Mentality

1736 Words
Kehilangan adalah jendela untuk pengikat dari jalinan sang kasih ketika memahami dan mengerti arti cinta itu sendiri. Multiple sclerosis adalah gangguan saraf pada otak, mata, dan tulang belakang. Multiple sclerosis dapat menimbulkan gangguan pada penglihatan dan gerakan tubuh. Saat terjadi multiple sclerosis, sistem kekebalan tubuh menyerang lapisan lemak yang melindungi serabut saraf (mielin). Hal ini menyebabkan gangguan komunikasi antara otak dan seluruh tubuh. Jika tidak segera ditangani, multiple sclerosis dapat menyebabkan penurunan atau kerusakan saraf permanen. Multiple sclerosis lebih sering terjadi pada wanita dibandindingkan pria. Adapun tingkat keparahan serangan penyakit ini bervariasi dan menimbulkan efek yang berbeda pada setiap penderitanya. Penyebab Multiple Sclerosis Belum diketahui penyebab pasti dari multiple sclerosis, tetapi diduga penyebabnya adalah autoimun, yaitu ketika sistem kekebalan tubuh keliru menyerang jaringan tubuh sendiri. Selain itu, kombinasi dari faktor genetik dan faktor lingkungan juga diduga dapat meningkatkan risiko terjadinya multiple sclerosis, di antaranya: Berjenis kelamin wanita dan berusia antara 16-55 tahun Memiliki keluarga yang pernah menderita multiple sclerosis Pernah atau sedang menderita penyakit mononukleosis, penyakit tiroid, diabetes tipe 1, dan radang usus Kurang mendapatkan paparan sinar matahari dan rendahnya kadar vitamin D dalam tubuh Merokok Gejala Multiple Sclerosis Gejala multiple sclerosis dapat berbeda-beda, tergantung pada lokasi saraf yang terpengaruh. Multiple sclerosis dapat menyebabkan serangkaian gangguan gerak dan penglihatan, serta gejala-gejala lainnya. Gangguan gerak Multiple sclerosis dapat menyebabkan gangguan gerak berupa: Lemah atau mati rasa di tungkai atau pada sisi tubuh tertentu Kesulitan berjalan Kesulitan menjaga keseimbangan Sensasi seperti tersengat listrik yang terjadi akibat gerakan leher tertentu, terutama ketika menggerakkan leher ke depan (Lhermitte’s sign) Tremor atau gemetar Gangguan penglihatan Gangguan penglihatan yang dapat terjadi akibat multiple sclerosis meliputi: Kehilangan sebagian atau seluruh kemampuan penglihatan yang biasanya diikuti rasa sakit saat menggerakkan mata Penglihatan ganda Pandangan menjadi kabur Selain gangguan bergerak dan gangguan melihat, penderita multiple sclerosis juga bisa merasakan beberapa gejala di bawah ini: Pusing Lemas Sulit bicara Rasa sakit dan kesemutan pada berbagai bagian tubuh Gangguan pada kandung kemih, usus, atau organ seksual Kapan harus ke dokter Lakukan pemeriksaan ke dokter jika mengalami gejala multiple sclerosis, terutama jika pernah menderita infeksi yang berhubungan dengan multiple sclerosis, seperti penyakit mononukleosis. Multiple sclerosis merupakan penyakit yang berkepanjangan. Oleh sebab itu, rutin berkonsultasi dengan dokter penting dilakukan agar perkembangan penyakit dan efektivitas pengobatan dapat diketahui. Penderita penyakit autoimun, diabetes tipe 1, penyakit tiroid, atau radang usus lebih berisiko mengalami multiple sclerosis. Oleh sebab itu, penderita penyakit tersebut perlu rutin memeriksakan diri ke dokter untuk mencegah berkembangnya penyakit dan mendeteksi dini komplikasi dari penyakit yang dideritanya. Diagnosis Multiple Sclerosis Dokter akan menanyakan keluhan yang dialami pasien, menelusuri riwayat penyakit yang pernah diderita oleh pasien dan keluarganya, kemudian melakukan pemeriksaan fisik. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis. Tidak ada tes spesifik yang dapat langsung memastikan bahwa seseorang terkena multiple sclerosis. Proses diagnosis dilakukan untuk menyingkirkan dugaan penyakit lain yang dapat menimbulkan gejala yang mirip dengan multiple sclerosis. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan berupa: Tes darah, dengan mengambil sampel darah pasien untuk diperiksa di laboratorium Lumbal pungsi, dengan mengambil sampel cairan tulang belakang untuk diteliti di laboratorium Evoked potensial test, untuk merekam sinyal listrik yang dihasilkan oleh sistem saraf ketika merespons rangsangan MRI, yaitu pemindaian yang digunakan untuk melihat adanya kelainan di otak atau saraf tulang belakang. Pengobatan Multiple Sclerosis Belum ada obat yang dapat menyembuhkan multiple sclerosis. Pengobatan yang ada sebatas untuk meredakan gejala dan mencegah kekambuhan penyakit. Metode pengobatan multiple sclerosis tergantung pada keparahan gejalanya, seperti dijelaskan berikut ini: Pengobatan untuk meredakan gejala Beberapa bentuk pengobatan yang dapat diberikan oleh dokter untuk meredakan gejala multiple sclerosis adalah: 1. Obat-obatan Dokter dapat memberikan obat kortikosteroid, seperti methylprednisolone dan prednisone, untuk mengurangi peradangan pada saraf akibat multiple sclerosis. Sedangkan untuk mengurangi kaku otot, dokter bisa memberikan obat pelemas otot, seperti baclofen dan tizanidine. Sementara methylphenidate dan obat antidepresan diberikan untuk mengurangi rasa lelah. 2. Fisioterapi Terapi fisik dan terapi okupasi dilakukan untuk meningkatkan kekuatan fisik pada pasien. Hal ini akan memudahkan pasien dalam menjalani kesehariannya. 3. Plasmapheresis Dokter akan membuang plasma darah dalam tubuh pasien menggunakan alat khusus. Untuk mengganti plasma yang dibuang, dokter akan memasukkan cairan infus khusus, seperti albumin. Pengobatan untuk mencegah kekambuhan Pengobatan ini dilakukan untuk menangani multiple sclerosis yang kambuh. Dokter dapat memberikan suntik interferon beta untuk mengurangi frekuensi dan keparahan dari kambuhnya multiple sclerosis. Selain memberikan beta interferon, ada obat lain yang juga dapat digunakan untuk mengurangi kekambuhan multiple sclerosis, yaitu fingolimod. Obat ini diminum satu kali sehari. Beberapa penderita multiple sclerosis yang hanya mengalami gejala ringan tidak perlu mendapatkan pengobatan khusus. Komplikasi Multiple Sclerosis Multiple sclerosis dapat menimbulkan beberapa komplikasi, antara lain: Depresi Deep vein thrombosis Epilepsi Kelumpuhan Pencegahan Multiple Sclerosis Penelitian menunjukkan bahwa risiko multiple sclerosis dapat dikurangi dengan mengonsumsi makanan yang kaya akan vitamin D. Agar lebih jelas, konsultasikan dengan dokter mengenai hal ini. Lakukan pemeriksaan kesehatan rutin ke dokter untuk mendeteksi multiple sclerosis sejak dini, terutama jika memiliki anggota keluarga yang menderita penyakit ini, dan pernah atau sedang menderita mononukleosis, penyakit tiroid, diabetes tipe 1, atau radang usus. Bila Andalan seorang perokok, hentikan kebiasaan merokok tersebut. Selain mengandung banyak zat racun, rokok juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya multiple sclerosis. Deep vein thrombosis atau DVT adalah kondisi terbentuknya gumpalan darah di pembuluh darah vena yang terletak jauh di dalam tubuh, biasanya di tungkai atau betis. Meski sering ditemukan di kaki, DVT juga terjadi pada pembuluh darah di bagian tubuh lain. Gumpalan atau bekuan darah terbentuk ketika darah yang semula cair berubah menjadi seperti gel yang lebih padat melalui proses pembekuan darah (koagulasi). Proses ini merupakan mekanisme alami tubuh untuk menghentikan perdarahan saat cedera. Namun, pada DVT atau trombosis vena dalam, penggumpalan darah terjadi tanpa cedera yang jelas dan justru dapat menyumbat aliran darah di vena dalam. Jika gumpalan darah terlepas dan terbawa aliran darah ke paru-paru, hal ini dapat mengakibatkan emboli paru, yang menyebabkan sesak napas parah, bahkan kematian. Penyebab Deep Vein Thrombosis DVT terjadi karena adanya kondisi yang memperlambat atau mengganggu aliran darah, atau menyebabkan darah menjadi lebih mudah menggumpal. Ada tiga faktor utama yang bisa menyebabkan terjadinya DVT, yaitu: Kerusakan pada dinding pembuluh darah vena, termasuk pada chronic venous insufficiency Gangguan aliran darah di pembuluh vena, seperti akibat tirah baring lama atau kurang gerak Hiperkoagulabilitas, yaitu kondisi darah yang lebih mudah menggumpal Faktor risiko deep vein thrombosis Banyak kondisi yang bisa meningkatkan risiko terkena deep vein thrombosis, yang meliputi: Berusia lebih dari 60 tahun Merokok Sedang hamil atau baru saja melahirkan Mengonsumsi pil KB atau menjalani terapi hormon estrogen Memiliki riwayat DVT atau emboli paru, baik pada diri sendiri maupun keluarga Menjalani tirah baring atau lumpuh dalam waktu lama, atau mengalami penyakit yang menyebabkan tidak bisa bergerak Berada dalam perjalanan jauh tanpa banyak bergerak, misalnya naik mobil, kereta, atau pesawat Pernah menjalani operasi besar, misalnya penggantian lutut atau panggul Mengalami cedera pada bagian bawah tubuh, seperti patah tulang paha, kaki, atau panggul Menderita penyakit kronis, seperti serangan jantung, gagal jantung, kanker, atau obesitas, radang usus, atau berat badan berlebih Menggunakan NAPZA bentuk suntik Mengonsumsi obat kemoterapi Mengalami kelainan genetik yang membuat darah mudah menggumpal, seperti Factor V Leiden, sindrom nefrotik, atau sindrom antifosfolipid Menderita penyakit pembuluh darah, seperti varises atau vaskulitis Terjadi penyempitan pada pembuluh darah belakang paha (popliteal artery entrapment syndrome atau PAES) Gejala Deep Vein Thrombosis Pada sebagian kasus, DVT tidak bergejala. Namun, jika timbul, keluhan yang mungkin terjadi antara lain: Tungkai yang terdampak terasa hangat Nyeri atau rasa berat di kaki yang memburuk saat berdiri atau berjalan Bengkak pada salah satu kaki, terutama di betis Kram yang biasanya dimulai di betis, terutama malam hari Perubahan warna di kaki, menjadi pucat, kemerahan, atau lebih gelap Ye-Rin yang kini menghubungi pihak dokter atau IGD rumah sakit Yamada Hitachi terdekat jika maupun orang terdekat mengalami gejala deep vein thrombosis, apalagi bila terjadi setelah lama duduk, menjalani operasi, atau sedang hamil. Jika tidak segera ditangani, gumpalan darah dapat terlepas dan menyebabkan emboli paru, yaitu kondisi darurat yang gejalanya meliputi: Batuk berdarah Sesak napas mendadak Nyeri d**a yang memburuk saat batuk atau menarik napas panjang Pusing berat sampai terasa akan pingsan Jantung berdebar cepat Diagnosis Deep Vein Thrombosis Untuk mendiagnosis deep vein thrombosis, dokter akan menanyakan gejala dan penyakit yang pernah maupun sedang diderita pasien. Selanjutnya, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik di bagian tubuh yang sakit dan bengkak. Jika diperlukan, dokter akan menjalankan pemeriksaan penunjang, seperti: Tes darah, untuk mengukur kadar D-dimer, yaitu protein yang terbentuk ketika gumpalan darah terurai di dalam aliran darah USG Doppler, untuk melihat apakah ada sumbatan pada aliran darah vena Venografi, untuk mencari letak aliran darah yang tersumbat akibat gumpalan darah MRI, untuk melihat gambaran menyeluruh pada pembuluh darah vena dan jaringan sekitarnya Pengobatan Deep Vein Thrombosis Pengobatan DVT bertujuan untuk mencegah pembesaran gumpalan darah, serta menurunkan risiko terjadinya emboli paru dan kekambuhan deep vein thrombosis. Metode pengobatannya antara lain: 1. Obat-obatan Obat-obatan yang dapat diberikan kepada pasien DVT adalah antikoagulan, seperti: Heparin Warfarin, misalnya Notisil Rivaroxaban, seperti Xarelto Apixaban Edoxaban, misalnya Lixiana 2. Filter vena cava Jika pemberian obat tidak efektif atau pasien tidak boleh menggunakan antikoagulan, dokter bisa memasang filter di vena cava pada pembuluh darah besar yang ada di perut. Manfaatnya adalah untuk mencegah gumpalan darah masuk ke paru-paru. Filter akan dipasang sementara karena penggunaan dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko terjadinya DVT baru. 3. Stoking kompresi Stoking kompresi digunakan untuk mengurangi bengkak dan mencegah komplikasi jangka panjang, seperti sindrom pascatrombosis. Jenis stocking ini biasanya digunakan setiap hari selama minimal 2 tahun. 4. Trombektomi Operasi dilakukan bila gumpalan darah sangat besar dan menyebabkan kerusakan jaringan. Prosedur ini melibatkan pengangkatan gumpalan darah dari pembuluh vena, bisa dengan bantuan balon khusus. Komplikasi Deep Vein Thrombosis DVT yang tidak ditangani dengan cepat dan tepat menyebabkan komplikasi, seperti: Emboli paru, yaitu penyumbatan pembuluh darah di arteri paru-paru akibat menyebabkan gumpalan darah yang lepas dari tungkai Sindrom pascatrombosis (PTS), yakni gangguan sirkulasi darah di vena akibat kerusakan katup pembuluh darah, yang menimbulkan bengkak, nyeri kronis, dan perubahan warna kulit Pencegahan Deep Vein Thrombosis Deep vein thrombosis akibat kelainan genetik sulit untuk dicegah. Namun, Anda dapat menurunkan risiko terkena DVT yang disebabkan oleh kondisi atau penyakit lain, dengan upaya berikut: Usahakan untuk tetap menggerakkan tungkai atau berjalan jika memungkinkan, terutama setelah menjalani tirah baring dalam waktu yang lama. Lakukan peregangan dan berjalan-jalan sesekali ketika melakukan perjalanan jauh atau duduk terlalu lama. Minumlah obat antikoagulan sesuai resep dokter untuk mengurangi risiko DVT jika baru saja menjalani operasi. Terapkan pola hidup sehat, seperti tidak merokok, mengonsumsi makanan bergizi seimbang, mempertahankan berat badan ideal, serta rutin berolahraga.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD