Bab 2

732 Words
Silvi Hari ini hampir sama seperti hari biasanya, mengerjakan tugas-tugas kelompok dari sekolah bersama teman-teman. Kebetulan ada tugas membuat peta ASEAN, dan bendera-bendera ASEAN. Siapa lagi yang pandai membuatnya kalau bukan Sarinto yang suka menggambar. Cukuplah aku dan teman-teman lain membantunya mewarnai saja. Begitulah dari dalam hatiku selalu bergumam. Dan bahagia sekali kalau bertemu teman-teman setidaknya aku bisa melihat para target main mataku. Mereka berdua memiliki karakter yang hampir sama cowok tampan yang manis. Berkelakar, bercerita dan pastinya aku yang selalu din olok-olok oleh sahabatku. Dari dulu aku mungkin terkenal sedikit manja, dan suka banget menangis dari kecil. Suatu keceriaan bagi mereka jika berhasil membuat aku kesal, menangis atau minimal cemberut saja. Sepertinya mereka sudah sangat-sangat puas menyiksaku. “Kesel! Kesel sekali sama teman-teman Sekolah Dasar, selalu saja meledekiku dengan sebutan Maria Celeste si pemain film drama itu, dan ya ampun Sarinto masih saja Dia menitipkan salam ke Aku. Ingin menangis rasanya, andai saja mereka tahu jika Aku tidak suka dengan semua kelakuan mereka itu.” “Ya sabar Sil, anak-anak memang giturese dan suka iseng.” “Tapi Ima, Aku enggak suka, mending kalau di ledeki dekat sama Tian kek...atau...” “Atau siapa? Kamu suka ya sama tetanggaku? Hayo mengaku? Kamu suka kan sama Irvan?” “Hus, diam Ima, Aku malu nanti mereka dengar kata-kata Kamu.” “Titip salam enggak?” “Enggak dan jangan macam-macam! Diam mereka datang.” Aku dan si Ima sahabatku, selalu saja bisik-bisik kalau lagi asyik main dan mengerjakan tugas kelompok. Dan sahabatku Sarinto, dia mulai tergila-gila dengan Maria Seleste alias Silvia alias aku sendiri. Ada pohon mangga di ukir nama Silvia, ada pohon pisang di ukir nama Silvia, bahkan di dinding rumah Om Cahyo juga terukir nama Silvia. Begitu yang sahabat-sahabat aku katakan. Kasihan sih, tapi aku si Maria Seleste selalu mengacuhi dia dan jarang merespon sama sekali. Dan sialnya aku mulai tertarik dengan sosok sahabatku yang lain. Apakah ini yang di sebut cinta pertama. Sadar Silvia sadar, kamu ini masih Sekolah Dasar. Dan kenyataannya itu aku sudah lamasuka dengan si Tian, tapi malahSarinto yang tergila-gila dengan aku. Begitu juga tetanggaku di depan rumah dia juga sangatsukakepadaku dan sering menggangguku dengan ledekan lagu nyamuk-nyamuk nakal yang sering aku nyanyikan saat kecil dulu. Padahal aku sangat-sangat tidak terpikir untuk tertarik bahkan jatuh hati kepada mereka. Uh kesal rasanya, jadi saja Tian atau Irvan perlahan-lahan menjauh dariku, dan aku sebagai perempuan enggak mungkin banget kan untuk bilang suka, bilang “I Love You begitu.” Ah gokil, kesel, mungkin nanti kalau sudah besar aku akan bilang suka kepadanya. Tapi tidak mungkin itu sangat-sangat konyol bagi wanita pendiam dan malu-malu seperti aku. Apa yang mereka akan katakan nanti, dan bagaimana malunya aku jika salah satu dari mereka menolak rasa kagumku ini. Keesokan harinya. Hari ini, khususnya bulan ini Agustus ada banyak kegiatan di sekolahku, seperti baris berbaris, atau lomba menari. Danaku selalu saja terlihat serta muncul dimana-mana, kucir kanan kiri dengan karet jepang warna-warni yang menjadi ciri khasku, ikut lomba tarilah, ikut baris berbarislah dan setiap hari selalu bareng mengerjakan tugas satu kelompok dengan mereka sahabatku. Sudah bagai medan magnet, dan benar aku selalu memikirkan dia sekarang, ya aku memikirkan Irvan, dan anehnya sekarang aku sudah mulai bisa moveon dari Tian kini yang bisa di bilang jadi incaran teman-temanku juga. Aku gadis kecil yang manis, badanku ramping, kulitku putih dari sahabat-sahabat yang lain, dan aku selalu ramah kepada sahabat-sahabatku, kecuali kalau aku di goda oleh mereka dengan menyampaikan salam sayang dari Sarinto,seketika wajah lembutku akan mulai marah dan memaki. Terlihat ada rasa gemes, ada rasa kasihan dari mereka kepadaku, tapi tampak senang sekali mereka bisa menggoda dan berpapasan denganku, begitu juga mungkin yang aku rasakan. Dan tak lama lagi, kami akan lulus dari Sekolah Dasar, entah bisa atau tidak aku bersama dengan sahabat-sahabatku, dan tentunya bersama dengan Irvanlagi, jujur aku mulai nyaman dekat dengannya akhir-akhir ini. Cukup senang bisa kenal dan dekat dengannya akhir-akhir ini itu yang aku rasakan. Dan mungkin seperti yang selalu aku bilang, entah kapan aku ada keberanian untuk ungkapkan rasa ini. Rasa yang benar-benar aneh berkecamuk di dadaku. Cinta, cinta monyet yang mulai bersemi di hatiku atau mungkin tak akan pernah berani terlontar kata itu sampai kapan pun. Tetap akan aku simpan saja dalam hati. Mungkin sampai nanti, saat kami sudah sama-sama dewasa. Kelak jika nasib menjadikan aku seorang wanita yang tangguh yang berani mengatakan perasaanku, mungkin dia akan aku cari.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD