Chapter 2

1545 Words
Gylea perlahan mendekati gadis itu, hanya tindakan dari rasa penasarannya saja. Ia bertanya-tanya, apa benar gadis ini sama sekali tidak bereaksi dengan hal apapun? Meski Gylea sudah ada di hadapannya, benar saja gadis itu tetap diam. "Ya Tuhan, apa yang sudah terjadi denganmu?" ungkapnya prihatin. "Namanya Alicka, umurnya baru 16 tahun." Gylea agak dikejutkan oleh suara laki-laki itu, yang lebih utama memperkenalkan nama adiknya, dibanding dirinya sendiri. Gylea mendongak, menatap langsung ke matanya, yang posisinya ada di belakang adiknya. Kenapa tiba-tiba hatinya berdegup kencang ya? Tatapannya, tidak lagi segarang tadi, tetapi terlihat agak sedih. Dalam keadaan seperti itu, Gylea baru jelas melihat profil wajahnya. Ternyata tampan sekali, seperti seorang pangeran di dongeng-dongeng yang suka di bacanya, apa lagi dengan latar belakang istana miliknya. Hidungnya sangat mancung, matanya tajam seperti elang, alisnya tebal, sungguh tidak ada cacat celanya. Membuat Gylea menelan salivanya, sepertinya belum pernah melihat laki-laki seganteng itu. "Apa yang kamu lihat? Baru sadar kalau saya seganteng ini, bukan?" seloroh laki-laki itu, over confident. Gylea memalingkan pandangannya ke arah lain, agak sebal. Dirinya mengingat bagaimana sikap kasar laki-laki itu tadi, hingga membunuh kekaguman yang baru saja terbit sesaat. "Aku bukan penggila laki-laki yang berwajah tampan, jadi wajah anda tidak akan berpengaruh sama sekali terhadap perasaan saya. Sikap anda tadi yang lebih saya ingat, dibanding wajah anda ini, yang seperti topeng." ketus banget suaranya, dan agak berlebihan. Bodo amat, pikirnya. Kembali Gylea melihat api di matanya. Laki-laki itu menghentakkan kakinya dan melaju mendekatinya dengan cepat. Wajah tampan itu di kedepankan hingga hidungnya hampir bersentuhan. " Pikir anda, saya pun tertarik? Anda merasa kecantikan, heh? " balasnya dengan ejekan yang lebih pedas lagi. Gylea mundur, untuk menjauhkan wajah darinya. "Saya mengatakan apa adanya, kenapa Anda harus marah?? Saya sadar diri kok, wajah saya tidak cantik." Tiba-tiba Dia tertawa terbahak-bahak, ada banyak ejekan ditiap gelak tawanya yang sengaja ia pertontonkan, di depan Gylea. "Sepertinya udara sudah mulai dingin di sini, sudah saatnya kamu masuk rumah." Gylea berkata pada Alicka yang tetap diam. Ini mungkin usahanya, untuk mengalihkan obrolan dengan lelaki ini, yang terasa sudah membuatnya tidak nyaman. Gylea sudah ada di belakang kursi roda dan sudah memegang tangkainya, tetapi saat ia sudah mau mendorong, Bastian mencegahnya. Matanya melirik ketempat di mana ada dua orang laki-laki dan perempuan yang umurnya sudah tidak muda lagi. Sepertinya itu pegawai rumah tangga dari laki-laki ini. Tangan besarnya melambai, meminta mereka untuk datang. "Biarkan adik saya diurus mereka, sudah biasa bi Lies yang memandikan dan memberinya makan. Kamu ikut saya, banyak yang ingin saya sampaikan yang berhubungan dengan adik saya ini." Namun, kenapa di hati Gylea masih ada keraguan? Ia merasa kasihan terhadap gadis cantik ini, tetapi sisi lain dirinya enggan untuk terus berurusan dengan lelaki itu. Alicka sudah dibawa oleh dua orang tadi. Tinggal dirinya berdua. Gylea merasakan desiran angin yang mulai mendinginkan kulitnya. Ia hanya mengenakan kemeja kotak-kotak berwarna merah, dengan celana jeans belel yang sudah lusuh pula. Postur tubuhnya mungkin ada sekitar 160 cm lebih sedikit, hanya karena kemejanya yang nampak kebesaran, tubuhnya jadi terlihat agak gemuk. Jaketnya nampak melingkar di pinggangnya. Pantas saja hari sudah menjelang petang, Gylea baru menyadarinya. "Anda akan terus berdiri di situ?" tanya lelaki itu, tatapannya masih penuh ejekan. Kemudian tanpa kata lagi, ia melangkahkan kakinya hendak meninggalkan taman, tidak peduli dengan keadaan Gylea yang sudah mulai kedinginan. Gylea masih bingung dengan keputusannya sendiri. Akhirnya, Gylea menyusul langkah laki-laki itu. Masuk ke istana yang sedari awal sudah sangat dikaguminya, sebelum muncul konflik pribadi dengan pemiliknya. Saat masuk, lampu-lampu sudah dinyalakan. Mata Gylea tidak bisa berbohong, terpesona dengan keindahan yang terpampang jelas di depannya. Ia merasa masuk ke dunia dongeng. Matanya menjelajahi setiap sudut ruangan. Barang-barang antik, lukisan-lukisan yang indah dan sebuah tangga yang meliuk menuju lantai atas, menyempurnakan keindahan dari ruangan depan istana ini. Sama sekali tak menyadari, kalau sepasang mata sedang mengawasinya dengan seksama. Laki-laki itu sepertinya tertarik mempelajari setiap ekspresi dari Gylea, terutama matanya yang nampak bening bergerak-gerak indah. Tadi, ia mengira tubuh gadis ini agak gemuk. Ternyata setelah di perhatikan, hanya kemejanya saja yang lebih besar ukurannya dari tubuh yang sebenarnya. Tidak, bukan bajunya. Bastian agak mengerutkan keningnya. Sepertinya ukuran dadanyalah yang lebih besar dari pada umumnya, ini mungkin yang berusaha ingin ditutupi oleh gadis ini. Dengan cara memakai kemeja kebesarannya. Ya benar, batin laki-laki itu terus menilai-nilai. Matanya tertuju ke jeans belelnya, bukan jenis potongan kekinian. Sangat jelas, kalau ia tak begitu memedulikan penampilan fisiknya. Gadis ini, memang sangat berbeda dari gadis yang biasa ditemuinya. Wajahnya masih nampak polos, tetapi bersih. Berkulit putih dan rambutnya agak ikal, terikat kebelakang melewati bahunya yang kecil. Lelaki itu mengusap wajahnya, heran dengan penemuannya. Gadis itu diawal sudah sangat membuatnya marah, tetapi saat ini sedikit menarik perhatiannya. Tidak dilupakanya juga, kalau dirinya sangat butuh kemampuannya untuk bisa merawat Alicka. Menyadari hal ini, dia segera berkata, "Duduklah, kita akan bicara." ucapnya datar. Gylea dengan enggan segera melepaskan kekagumannya, dan duduk di hadapan laki-laki itu. "Perkenalkan nama saya Bastian. " akhirnya, ia memperkenalkan dirinya. Batin Gylea. Ekspresinya biasa saja dan menatap Gylea seolah berharap Gylea pun mau memperkenalkan dirinya. "Namaku Gylea, cukup panggil Lea saja." sangat singkat, malas berbasa-basi. "Baiklah, kita perjelas saja. Saya butuh bantuan Anda, untuk merawat adik saya. Soal jasa Anda, tidak akan saya permasalahkan, tinggal menyebutkan nominalnya berapa." Gylea terdiam untuk sesaat, kemudian menatapnya tajam. "Saya mau merawat adik Anda bukan untuk dibayar oleh uang, tetapi hati nurani saya tergerak melihat penderitaannya. Jadi abaikan soal nominalnya dan jangan lupa kembalikan kameranya." katanya tegas tak terbantahkan. "Anda tidak butuh uang?" tanya Bastian terkejut, karena kalau dilihat dari penampilannya, jelas dia bukan sejenis gadis manja anak-anak orang kaya. Gylea tersenyum miring, "Saya prihatin melihat keadaannya. Sebenarnya saya ingin lebih menyarankan pada anda, untuk dibawa ke rumah sakit saja, supaya bisa ditangani lebih baik." Bastian hanya menggelengkan kepalanya. "Anda sama sekali tidak mengenalnya? " "Tidak, apakah dia orang terkenal? " "Alicka baru merintis kariernya di dunia model, namanya sudah mulai dikenal. Jadi, Anda bisa mengerti kalau dia tidak di masukan ke rumah sakit. Sejauh ini belum ada yang tahu, apa yang terjadi pada dirinya." Gylea merenung mendengar sedikit penjelasan dari Bastian. Ia jadi ingin menggali lebih dalam lagi, tentang gadis cantik itu. "Kalau memang Anda mau mempercayakan dia pada saya, Anda harus berterus terang mengenai kejadian sebelum dia bersikap begitu." Sepertinya Gylea sudah tertarik dengan kasus yang menimpa Alicka. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Pasti ada penyebabnya. Bastian malah terdiam, dan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Saya sendiripun tidak tahu." jawabnya, bingung. Lah...?!! Sikap laki-laki ini membuat Gylea heran. "Bukankah kalian adik-kakak? Kalian tinggal dalam satu rumah, bagaimana Anda tidak tahu, apa yang terjadi pada adik anda sendiri?" tegur Gylea. "Alicka adalah adik tiri saya beda ibu, belum setahun saya mengenalnya." ungkapnya, berusaha memberi penjelasan kepada Gylea. "Sebelumnya, saya sama sekali tidak tahu tentang keberadaannya. Namun, setelah kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan, pengacara ayah saya yang membawanya dan menyerahkan hak walinya kepada saya." Gylea mulai mengerti hubungan antara adik-kakak ini. "Jadi ayah anda selama ini tidak pernah memperkenalkan keluarga barunya? " Gylea kaget ketika ia melihat ada kilat api lagi di matanya. "Sejak ayah saya kawin lagi, hubungan keluarga sudah putus sama sekali." ucapnya ketus, seolah enggan untuk menceritakannya lebih lanjut. "Maaf, hubungan tentang kekeluargaan anda perlu saya tahu. Karena biasanya, sumber masalah yang terjadi, diawali dari hubungan yang kurang baik dengan keluarga." Mata lelaki itu menatapnya tajam, seolah tidak setuju dengan pendapatnya. "Saya akui, kalau sikap saya mungkin tidak begitu baik terhadapnya selama ini. Saya terlalu sibuk bekerja, karena harus menangani dua perusahaan milik saya dan ayah saya sekaligus. Dan saya pun masih merasa canggung untuk beramah tamah dengannya, saya sudah terbiasa hidup sendiri. Namun, dalam setahun ini, saya sudah berusaha mencukupi segala kebutuhannya dan tidak pernah mencampuri urusannya." "Jangan tersinggung, sudah tugas saya mengumpulkan semua data dan informasi tentang Alicka, untuk mencari sumber pencetus dari kasus yang menimpanya. Karena Anda merupakan orang terdekat dengannya, jelas saya akan mendesak Anda untuk menceritakan semuanya." Bastian terduduk tegak, terlihat tegang. Sebenernya ia mempercayai Gylea dengan hanya melihat sikapnya beberapa waktu ini. Namun, bagi dirinya yang introvert, tentu tidak mudah untuk bercerita secara terbuka kepada orang lain, apalagi masalah pribadi. "Apakah anda menyayanginya?" tanya Gylea, lebih lanjut. Sebuah pertanyaan yang sepertinya agak mengejutkannya dan cukup kesulitan untuk menjawabnya. Terdiam sesaat kemudian menjawabnya. "Saya sudah katakan, bahwa hubungan dengan keluarga ayah tidak begitu baik dan saya tidak tahu bagaimana caranya untuk bergaul akrab dengannya. Saya tumbuh sendiri sejak remaja sampai dewasa, saya mengira Alicka pun bisa melakukannya." Ya Tuhan, Gylea sudah mulai bisa meraba permasalahan gadis itu sekarang, bagaimana tidak? Gadis remaja itu baru saja ditinggal kedua orang tuanya secara tiba-tiba. Rasa nyaman dan kebahagiannya, terenggut begitu saja tanpa kesiapan mentalnya. Itulah guncangan pertama yang terjadi dalam hidupnya. Namun, mungkin bisa teratasi saat ia tahu masih memiliki seorang kakak. Alicka sepertinya menaruh harapan besar atas kakaknya ini, untuk kembali memperoleh kasih sayang dan perhatian seperti saat kedua orang tuanya masih ada. Sayangnya, Bastian sebagai seorang kakak malah masih terlalu asik dengan kesendiriannya. Gylea yakin, Alicka merasa kecewa dengan sikap kakaknya ini. Akan tetapi, apakah hanya karena itu? Gylea menduga, ada hal lain lagi yang membuat Alicka tidak tahan menerima guncangan berikutnya. Sesuatu hal yang benar-benar melukai jiwanya lebih dalam lagi, hingga gadis itu tanpa sadar ingin menutup semua rasa sakitnya. Berusaha menyembunyikan dirinya, di alam bawah sadar dan terjebak di sana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD