3. Insiden

1141 Words
Pagi itu, seluruh kota bahkan negara dibuat heboh oleh berita yang bertuliskan tentang seorang artis yang mati bunuh diri. Kabar itu tersebar luas melalui media sosial juga stasiun berita lain termasuk televisi. Seluruh media sedang mengangkat dan membicarakan masalah itu. "Pagi ini, kabar duka menyelimuti dunia perfilman, seorang artis cantik yang dikenal dengan bakat beraktingnya ditemukan tak bernyawa di kamar apartemennya. Ayunna, dikabarkan mengalami shok berat dan depresi akibat aktivitas sehari-harinya. Kasus ini masih diselidiki oleh pihak terkait, untuk sementara kepolisian menduga hal ini adalah murni bunuh diri...." Televisi yang menayangkan berita itu dimatikan oleh pemiliknya. Seorang wanita paruh baya bangkit dari sofa, lantas berjalan gusar menuju kamar putrinya. "Gianna," panggil wanita paruh baya itu sambil mengetuk pintu, "Gianna, buka pintunya, kau sudah bangun?" sambungnya dengan sedikit teriakan. Tak lama dari teriakan itu, pintu pun dibuka oleh pemilik kamar. Tampaklah seorang gadis dengan rambut awut-awutan, bahkan penutup mata masih bertengger di dahinya. Dengan rasa kantuk dan malas yang masih melekat, Gianna berdeham untuk menjawab panggilan sang mama. "Hm, apa pagi-pagi buta seperti ini mama ingin memakai pelembab wajah?" tanya gadis itu dengan mata setengah terpejam. Mamanya itu memang paling jago mengoleksi pelembab wajah, sering kali dia mencoba milik putrinya meski sebenarnya dia sudah memiliki sendiri benda itu. Leena, wanita yang merupakan ibu kandung Gianna menarik rambut putrinya geram, membuat gadis itu membuka matanya lebar-lebar. "Pagi buta? Berapa kali mama bilang untuk mengganti jam di kamarmu. Sekarang sudah jam sembilan," ucap Leena. Gianna melihat jam di dinding kamarnya, menunjukkan pukul enam. Jam itu memang sudah mati beberapa hari yang lalu, dan sampai sekarang Gianna belum juga menggantinya. "Baiklah, baiklah, aku akan menggantinya nanti. Lagi pun aku tidak ada jadwal hari ini. Hoaam." Gadis itu menguap lebar. Leena mengibaskan telapak tangan di depan hidungnya, mengusir hawa yang keluar dari mulut gadis itu. "Kau ini!" geram sang mama. "Kau sudah cek berita hari ini?" sambungnya bertanya. "Apa aku masuk daftar pencarian populer. Aku sudah terbiasa dengan hal itu." Gianna tampak menyombongkan diri dengan wajah bantalnya. Sekali lagi, Leena menarik rambut gadis itu geram, membuat Gianna meringis. "Aak, Mamaa ...!" protesnya dengan bibir manyun. "Cek berita sekarang. Kau bahkan mendapat banyak cibiran sebab bertengkar dengan Ayunna beberapa hari yang lalu." Gianna bergeming sejenak. "Aku tidak pernah bertengkar dengannya, hanya saja kami memang tidak pernah akur sejak SMA." Gadis itu meraih ponsel di nakas, lalu melihat berita teratas pagi ini. Sebuah judul yang tertulis tebal di media itu membuat kedua mata Gianna terbelalak lebar. Gadis itu menjatuhkan b****g di sisi ranjang untuk membaca lebih jelas berita buruk itu. "Yunna? Bunuh diri? Tidak mungkin," ucapnya tak percaya, dia terus menggulir layar ponselnya. Tertulis dalam berita itu. Ayunna dikenal sebagai sosok yang ramah dan periang. Pihak keluarga menyampaikan bahwa gadis cantik yang sangat pandai dalam berakting itu memiliki masalah dengan teman sesama aktrisnya. Yunna sempat bercerita jika dirinya kembali bertengkar dengan teman SMA-nya karena masalah peran dalam film yang mereka bintangi. Gianna mengerutkan dahi tak terima, dia mencoba mengatur pernapasan yang sudah tersegal pagi ini. Gadis itu sudah hendak membuka media sosial pribadinya, tapi gagal sebab panggilan masuk ke ponselnya. Manager Lim memanggil …. Langsung saja dia menjawab panggilan itu, "Ya, aku sudah membaca beritanya. Di mana pihak pembela pers milikku, kenapa tidak ada yang menyangkal berita ini. Aku tidak membuatnya bunuh diri." "Nona, para fans lebih banyak pro terhadap Yunna. Sebaiknya kau tidak keluar rumah hari ini," ucap Lim yang terdengar seperti sedang berada di dekat amukan masa. "Apa maksudmu? Aku bahkan tidak bersalah atas kejadian ini," protes Gianna. Tut. "Halo, Lim, Manager Lim." Gadis itu menarik ponsel dari telinganya setelah mendengar sambungan terputus. Gianna merebahkan tubuh di ranjang sambil menghela napas panjang. "Argh, kenapa harus aku," kata gadis itu, "musuh Yunna bukan hanya aku," pikirnya. Gianna segera merapikan diri di depan cermin. Gadis itu menyiapkan kaca mata hitam dan jaket, juga topi untuk berjaga-jaga dan menutupi sebagian wajahnya jika saja ada yang ingin melemparinya dengan telur. Dia berencana untuk mendatangi perusahaan agensi yang telah bekerja sama dengannya sejak namanya dikenal luas di seantero negeri. "Salahku? Memangnya apa yang aku lakukan? Aku bahkan tidak menyentuhnya sama sekali." Gadis itu mengumpat seorang diri di depan cermin rias miliknya. Emosi Gianna memburu setelah membaca ribuan tuduhan dan hinaan di akun media sosialnya. Semua komentar itu berasal dari para fans Ayunna. Namun faktanya, tidak sedikit dari mereka yang sebelumnya merupakan fans Gianna. Gadis itu meletakkan kembali glossy lipstick setelah memoles benda itu di bibirnya. Kini wajahnya tampak sangat cantik akibat warna pink berkilauan di bibirnya. "Aku akan membuktikan kalau aku tidak bersalah." Gianna bangkit dari duduk dan melangkah meninggalkan kamar. Dia meraih kunci mobil miliknya. Dengan kedua kakinya yang anggun, gadis itu berjalan menuju halaman parkir. "Hei, kau mau ke mana?" tanya Leena yang melihat gadis itu berjalan melewatinya. "Mengungkap kebenaran," jawab Gianna sambil terus melangkah. Gadis itu melaju di jalan raya. Butuh waktu tiga puluh lima menit agar dia sampai di perusahaan agensi itu. Gianna langsung memarkirkan mobilnya di tempat parkir khusus setelah tiba di sana. Gadis itu sudah melangkah, hendak menuju ruangan Mr. Ben, pria yang merupakan perwakilan dan pengelola agensi itu. Namun, langkahnya tidak berjalan mulus. Gianna berhenti setelah melihat banyaknya wartawan dan reporter yang menunggu di lantai dasar. Gadis itu segera menyembunyikan diri di antara pilar-pilar yang kokoh. "Astaga. Apa yang mereka lakukan? Kenapa para security itu membiarkan mereka masuk?" ucap Gianna di sela-sela kekhawatirannya. Buru-buru gadis itu meronggoh ponsel di tas. Dia hendak menghubungi manager pribadi dari agensinya. Namun sialnya, seorang wartawan sudah keburu melihat keberadaan Gianna. Wartawan itu segera melangkah dan mengajak krunya untuk menghampiri aktris itu. "Mati aku, mati aku," ucap Gianna gusar setelah menyadari beberapa dari mereka hendak menghampirinya. "Aku harus bilang apa? Lari? Tapi aku tidak bersalah. Bagaimana jika mereka menyimpan telur di sakunya?" pikir gadis itu. Sebelum para reporter dan wartawan itu menghampirinya, Gianna sudah melangkah secepat kilat meninggalkan tempat itu. Dia berencana ingin kembali ke mobil. Namun, setelah menyadari beberapa wartawan lain sedang berada di dekat mobilnya, Gianna memutuskan untuk berlari menjauhi area perusahaan. Gadis itu beberapa kali melihat ke belakang untuk memastikan para wartawan itu tidak mengejarnya. Dia tidak memandang jalan, membuatnya tidak tahu jika sebuah mobil baru saja berbelok dan sedang melaju ke arahnya. Semuanya terjadi sangat cepat. Gianna tidak sempat menghentikan langkah, apalagi menghindar, membuatnya tertabrak hingga akhirnya tergeletak di aspal. Azzima berhasil menginjak pedal rem sebelum gadis yang jatuh di depan mobilnya terlindas. Pria itu terbelalak. Dia baru saja berbelok ke sebuah jalan, lalu seorang gadis tiba-tiba saja berlari ke arah mobilnya. Pria itu segera turun untuk menghampiri gadis yang barusan dia tabrak. "Kenapa gadis ini selalu membuat masalah." Pria itu menghela napas cemas. Segera dia mengangkatnya untuk dibawa masuk ke dalam mobil. "Oh, sepertinya aku mengenalmu," ucap Gianna yang sudah merasakan kepalanya berputar tak karuan. Darah menetes dari pelipis gadis itu. *** Bab ini telah di revisi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD