kamu tenang dulu dong, Ren," timpal Yongki. "Gimana mau tenang! Kasihan ini bayinya, gimana kalau dia bangun terus nangis nyari Ibunya?" sahut Reno geram. "Duhhh malang benar nasibmu, Nak!" "Tenang saja, Pak. Biar kami yang urus semuanya. Karena ini sudah tanggung jawab kami juga," tukas Pak polisi. "Tolong berikan saja alamat dan nomor HP yang bisa kami hubungi, untuk memastikan keluarga wanita ini. Jika sudah mendapatkan infonya, kami akan segera menghubungi kalian," tutur Pak Polisi. "Ya sudah Pak, saya percayakan semua ini kepada Bapak, ini nomor dan alamat saya, jika sudah ada titik terang tolong hubungi saya secepat mungkin," sambung Yongki sambil menyodorkan kartu namanya. "Baik, terima kasih Sodara Yongki, kami akan melakukannya sebaik mungkin," ucap pak Polisi sambil menerima kartu nama dari Yongki. "Terus ini babynya bagaimana?" sahut Dicka sambil menunjuk ke arah baby Kimmy yang sedang digendong Reno. Semua orang yang ada di pos keamanan mendadak terdiam. Mereka bingung seolah tidak ada yang berani untuk membawa baby itu. Entah akan dititipkan ke panti asuhan atau dibawa sama mereka bertiga. Namun hal ini mustahil karena mereka bertiga masih perjaka. Apa jadinya kalau mereka bertiga mengurus bayi itu bersama-sama? Pasti akan merepotkan sekali. Lagi pula mereka sudah punya pekerjaan masing-masing. Jadi, tidak bisa dibayangkan jika baby itu berada ditengah-tengah mereka bertiga. Repot... iyaa tentu saja pasti repot! "Ya sudah, kalau begitu, bagaimana kalau kita saja yang mengurus baby ini?" sahut Reno. " What! " Yongki kaget dengan ucapan Reno itu. Seolah tidak percaya jika Reno akan mengucapkan kalimat seperti itu. BERSAMBUNG
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD