02. Nasib Buruk Kevin!

1998 Words
Buk! "Aduh," gumam Kevin terkejut saat tiba-tiba kepalanya menghantam kaca mobil. Mimpi indahnya hilang sudah seketika. Matanya kemudian terbuka perlahan dan langsung melotot kaget. Tempat apa ini? Gelap sekali. "Hey, ada di mana kita?" tanya Kevin kurang ajar pada supir pribadi ayahnya. Usia Pak Dudi—supir pribadi ayah Kevin—mungkin lebih tua dari Kenan. Sayang, Kevin benar-benar tidak mempedulikan hal itu. Pak Dudi mengangguk maklum lalu menjawab, "Sedang dalam perjalanan, Tuan Muda," Kevin mengangguk paham. Namun, ia kembali bertanya saat sadar bahwa hampir berjam-jam ia berada di dalam mobil. Ia heran sejauh apa desa yang akan dituju? "Kapan sampai?" tanya Kevin menuntut. Ia sudah lelah duduk terus-menerus. Ia tidak bisa bermain ponsel karena baterainya telah habis. Ah, Kevin benar-benar bosan. Pasalnya, mobil yang ayahnya gunakan bukanlah mobil modern seperti miliknya di kota. Melainkan hanya mobil keluaran lama yang menurut ayahnya cocok menempuh medan pedesaan. Jadi, tidak ada musik selama perjalanan. "Sebentar lagi, Tuan Muda." Pak Dudi tersenyum. Kevin turut tersenyum lebar. Ah, ia ingin segera merebahkan diri di kasur empuk yang katanya sudah disediakan. "Sekitar satu setengah jam lagi," lanjut Pak Dudi membuat Kevin menjatuhkan rahangnya dramatis. "Gila, lama banget!" ucap Kevin membuat Pak Dudi menggelengkan kepalanya. Sepertinya, ia harus mengingatkan Kevin agar menjaga sikap. Entah Kevin terima atau tidak, dia akan tetap mencoba. Kevin pun memilih untuk memejamkan matanya kembali. Mencoba tertidur selama perjalanan. Hampir satu jam kemudian, terjadi guncangan hebat. Dug! Dug! Dug! Bruk! Dug! Dug! Dug! Buk! Ciitttt! "Heh, Pak!" teriak Kevin histeris saat terbangun dari tidurnya. Mobilnya tiba-tiba melewati bebatuan yang sangat banyak membuat Kevin berpegangan erat pada jok mobilnya. Belum lagi, Pak Dudi tiba-tiba memberhentikan mobilnya sehingga menimbulkan bunyi yang sangat nyaring di telinga Kevin. Kevin menyentuh dadanya yang berdetak kencang. Ah, jantungnya pasti terkejut mengalami hal ini. Tubuhnya bahkan sampai terangkat beberapa kali dari kursi karena bebatuan tersebut. Kepalanya juga menabrak bagian atas mobil dua kali. Ia pun menengok pada Pak Dudi yang tampak terengah-engah. Mengendarai mobil dengan medan yang curam seperti ini memang menguras tenaga. Salah sedikit, nyawa yang menjadi taruhannya. "Pak?" tanya Kevin pelan. Ia masih terkejut dan bingung ingin melakukan apa. Sedari tadi yang ia lakukan hanya memegang d**a sambil membuka mulutnya. Ia menganga. Pak Dudi menatap dengan bersalah wajah Kevin. Ia ditugaskan untuk mengantarkan Kevin agar selamat sampai tujuan, tetapi apa ini? Ia bahkan hampir membuat anak dari majikannya celaka. "Maaf Tuan Muda. Saya benar-benar meminta maaf." Kevin yang masih berada dalam mode terkejut pun hanya mengangguk. Jika tidak, mungkin ia sudah mengomel hingga sampai di tujuan. "Ayo, jalan lagi, Pak. Udah mau rebahan, nih!" Pak Dudi mengangguk. Namun, saat ia mencoba untuk menyalakan mobilnya ternyata tidak berhasil. Mobil itu tetap tidak ingin menyala. Seketika rasa panik menghinggapi Pak Dudi. Dengan cepat ia pun keluar dari mobil sambil membawa senter. Kevin yang mengetahui hal itu pun merasa heran. Ia memilih untuk tetap diam di dalam mobil. Mungkin saja Pak Dudi sedang mengecek ban mobil, begitu pikirnya. Namun, rasa heran Kevin pun muncul saat Pak Dudi tak lekas memasuki mobil. Akhirnya, ia memutuskan untuk keluar dan menghampiri Pak Dudi. "Ada apa, Pak?" tanya Kevin. Pak Dudi menjawab dengan menunduk, "Mobilnya mati, Tuan." "HAH?!!" *** "Gue nasibnya buruk banget! Buruk seburuk-buruknya!" pekik Kevin kesal. Bagaimana ia tidak memekik, sekarang ia harus mendorong mobil bersama Pak Dudi karena mobilnya benar-benar mati dan tidak bisa dijalankan. Setidaknya, mereka harus berhasil melewati jalur bebatuan ini. "Tuan Muda, jangan mengumpat. Nanti ada yang enggak terima," peringat Pak Dudi sambil terus fokus mendorong mobil. Kevin mendelik tak suka. Jangan mengumpat?! Ouh, ayolah. Ia sepertinya memang ditakdirkan untuk tertimpa nasib buruk semenjak ayahnya menugaskannya di desa. "Siapa yang enggak terima?! Bapak, ya?!" tuduh Kevin membuat Pak Dudi mengelus dadanya. Ada-ada saja. "Bukan, Tuan Muda. Penunggu di sini yang enggak terima," himbaunya sambil mengecilkan suaranya. Kevin berhenti mendorong sejenak dan menatap Pak Dudi dengan bingung. "Kevin enggak paham." Mendengar hal itu, Pak Dudi turut berhenti mendorong dan mendekatkan tubuhnya pada Kevin."Tuan Muda pasti sudah tidak asing dengan yang namanya hantu, kan?" tebaknya membuat Kevin mengangguk pelan. "Nah, mereka itu penunggu di daerah sini, Tuan Muda," himbau Pak Dudi pada Kevin. "Kevin enggak percaya," timpalnya. Pak Dudi hanya mengedikkan bahunya tak peduli. Yang terpenting ia sudah memberi tahu. Perihal diterima atau tidak, terserah Kevin. Perjalanan mereka pun terus berlanjut dengan Kevin dan Pak Dudi yang senantiasa mendorong mobil. Di saat jalan bebatuan telah berhasil mereka lalui, Pak Dudi pun mulai mencoba untuk menyalakan mobil. Namun, Kevin secara tiba-tiba mengatakan bahwa ia ingin buang air kecil membuat Pak Dudi kelimpungan seketika. "Pak, Kevin udah enggak tahan, nih!" dumel Kevin sambil menekuk wajahnya. "Aduh, Tuan Muda! Sabar sedikit, ya? Sebentar lagi sampai ini," pinta Pak Dudi yang dijawab gelengan kepala oleh Kevin. Ia benar-benar sudah tidak tahan. Tugas yang diberikan ayahnya kali ini sangat menyiksa. Perjalanan dengan mobil berjam-jam, terguncang karena melewati bebatuan, dan terakhir mobil tua yang tak enak ditumpangi ini mogok seketika. Lengkap sudah. "Kevin mau buang air di semak-semak aja!" putus Kevin membuat Pak Dudi melotot kaget. Benar-benar Kevin ini. Bertindak sesuka hati. "Jangan, Tuan Muda!" cegah Pak Dudi sambil menarik Kevin yang mulai beranjak ke semak-semak. "Apaan, sih?! Mau buang air aja enggak boleh!" tolak Kevin. Tanpa mempedulikan Pak Dudi, Kevin lekas menuju semak-semak. Belum sampai Kevin di semak-semak, mobil tua yang tadinya mogok itu tiba-tiba menyala seketika membuat Kevin dan Pak Dudi melotot kaget. Mereka benar-benar terkejut. Padahal, beberapa waktu yang lalu mobil ini benar-benar tidak bisa dinyalakan. Dan lagipula, siapa yang menyalakan mobilnya? Mereka berdua sedang berada di luar. Tanpa menunggu lama, Kevin dan Pak Dudi lekas berlari memasuki mobil dan menjalankannya. Ouh, tidak! Ini pertanda buruk. Bulu kuduk Kevin meremang saat ini. "Pak, cepat, Pak!" desak Kevin sambil berpegangan pada pundak Pak Dudi yang sedang mengendarai mobil seperti orang kesetanan. "I—iya, Tuan!" jawab Pak Dudi tak kalah panik. Semua ini karena Kevin yang tak mau menuruti ucapannya. Sebenarnya mereka beruntung, sih! Setidaknya tidak perlu berjalan lagi hingga ke tempat tujuan. Pada dasarnya, mereka sama-sama kurang bersyukur. Selalu berpikiran negatif tanpa menelisik sisi positif. Sebenarnya, entah di mana pun kita berada, kita harus tetap menjaga sikap. Baik ucapan dan perbuatan. Bukan hanya perihal ada atau tidaknya penunggu di tempat tersebut, melainkan karena kita mempunyai tanggung jawab untuk menghargai diri sendiri dan orang lain. Menghargai diri sendiri bukanlah perkara yang sulit. Ini bahkan termasuk hal yang mudah, tetapi banyak orang terkadang tidak peduli. Mereka mengabaikan harga diri mereka yang mungkin saja akan terinjak oleh perbuatan mereka sendiri. Sementara itu, kita mempunyai tanggung jawab untuk membina diri kita sendiri. Setelah menempuh perjalanan sekitar dua puluh menit, Kevin pun tiba di tempat tujuan. Sayang, rasa lelah Kevin justru bertambah saat ia telah tiba di rumah yang ayahnya siapkan. Mulutnya menganga lebar diikuti hatinya yang nelangsa. Pak Dudi yang berada di sampingnya pun hanya dapat menatap sedih. Turut bersedih atas nasib Kevin. Jika saja ia bukan seorang pria, pasti ia sudah menangis histeris melihat rumah yang akan ditinggalinya selama satu tahun itu. Ya, Kenan memerintahkan Kevin untuk bertugas di desa selama satu tahun. Kevin merasa bahwa ayahnya mengirimnya ke desa bukan dalam rangka bertugas, tetapi dalam rangka menyiksa. Benar-benar menyiksa. "Tuan, mari masuk!" ajak Pak Dudi sambil berjalan mendahului Kevin yang tampak mengenaskan. Tubuh dipenuhi keringat, baju sudah tak terpasang rapih, dan terakhir rambutnya yang sudah seperti orang gila. Kevin seperti habis memasuki arena gulat! Akhirnya, Kevin mengikuti Pak Dudi yang sudah masuk ke dalam. Matanya semakin menatap nelangsa pada keadaan rumah yang bisa dibilang jauh dari kondisi rumahnya di kota. Kenan bilang semua fasilitas lengkap, lalu apa ini?! Ih, pendingin ruangan saja tak ada! Ah, Kevin masih berharap agar kamarnya bisa lebih baik dari bagian rumah yang lain. Ada karpet berbulu, ada kasur empuk, dan terakhir ada walk in closet. Ya, ia harap. Sayang, harapan hanyalah sekedar harapan. Karena nyatanya hal-hal yang ia impikan tidak ada. Hanya ada sebuah kasur kapuk dengan kayu jati sebagai penopangnya dan sebuah lemari kayu kuno. Demi apa pun, ini sangat jauh dari ekspetasi Kevin selama ini! "Demi apa?! Ini kamar atau gudang, sih?!" dumel Kevin sambil menghentak-hentakkan kakinya ke lantai. "Gila aja, kamar ini bahkan jauh lebih kecil dari kamar mandi gue!" komentar Kevin saat melihat kamarnya. Mukanya sudah benar-benar masam sekarang. Tak ada kebahagiaan yang ia dapat di sini. Sepertinya. Baru saja Kevin ingin mendekati kasur, tetapi rasa buang air yang sempat hilang tiba-tiba itu mendadak muncul. Dengan sedikit berlari, Kevin mencari di setiap sudut kamar. Ia mencari kamar mandi. Naas, ia tidak berhasil menemukannya. Tak tahan lagi, Kevin pun berlari keluar kamar dan bertanya pada Pak Dudi yang tengah membereskan dapur. "Pak, kamar mandi di mana?!" tanya Kevin tergesa-gesa. Demi apa pun, ia sudah tak dapat menahannya lagi. "Hah?" gumam Pak Dudi terkejut. Bagaimana tidak, Kevin mendadak datang dengan tergesa-gesa sehingga mengejutkan dirinya yang tengah sibuk membereskan dapur. Ia kira Kevin akan langsung tertidur begitu sampai di kamar. Namun nyatanya, anak dari majikannya itu masih saja mencari kamar kecil. "Duh, lama! Kamar mandi ada di mana? Udah enggak tahan, nih!" ketus Kevin membuat Pak Dudi lekas mengantarnya. "Ini kenapa malah keluar, sih?!" tanya Kevin heran saat menyadari bahwa Pak Dudi justru membawanya ke luar rumah. Lebih tepatnya halaman belakang rumah. "Mau ke kamar mandi, kan?" tanya Pak Dudi balik. Kevin mengangguk membenarkan. "Iya, sih!" jawabnya. "Nah, kamar mandinya ada di sini!" cetus Pak Dudi membuat Kevin membelalakkan matanya. Apa tadi?! Kamar mandinya berada di luar? Luar? Luar?! Buruk seburuk-buruknya nasib Kevin! Kevin benar-benar harus mengalami hal ini dengan penuh kesusahan! . "Loh, di luar Pak?!" protes Kevin. Pak Dudi mengangguk sekali. "Iya, di luar. Soalnya yang di dalam belum bisa digunakan airnya. Jadi, pakai yang di luar dulu. Paling beberapa hari lagi baru bisa dipakai." Kevin mengelus dadanya. Pasrah. "Yaudah," putus Kevin pelan. Pak Dudi pun mengantarkan Kevin dan menunggunya selesai buang air. Sambil menunggu Kevin selesai, Pak Dudi berusaha membenarkan lampu yang berada di sekitar kamar mandi. "Pak, lagi ngapain, sih?!" teriak Kevin membuat Pak Dudi terkejut. Setelahnya, Pak Dudi pun meminta maaf pada Kevin karena sudah salah mematikan lampu. Ia justru mematikan lampu kamar mandi yang sedang dipakai oleh Kevin . "Maaf, Tuan. Enggak sengaja," mohon Pak Dudi membuat Kevin mendengus. "Sudah selesai, Tuan?" tanya Pak Dudi yang mendapat jawaban ketus dari Kevin. "Udah!" Setelah itu, Kevin beranjak menuju dapur dan mengambil dua bungkus roti isi keju kesukaannya. Perutnya sangat keroncongan saat ini. Ia benar-benar butuh untuk mengisi tenaga. Setelah berjam-jam ia terlunta-lunta, kini ia bisa sedikit tenang. Hanya sedikit, sedikit! Ingat itu! Ah, Kevin lupa. Sepertinya ia harus mandi setelah ini. Kevin pun beranjak menuju kamar. Dengan cepat ia mengambil pakaiannya dan bergegas ke kamar mandi. Selama perjalanan, bulu kuduk Kevin meremang. Tak ada Pak Dudi yang menemaninya karena ada hal lain yang harus Pak Dudi urus dan entah sekarang ada di mana. Ditambah jalan ke kamar mandi bisa dibilang lumayan gelap, hanya ada dua lampu yang menerangi. Dengan terburu-buru, Kevin pun memasuki kamar mandi. Saat Kevin mulai membuka pakaiannya, ia mendengar suara langkah kaki yang mendekat ke arahnya. Karena takut, ia memegang erat bajunya. Krek! "Diam!" titah Kevin keras. Ia menutup matanya rapat, enggan melihat penampakan buruk yang mungkin saja sudah ada di depan matanya saat ini. Lalu, Kevin merasa bahwa ada sesuatu yang menggelitik tubuhnya. Dengan setengah hati, ia pun membuka matanya dan terkejut saat mendapati seekor kecoa yang berada di tubuhnya. Sedetik kemudian, kegaduhan terdengar hingga membuat Pak Dudi yang ternyata berada di belakang kamar mandi pun terkejut. Dengan cepat Pak Dudi mengetuk pintu kamar mandi dan Kevin langsung membukanya. Pak Dudi pun terkejut saat melihat keadaan Kevin. Baju yang ia pakai terbalik. "Ada apa, Tuan?!" tanya Pak Dudi panik. Kevin mendelik kesal. "Enggak usah nanya!" Kevin pun pergi begitu saja. "Pokoknya kamar mandi dalam harus sudah beres besok pagi. Kevin mau mandi!" titahnya mutlak membuat Pak Dudi hanya bisa mengangguk pasrah. Apa boleh buat. Kevin berjalan menuju kamarnya. Ia ingin langsung merebahkan tubuhnya. Tubuhnya seperti sudah remuk saja. Benar-benar sakit di mana-mana. Saat tubuhnya sudah mendarat di atas kasur. Tak ada kenyamanan. Yang Kevin rasakan hanya kesengsaraan. "Papah!!!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD