Kehilangan adalah jendela untuk pengikat dari jalinan sang kasih ketika memahami dan mengerti arti cinta itu sendiri.
Multiple sclerosis adalah gangguan saraf pada otak, mata, dan tulang belakang. Multiple sclerosis dapat menimbulkan gangguan pada penglihatan dan gerakan tubuh.
Saat terjadi multiple sclerosis, sistem kekebalan tubuh menyerang lapisan lemak yang melindungi serabut saraf (mielin). Hal ini menyebabkan gangguan komunikasi antara otak dan seluruh tubuh. Jika tidak segera ditangani, multiple sclerosis dapat menyebabkan penurunan atau kerusakan saraf permanen.
Multiple sclerosis lebih sering terjadi pada wanita dibandindingkan pria. Adapun tingkat keparahan serangan penyakit ini bervariasi dan menimbulkan efek yang berbeda pada setiap penderitanya.
Penyebab Multiple Sclerosis
Belum diketahui penyebab pasti dari multiple sclerosis, tetapi diduga penyebabnya adalah autoimun, yaitu ketika sistem kekebalan tubuh keliru menyerang jaringan tubuh sendiri.
Selain itu, kombinasi dari faktor genetik dan faktor lingkungan juga diduga dapat meningkatkan risiko terjadinya multiple sclerosis, di antaranya:
Berjenis kelamin wanita dan berusia antara 16-55 tahun
Memiliki keluarga yang pernah menderita multiple sclerosis
Pernah atau sedang menderita penyakit mononukleosis, penyakit tiroid, diabetes tipe 1, dan radang usus
Kurang mendapatkan paparan sinar matahari dan rendahnya kadar vitamin D dalam tubuh
Merokok
Gejala Multiple Sclerosis
Gejala multiple sclerosis dapat berbeda-beda, tergantung pada lokasi saraf yang terpengaruh. Multiple sclerosis dapat menyebabkan serangkaian gangguan gerak dan penglihatan, serta gejala-gejala lainnya.
Gangguan gerak
Multiple sclerosis dapat menyebabkan gangguan gerak berupa:
Lemah atau mati rasa di tungkai atau pada sisi tubuh tertentu
Kesulitan berjalan
Kesulitan menjaga keseimbangan
Sensasi seperti tersengat listrik yang terjadi akibat gerakan leher tertentu, terutama ketika menggerakkan leher ke depan (Lhermitte’s sign)
Tremor atau gemetar
Gangguan penglihatan
Gangguan penglihatan yang dapat terjadi akibat multiple sclerosis meliputi:
Kehilangan sebagian atau seluruh kemampuan penglihatan yang biasanya diikuti rasa sakit saat menggerakkan mata
Penglihatan ganda
Pandangan menjadi kabur
Selain gangguan bergerak dan gangguan melihat, penderita multiple sclerosis juga bisa merasakan beberapa gejala di bawah ini:
Pusing
Lemas
Sulit bicara
Rasa sakit dan kesemutan pada berbagai bagian tubuh
Gangguan pada kandung kemih, usus, atau organ seksual
Kapan harus ke dokter
Lakukan pemeriksaan ke dokter jika mengalami gejala multiple sclerosis, terutama jika pernah menderita infeksi yang berhubungan dengan multiple sclerosis, seperti penyakit mononukleosis.
Multiple sclerosis merupakan penyakit yang berkepanjangan. Oleh sebab itu, rutin berkonsultasi dengan dokter penting dilakukan agar perkembangan penyakit dan efektivitas pengobatan dapat diketahui.
Penderita penyakit autoimun, diabetes tipe 1, penyakit tiroid, atau radang usus lebih berisiko mengalami multiple sclerosis. Oleh sebab itu, penderita penyakit tersebut perlu rutin memeriksakan diri ke dokter untuk mencegah berkembangnya penyakit dan mendeteksi dini komplikasi dari penyakit yang dideritanya.
Diagnosis Multiple Sclerosis
Dokter akan menanyakan keluhan yang dialami pasien, menelusuri riwayat penyakit yang pernah diderita oleh pasien dan keluarganya, kemudian melakukan pemeriksaan fisik. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis.
Tidak ada tes spesifik yang dapat langsung memastikan bahwa seseorang terkena multiple sclerosis. Proses diagnosis dilakukan untuk menyingkirkan dugaan penyakit lain yang dapat menimbulkan gejala yang mirip dengan multiple sclerosis.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan berupa:
Tes darah, dengan mengambil sampel darah pasien untuk diperiksa di laboratorium
Lumbal pungsi, dengan mengambil sampel cairan tulang belakang untuk diteliti di laboratorium
Evoked potensial test, untuk merekam sinyal listrik yang dihasilkan oleh sistem saraf ketika merespons rangsangan
MRI, yaitu pemindaian yang digunakan untuk melihat adanya kelainan di otak atau saraf tulang belakang.
Pengobatan Multiple Sclerosis
Belum ada obat yang dapat menyembuhkan multiple sclerosis. Pengobatan yang ada sebatas untuk meredakan gejala dan mencegah kekambuhan penyakit.
Metode pengobatan multiple sclerosis tergantung pada keparahan gejalanya, seperti dijelaskan berikut ini:
Pengobatan untuk meredakan gejala
Beberapa bentuk pengobatan yang dapat diberikan oleh dokter untuk meredakan gejala multiple sclerosis adalah:
1. Obat-obatan
Dokter dapat memberikan obat kortikosteroid, seperti methylprednisolone dan prednisone, untuk mengurangi peradangan pada saraf akibat multiple sclerosis. Sedangkan untuk mengurangi kaku otot, dokter bisa memberikan obat pelemas otot, seperti baclofen dan tizanidine.
Sementara methylphenidate dan obat antidepresan diberikan untuk mengurangi rasa lelah.
2. Fisioterapi
Terapi fisik dan terapi okupasi dilakukan untuk meningkatkan kekuatan fisik pada pasien. Hal ini akan memudahkan pasien dalam menjalani kesehariannya.
3. Plasmapheresis
Dokter akan membuang plasma darah dalam tubuh pasien menggunakan alat khusus. Untuk mengganti plasma yang dibuang, dokter akan memasukkan cairan infus khusus, seperti albumin.
Pengobatan untuk mencegah kekambuhan
Pengobatan ini dilakukan untuk menangani multiple sclerosis yang kambuh. Dokter dapat memberikan suntik interferon beta untuk mengurangi frekuensi dan keparahan dari kambuhnya multiple sclerosis.
Selain memberikan beta interferon, ada obat lain yang juga dapat digunakan untuk mengurangi kekambuhan multiple sclerosis, yaitu fingolimod. Obat ini diminum satu kali sehari.
Beberapa penderita multiple sclerosis yang hanya mengalami gejala ringan tidak perlu mendapatkan pengobatan khusus.
Komplikasi Multiple Sclerosis
Multiple sclerosis dapat menimbulkan beberapa komplikasi, antara lain:
Depresi
Deep vein thrombosis
Epilepsi
Kelumpuhan
Pencegahan Multiple Sclerosis
Penelitian menunjukkan bahwa risiko multiple sclerosis dapat dikurangi dengan mengonsumsi makanan yang kaya akan vitamin D. Agar lebih jelas, konsultasikan dengan dokter mengenai hal ini.
Lakukan pemeriksaan kesehatan rutin ke dokter untuk mendeteksi multiple sclerosis sejak dini, terutama jika memiliki anggota keluarga yang menderita penyakit ini, dan pernah atau sedang menderita mononukleosis, penyakit tiroid, diabetes tipe 1, atau radang usus.
Bila Andalan seorang perokok, hentikan kebiasaan merokok tersebut. Selain mengandung banyak zat racun, rokok juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya multiple sclerosis.
Deep vein thrombosis atau DVT adalah kondisi terbentuknya gumpalan darah di pembuluh darah vena yang terletak jauh di dalam tubuh, biasanya di tungkai atau betis. Meski sering ditemukan di kaki, DVT juga terjadi pada pembuluh darah di bagian tubuh lain.
Gumpalan atau bekuan darah terbentuk ketika darah yang semula cair berubah menjadi seperti gel yang lebih padat melalui proses pembekuan darah (koagulasi). Proses ini merupakan mekanisme alami tubuh untuk menghentikan perdarahan saat cedera.
Namun, pada DVT atau trombosis vena dalam, penggumpalan darah terjadi tanpa cedera yang jelas dan justru dapat menyumbat aliran darah di vena dalam. Jika gumpalan darah terlepas dan terbawa aliran darah ke paru-paru, hal ini dapat mengakibatkan emboli paru, yang menyebabkan sesak napas parah, bahkan kematian.
Penyebab Deep Vein Thrombosis
DVT terjadi karena adanya kondisi yang memperlambat atau mengganggu aliran darah, atau menyebabkan darah menjadi lebih mudah menggumpal. Ada tiga faktor utama yang bisa menyebabkan terjadinya DVT, yaitu:
Kerusakan pada dinding pembuluh darah vena, termasuk pada chronic venous insufficiency
Gangguan aliran darah di pembuluh vena, seperti akibat tirah baring lama atau kurang gerak
Hiperkoagulabilitas, yaitu kondisi darah yang lebih mudah menggumpal
Faktor risiko deep vein thrombosis
Banyak kondisi yang bisa meningkatkan risiko terkena deep vein thrombosis, yang meliputi:
Berusia lebih dari 60 tahun
Merokok
Sedang hamil atau baru saja melahirkan
Mengonsumsi pil KB atau menjalani terapi hormon estrogen
Memiliki riwayat DVT atau emboli paru, baik pada diri sendiri maupun keluarga
Menjalani tirah baring atau lumpuh dalam waktu lama, atau mengalami penyakit yang menyebabkan tidak bisa bergerak
Berada dalam perjalanan jauh tanpa banyak bergerak, misalnya naik mobil, kereta, atau pesawat
Pernah menjalani operasi besar, misalnya penggantian lutut atau panggul
Mengalami cedera pada bagian bawah tubuh, seperti patah tulang paha, kaki, atau panggul
Menderita penyakit kronis, seperti serangan jantung, gagal jantung, kanker, atau obesitas, radang usus, atau berat badan berlebih
Menggunakan NAPZA bentuk suntik
Mengonsumsi obat kemoterapi
Mengalami kelainan genetik yang membuat darah mudah menggumpal, seperti Factor V Leiden, sindrom nefrotik, atau sindrom antifosfolipid
Menderita penyakit pembuluh darah, seperti varises atau vaskulitis
Terjadi penyempitan pada pembuluh darah belakang paha (popliteal artery entrapment syndrome atau PAES)
Gejala Deep Vein Thrombosis
Pada sebagian kasus, DVT tidak bergejala. Namun, jika timbul, keluhan yang mungkin terjadi antara lain:
Tungkai yang terdampak terasa hangat
Nyeri atau rasa berat di kaki yang memburuk saat berdiri atau berjalan
Bengkak pada salah satu kaki, terutama di betis
Kram yang biasanya dimulai di betis, terutama malam hari
Perubahan warna di kaki, menjadi pucat, kemerahan, atau lebih gelap
Ye-Rin yang kini menghubungi pihak dokter atau IGD rumah sakit Yamada Hitachi terdekat jika maupun orang terdekat mengalami gejala deep vein thrombosis, apalagi bila terjadi setelah lama duduk, menjalani operasi, atau sedang hamil.
Jika tidak segera ditangani, gumpalan darah dapat terlepas dan menyebabkan emboli paru, yaitu kondisi darurat yang gejalanya meliputi:
Batuk berdarah
Sesak napas mendadak
Nyeri d**a yang memburuk saat batuk atau menarik napas panjang
Pusing berat sampai terasa akan pingsan
Jantung berdebar cepat
Diagnosis Deep Vein Thrombosis
Untuk mendiagnosis deep vein thrombosis, dokter akan menanyakan gejala dan penyakit yang pernah maupun sedang diderita pasien. Selanjutnya, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik di bagian tubuh yang sakit dan bengkak.
Jika diperlukan, dokter akan menjalankan pemeriksaan penunjang, seperti:
Tes darah, untuk mengukur kadar D-dimer, yaitu protein yang terbentuk ketika gumpalan darah terurai di dalam aliran darah
USG Doppler, untuk melihat apakah ada sumbatan pada aliran darah vena
Venografi, untuk mencari letak aliran darah yang tersumbat akibat gumpalan darah
MRI, untuk melihat gambaran menyeluruh pada pembuluh darah vena dan jaringan sekitarnya
Pengobatan Deep Vein Thrombosis
Pengobatan DVT bertujuan untuk mencegah pembesaran gumpalan darah, serta menurunkan risiko terjadinya emboli paru dan kekambuhan deep vein thrombosis. Metode pengobatannya antara lain:
1. Obat-obatan
Obat-obatan yang dapat diberikan kepada pasien DVT adalah antikoagulan, seperti:
Heparin
Warfarin, misalnya Notisil
Rivaroxaban, seperti Xarelto
Apixaban
Edoxaban, misalnya Lixiana
2. Filter vena cava
Jika pemberian obat tidak efektif atau pasien tidak boleh menggunakan antikoagulan, dokter bisa memasang filter di vena cava pada pembuluh darah besar yang ada di perut. Manfaatnya adalah untuk mencegah gumpalan darah masuk ke paru-paru.
Filter akan dipasang sementara karena penggunaan dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko terjadinya DVT baru.
3. Stoking kompresi
Stoking kompresi digunakan untuk mengurangi bengkak dan mencegah komplikasi jangka panjang, seperti sindrom pascatrombosis. Jenis stocking ini biasanya digunakan setiap hari selama minimal 2 tahun.
4. Trombektomi
Operasi dilakukan bila gumpalan darah sangat besar dan menyebabkan kerusakan jaringan. Prosedur ini melibatkan pengangkatan gumpalan darah dari pembuluh vena, bisa dengan bantuan balon khusus.
Komplikasi Deep Vein Thrombosis
DVT yang tidak ditangani dengan cepat dan tepat menyebabkan komplikasi, seperti:
Emboli paru, yaitu penyumbatan pembuluh darah di arteri paru-paru akibat menyebabkan gumpalan darah yang lepas dari tungkai
Sindrom pascatrombosis (PTS), yakni gangguan sirkulasi darah di vena akibat kerusakan katup pembuluh darah, yang menimbulkan bengkak, nyeri kronis, dan perubahan warna kulit
Pencegahan Deep Vein Thrombosis
Deep vein thrombosis akibat kelainan genetik sulit untuk dicegah. Namun, Anda dapat menurunkan risiko terkena DVT yang disebabkan oleh kondisi atau penyakit lain, dengan upaya berikut:
Usahakan untuk tetap menggerakkan tungkai atau berjalan jika memungkinkan, terutama setelah menjalani tirah baring dalam waktu yang lama.
Lakukan peregangan dan berjalan-jalan sesekali ketika melakukan perjalanan jauh atau duduk terlalu lama.
Minumlah obat antikoagulan sesuai resep dokter untuk mengurangi risiko DVT jika baru saja menjalani operasi.
Terapkan pola hidup sehat, seperti tidak merokok, mengonsumsi makanan bergizi seimbang, mempertahankan berat badan ideal, serta rutin berolahraga.