''Semudah itu lo pergi, dan semudah itu juga lo minta maaf, dan semudah itu juga lo minta mengulang semuanya dari awal. Sedangkan Anna bersusah payah untuk melupakan lo, tapi lo balik dengan mudahnya,'' suara berat itu menyadarkan keduanya. Berdiri di hadapan mereka sambil bersedekap d**a.
Anna menggeram, tangannya terkepal kuat di samping, ''Atas asas apa lo bisa ngomong kayak gitu hah? Memangnya lo lupa, karena lo gue sama Bima jadi kayak gini?!''
Andi mengembangkan senyum iblisnya, ''Tentu gue ngak akan lupa Anna. Tapi sayangnya gue bukan seorang pengecut yang begitu saja pergi tanpa alasan. Apalagi ninggalin orang yang dia suka,'' nadanya sedikit menyindir.
Bima menatap Andi garang, ''Mau lo apa sih?''
Andi mengangkat satu alisnya, ''Memperjuangkan apa yang seharusnya gue perjuangkan.''
Bima mengepalkan tangannya, meninju perut Andi. Emosinya sudah tak terkendalikan. Satu tinjuan lagi mengenai ujung bibirnya.
Anna membulatkan matanya, ''EH UDAH ASTAGA. KALIAN TUH KAYAK ANAK KECIL DEH!'' Anna berusaha melerai keduanya. Menghentikan Bima yang masih terlelap dalam emosi.
Andi mengelap darah yang mengalir dengan ibu jarinya, tersenyum kecut. Lengannya membantunya untuk bertumpu.
''See, siapa yang pengecut?'' Kata Andi. Dia bangkit berdiri, menepuk celananya yang agak sedikit kotor. Lalu tangannya menarik lengan Anna. Membawa Anna menjauh dari Bima.
***
''Lo mah, kayak anak kecil aja deh, berantem segala,'' Anna membawa Andi ke UKS. Sejak tadi Andi memang merengek minta di obatin sama Anna, dengan berbagai macam alasan.
''Lah, kan gue yg di tonjokin. Kok lo ngebelain dia sih?'' Kata Andi sambim duduk di ranjang UKS.
Anna kembali, membawa kotak P3K di tangannya. Ia mengambil satu kapas lalu memberinya alkohol.
''Kalo gue ngebelain dia. Ngak mungkin gue sama lo di sini, suek!'' Anna menekan luka Andi.
''Lo gila ya? Ngak punya perasaan! Sakit tau!'' Ringisnya. Anna acuh tak acuh. Masa bodo, lagian siapa suruh. Dia sendiri yang mau kok.
''Lo udah tau ya, Bima mau balik?'' Kata Anna mengalihkan pembicaraan.
Andi menggeleng, ''Ngak. Gue ngak tahu sama sekali, lagian gue ngak perduli,''
''Lagian dia datang di saat yang tidak tepat,'' Anna membereskan peralatan P3K, lalu mengembalikannya ke tempat semula. Ia menyeret kursi, lalu duduk di kursi tersebut.
''Lo masih punya perasaan sama dia, Ann?'' Tanya Andi skeptis.
Anna mengangkat bahunya acuh tak acuh, ''Entah. Gue juga ngak tau perasaan gue ke dia gimana,''
''Kalau ke gue?''
***
''Der, kakak mau curhat dong,'' kata Anna kepada Dersa yang sedang menyantap cemilannya.
''Curhat aja kak,'' katanya.
''Orang di masa lalu kakak datang Der,'' kata Anna. Dersa menghentikan aktifitasnya.
''Masa lalu?''
Anna mengangguk, ''Iya, dia datang lagi.''
''Gue ngak ngerti awal dari ceritanya kak. Jadi kakak jelasin dulu deh,''
''Dia Bima. Orang yang kakak sukai dari kelas 5 SD. Dia juga suka kakak, kami saling melengkapi, tetapi kelakuan kakakmu tuh, mengubah segalanya,'' Ucap Anna, sambil mengubah posisinya menjadi tiduran.
Dersa mengangguk mengerti, ''Emang perasaan kakak sama dia udah beda?''
Anna menggeleng. ''Gue ngak tau Der, aneh aja gitu, gue yang dulunya deg-degan kalau di samping dia, gue yang dulu suka pucet sendiri kalau dia meluk gue, dan sekarang semua rasa itu ngak tau kemana. Biasa aja Der,''
Sekali lagi Dersa mengangguk paham, ''Itu artinya, lo udah ngak suka sama dia. Udah ada lelaki lain mungkin yang ada di hati lo,''
Anna tertegun, benar, perasaannya ke Bima memudar begitu saja, hilang entah kemana. Biasanya kalau ia ketemu Bima suka deg-gedan, keringat dingin, bahkan pucet. Tapi sekarang, ketika di pelum saja rasa nyaman itu hilang. Tetapi ada sesuatu yang mengganjal, kalau ia ketemu Andi, pasti selalu deg-degan.
''Terus gimana dong Der?'' Tanya Anna sekali lagi. Tangannya mengambil cemilan yang ada di tangan Dersa lalu melahapnya ganas.
''Kalau emang lo udah ngak punya rasa sama dia ya udah. Lo bisa kan, hanya sebatas teman aja sama dia. Kalau rasa itu masih ada, mungkin aja lo bisa kembali sama dia,'' kata Dersa, ''tapi kalau udah ada lelaki lain yang udah bikin lo deg-degan, berarti rasa suka lo sama Bima udah ngak ada.''
Anna tercengang. 'Kalau ada lelaki lain yang membuat lo deg-degan, berarti rasa suka sama lo sama Bima udah ngak ada' kata-kata itu mengalir deras di otaknya. Kalau Andi yang buat Anna deg-degan, apa itu artinya Anna suka sama Andi?
''Lo suka sama kakak gue ya, kak?'' Tanya Dersa tiba-tiba. Anna terdiam. Kalau di bilang iya, nanti kesalahan, kalau di bilang tidak, Anna memang punya rasa, sedikit sekali. Sedikit.
''Eh, i-itu g-gimana ya, gue juga binggung.'' Anna menggaruk tengkuknya.
Dersa menatapnya seringai, ''Lo suka ya? Gimana perasaan lo? Deg-degan gitu ngak?''
Anna mengangguk ragu. Nanti yang ada Dersa nge lapor ke Andi. Bisa-bisa ini menjadi topik hangat di sekolah.
''Nah! Berarti lo suka sama dia!'' Seru Dersa. Wajahnya berbinar.
''Gue juga ngak tau Der. Tapi, jangan bilang-bilang ya, ini cukup rahasia kita aja,'' kata Anna dengan wajah memohon.
Dersa mengangguk, ''Tenang aja. Gue dukung banget kalau lo sama kakak gue, bagaimana pun caranya, gue harus satuin kalian. Harus!''
Kata-kata Dersa membuat Anna tersenyum. Pipinya memanas, ia yakin sekarang pasti wajahnya seperti kepiting rebus.
***
''Hah!? Kenapa lo baru bilang sekarang sih. Yaudah gue ke rumah lo sekarang. Tunggu!'' Anna memutuskan sambungannya. Memakai pakaian rapihnya lalu beranjak keluar.
Baru saja ia ingin menghabiskan waktu liburannya di kamar dengan musik dan novel. Tetapi satu panggilan penting datang. Mau ngak mau dia harus datang. Demi Maria.
Anna turun ke lantai bawah. Mencari keberadaan kakaknya tetapi tidak ada. Anna menepuk dahinya, percuma saja ia cari, kakaknya itu ada jadwal pagi di kuliahnya hari ini. Mau ngak mau Anna harus mencari angkutan umum.
10 menit kemudian Anna sudah sampai di depan rumah Juna. Menunggu Juna membuka pintu dengan gelisah.
1 menit ia berdiri di depan pintu tetapi pintu tak kunjung di buka. Ketika Anna berniat untuk mengetuknya, untung saja Juna sudah membukanya.
''Cepetan masuk Ann, dia lagi di kamar. Dari semalem dia neriakin nama lo terus. Udah gue tenangin tapi tetep ngak bisa,'' kata Juna. Anna mengangguk, tak ingin berlama-lama, ia segera menaiki tangga, lalu menatap pintu biru sebagai tujuannya. Ia membuka pintu itu. Lalu melihat Maria sedang duduk di pinggir kasur. Memeluk kakinya sambil menenggelamkan kakinya, Anna merasakan hawa takut yang di rasakan Maria.
''Kak,'' kata Anna lirih. Hatinya terenyuh juga melihat Maria seperti ini.
Maria mendongak, matanya bengkak serta berair. Anna berlari, dia mulai terisak melihat Maria. Merengkuh Maria ke dalam pelukannya. Mengelus punggungnya perlahan, menenangkan Maria.
Maria kembali menangis, terisak dalam pelukan Anna. Mencekram kuat bahu Anna. Anna memang merasakan sakitnya, tetapi ia yakin, kalau rasa sakit Maria lebih besaf dari rasa sakitnya.
''Ann, a-a-aku ta-kut,'' kata Maria dalam isaknya. Anna semakin prihatin. Anna mengeratkan pelukannya.
''Kak, kakak ngak boleh takut, ada aku di sini kok. Kakak jangan takut yah,'' ucap Anna menenangkan.
''Tapi kamu ngak selamanya sama aku, Ann. Di saat kamu pergi, justru rasa takut itu datang,'' tangisnya mulai mereda. Anna merenggangkan pelukannya. Menangkup wajah Maria lalu menghapus air matanya.
''Ngak kak. Aku bakalan selalu ada di samping kakak. Kakak ngak sendiri kok, masih ada Juna, aku, kak Elang. Kakak ngak usah merasa kakak hidup hanya sendiri. Itu salah besar kak,'' kata Anna, ''itu sebabnya aku bilang, kakak harus bersosialisasi, biar kakak ngak merasa sendiri. Masih banyak orang yang sayang sama kakak, udah ya kak. Jangan nangis lagi kak, kakak jelek kalau lagi nangis,''
Maria tersenyum. Dia memeluk Anna kembali, lalu menuntun Anna untuk duduk di kasurnya.
''Aku mau cerita sama kamu, Ann,'' Kata Maria. Kedua tangannya terulur menggengam tangan Anna.
Anna mengangguk, ''Cerita aja kak. Berbagi sama aku,''
''Dulu, nama cowok itu Andi, Ann,'' kata Maria, ''aku cinta banget sama dia. Dia yang romantis, dan perhatian. Walau kakak tau, umur kakak sama dia beda jauh. Tapi kakak suka dia de. Dan dia begitu saja pergi ninggalin kakak,'' Maria meneteskan air matanya.
Anna terkaget-kaget. Tak mampu membalas perkataan Maria, tubuhnya meneggang.
''Ann, kok kamu diam aja?'' Tanya Maria.
''Eh, ngak kak. Jadi itu alasan kenapa kakak jadi kayak gini?''
Maria mengangguk.
Anna mendengus, ''Cinta bakalan tau, ke mana dia pergi, dan ke mana ia kembali. Kalau memang dia cinta kakak, dia pasti akan kembali. Kalau pun bukan, pasti Tuhan bakalan memberi lelaki yang lebih mencintai dan menghargai kakak.''
***