Terjebak Tawuran

1401 Words
Nirmala panik. Tidak, dia tidak bisa tetap berdiam diri di tengah-tengah sejumlah para manusia yang kini sedang terlibat tawuran. Ya Tuhan, harus pergi ke mana Nirmala sekarang? Jelas jelas di sekelilingnya saat ini tengah dipenuhi oleh para pemuda yang sedang sibuk saling berbaku hantam. "Ya ampun, kalo gini caranya gimana bisa aku sampai di kampus dengan waktu yang tepat. Sementara sekarang aja aku malah lagi terjebak di antara para brandalan itu yang sedang sibuk tawuran. Oh Ya Tuhan, kenapa Engkau malah memberiku berbagai jenis kesialan di hari pertamaku bekerja sebagai seorang dosen. Padahal ini sudah aku nantikan sejak lama. Jika sampai aku terlambat, maka tidak ada lagi yang akan bisa aku lakukan untuk menutupi secuil ketidakdisiplinanku ini.... " Nirmala merengek kepada Sang Pencipta. Setidaknya, ia meminta agar segera dibebaskan dari jebakan yang saat ini sedang mengerubunginya. Lagipula, kenapa harus ada tawuran di waktu yang masih begitu pagi. Bukankah seharusnya mereka sedang berada di lingkungan kampus dan mengikuti mata kuliah yang ditentukan. Tapi, mengingat jam mata kuliah tak bisa ditentukan dari waktu sepagi ini juga, Nirmala pun kemudian menghela napas penuh frustrasi. Namun tetap saja, walaupun mereka tidak sedang memiliki jadwal kuliah di pagi ini, tentu tidak seharusnya mereka melakukan aksi tawuran seperti yang sedang saat ini terjadi, kan. Lantas, kenapa justru mereka malah sibuk bertukar pukulan bahkan merelakan wajah beserta tubuhnya menjadi bulan-bulanan dari pihak lawannya! Seandainya saja Nirmala punya keberanian untuk menghentikan tawuran yang sedang terjadi, maka mungkin sejak tadi ia sudah bertindak untuk memisahkan kedua belah pihak yang terlibat dalam perkelahian brutal tersebut. "Apa yang harus aku lakukan?" gumam Nirmala menggigit bibir. Kemudian tanpa diduga, salah satu dari mereka yang terlibat perkelahian pun lantas terlihat hendak melemparkan sebuah bongkahan batu ke arah lawan. Hanya saja, rupanya lemparan itu malah meleset. Dibanding mengenai lawan yang hendak ditujunya, justru bongkahan batu itu malah nyaris saja mengenai tubuh Nirmala yang untungnya keburu ditarik oleh seseorang lain yang kebetulan sedang ada di dekatnya. Berteriak secara refleks, Nirmala pun terus ditarik paksa oleh seseorang yang sedang mencoba mengamankannya ke tempat yang tidak termasuk wilayah tawuran. Lalu tak lama kemudian, ia pun diempaskan dengan cukup kasar oleh dia yang semula menariknya dari bahaya yang hendak mengancam. "Lo udah gila! Ngapain sih pake acara berdiri di tengah orang yang lagi tawuran. Udah bosen idup atau gimana? Monmaaf nih, lo kalo mau bunuh diri mending berdiri di rel kereta aja. Jangan melibatkan diri di dalam sebuah tawuran, emangnya situ mau mati dengan cara dilemparin batu besar kayak tadi, hah?" Padahal Nirmala masih berada dalam kondisi syok pasca dirinya hampir saja terkena lemparan batu. Akan tetapi, alih-alih ditenangkan seseorang, dia justru malah dimarahi dan dimaki-maki begitu saja oleh seorang pemuda yang kini sedang berdiri di hadapannya sembari berkacak pinggang. Untuk sesaat, Nirmala mengarahkan pandangannya ke arah pemuda di hadapannya. Ia lihat, pemuda itu memiliki paras yang tidak bisa dibilang jelek. Hanya saja sangat disayangkan, wajah tampan pemuda itu malah harus dihiasi oleh luka lebam di beberapa sudut yang tercipta. Dan ya, Nirmala pun melihat bahwa pemuda ini pasti merupakan seorang mahasiswa. Terbukti dari jas almamater yang tengah dikenakannya saat ini. Ya, jas almamater berwarna biru muda yang dibubuhi sebuah atribut berbentuk bulat di bagian d**a kirinya. Untuk sesaat, membuat Nirmala sedikit tertegun tatkala ia yang mendapati nama kampus yang tertera jelas dalam atribut yang terpasang di bagian d**a kiri jas yang dikenakan si pemuda itu. Kampus Buana Putih. Dalam hatinya, Nirmala menggumamkan nama kampus yang ia lihat dan ia temukan dalam tulisan melingkar yang tertera jelas dalam atribut tersebut. "Apa lo liat-liat? Gak usah sok ngamatin kayak gitu juga kali. Udah kayak dosen lagi ngamatin mahasiswanya aja lagu lo! Udah, sekarang lo mending pergi dari sini atau lo bakal kena luka dari siapapun yang lagi sama-sama terlibat perkelahian di sekitar sini. Udah sana, masih bagus lo gue tolongin. Kalo aja lo sampe kena batu gede tadi, auto langsung tamat kali riwayat lo!" tandasnya mendengkus kasar. Lalu setelah berbicara seperti itu ia pun lantas berlari lagi memasuki arena tawuran dan melanjutkan kembali aksi kelahinya yang sempat terhenti. *** Nirmala menyeka peluh yang menghiasi kening dan pelipisnya. Sambil menunggu aksi tawuran selesai, ia pun memutuskan untuk ngaso dulu di sebuah kedai es kelapa muda. Ya, hal itu sengaja dilakukannya semata-mata karena Nirmala tidak bisa pergi tanpa membawa serta motornya yang kebetulan sedang mengalami kemogokan. Seandainya saja kendaraannya itu mogok di tempat lain yang jauh lebih aman, maka mungkin Nirmala pun tidak perlu repot-repot untuk menungguinya seperti saat ini. "Nasib, nasib. Saat seharusnya aku udah on the way tempat kerja, justru yang terjadi malah harus begini. Entah sampai kapan tawuran itu berlangsung. Apa bahkan mereka gak kasihan sama motorku yang terjebak di sana. Awas aja! Kalo sampai motorku kena luka sama senjata tajam yang mereka gunakan, maka ingatkan aku untuk meminta ganti rugi pada siapapun yang sudah merusaknya!" tandas Nirmala misuh-misuh. Selucu dan sekonyol itu memang seorang Nirmala. Dia rela menunggu bahkan mungkin dirinya pun akan sangat terlambat mendatangi tempat kerjanya di hari pertama hanya karena ia tidak bisa meninggalkan motor kesayangannya. Bukan karena ia terkesan lebay, tapi bagi Nirmala... Motor itu adalah barang berharga yang tidak bisa ia tinggalkan begitu saja. "Ibu sama Bapak udah susah payah beliin aku motor itu. Sekarang, mana mungkin aku tinggalin motornya hanya karena terhambat sama orang-orang yang lagi tawuran itu. Enggak! Walau bagaimanapun, aku harus tetap menunggu agar aku bisa mengambil kembali motor itu. Semoga Pak Rektor bisa memaklumi dan memaafkan keterlambatanku nanti.... " ujar Nirmala penuh harap. Bersamaan dengan itu, bunyi sirine mobil polisi pun muncul sekaligus membubarkan aksi tawuran yang semula masih berlangsung. "Sukurin! Suruh siapa ngadain tawuran di jam segini. Ganggu orang yang lagi mau ngais rezeki aja mereka. Lagipula gak habis pikir, sudah pada besar kok masih aja main tawuran seperti itu. Apa gunanya mereka dikuliahin di kampus elite kalo pikirannya aja masih kayak anak bau kencur. Huh, sekali lagi sukurin! Biar tau rasa tuh mereka dibabat sirine polisi." Nirmala melirik ke arah seorang pria paruh baya yang sedang mendumel sendiri. Mengamati pria itu, Nirmala merasa bahwa bunyi sirine yang sempat ia dengar bukanlah berasal dari mobil polisi sungguhan. Lalu sambil memberanikan diri, Nirmala pun sigap beranjak sembari menghampiri seorang bapak-bapak berkaus oblong berwarna hitam yang sedari tadi sempat diperhatikannya. "Wah, jadi suara sirine itu bukan dari mobil polisi beneran, Pak?" lontar Nirmala yang sudah ikut berdiri di sebelah si bapak. Sontak, pria itu pun kini menoleh ke sumber suara dan sejenak mengamati seorang gadis yang sedang menatap penuh antusias seakan dirinya memang sangat menantikan jawaban dari pria ini. "Mahasiswa brandal seperti mereka itu sangat meresahkan warga sekitar. Ini bahkan bukan baru sekali atau dua kali. Mereka malah cukup sering tawuran di daerah sini. Dan itu sangat mengganggu sekali. Makanya, Bapak jadi kepikiran buat ngerjain mereka. Kebetulan dikasih tahu sama teman Bapak, katanya biar yang tawuran pada heboh dan ketar-ketir sendiri... Mereka harus dikasih pelajaran dengan cara membunyikan sirine mobil polisi. Walau sebelumnya Bapak merasa gak yakin, tapi pas Bapak coba berhasil juga. Tuh... Mereka pada kocar-kacir ketakutan. Dikiranya ada polisi beneran kali, padahal bunyinya ada dari handphone Bapak.... " celoteh pria itu sambil terkekeh. Seketika, hal itu pun membuat Nirmala ikut tertawa pelan dan merasa salut kepada tindakan si bapak pemiliki kedai es kelapa yang sudah memberikan sedikit pelajaran pada mereka yang suka tawuran di sekitar kedainya. "Oh iya, kalau saya boleh tau... Itu mahasiswa mana aja ya yang terlibat tawuran barusan? Kalo gak salah, tadi saya sempat liat ada almamater kampus buana putih gitu. Itu bener apa enggak ya? " tanya Nirmala sedikit penasaran. "Emm, kalau tidak salah sih biasanya memang kampus Buana Putih yang sering ngadain tawuran semacam itu. Cuma bapak juga gak tau lawannya sama kampus mana. Yang jelas, Bapak memang sering menemukan bahwa pasti selalu aja ada mahasiswa kampus Buana Putih yang ikut terlibat. Gak tau deh duduk perkaranya apa yang bisa bikin mereka sampe tawuran begitu. Cuma setahu Bapak sih ya itu, beberapa mahasiswa dari Buana Putih suka banget terlibat sama tawuran dengan kampus lainnya, " tukas pria itu memberi tahu. Oh, jadi memang benar... itu artinya aku memang gak salah lihat tadi. Batin sang gadis membenarkan. Dalam sekejap, Nirmala pun semakin tercengang karena ternyata memang para mahasiswa kampus Buana Putih lah yang menjadi salah satu pihak yang terlibat tawuran di sana. Sungguh, Nirmala tidak mengira bahwa rupanya sekarang ini, ia pun akan mengajar sebagai dosen pengganti di kampus Buana Putih yang baru saja ia ketahui bahwa beberapa mahasiswanya sering terlibat dalam sebuah tawuran.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD