Part 04. Tak Percaya

1023 Words
Revan melangkah pergi meninggalkan rumah Adellia. Laki-laki muda itu masih tidak percaya dengan apa yang telah di lihatnya. Bagaimana mungkin sahabat dan kekasihnya bisa bertunangan? Padahal mereka berdua adalah sahabat Revan dari kecil. Laki-laki itu melangkah pergi dengan perasaan yang berkecamuk di dalam d**a. Ia bahkan tidak mengindahkan Daniel saat memanggil namanya. Revan marah dan benci saat melihat dengan mata kepalanya sendiri sahabat dan kekasihnya bertunangan tanpa memberi tahu dirinya. "b******k!" Revan mengumpat. Kakinya menendang ban mobil yang ada di depannya. Pantas saja saat Revan berada di Luar Negeri Adellia jarang menghubungi dirinya, Revan pikir kekasihnya sibuk dengan pekerjaannya. Namun sekarang apa yang terjadi, kekasih dan sahabatnya malah bertunangan malam ini. Revan membuka pintu mobilnya, ia langsung saja masuk dengan perasaan marah. Laki-laki itu menutup pintu mobilnya dengan kasar, lalu segera melajukan mobil itu dengan sangat kencang, ia bahkan tidak peduli dengan dirinya sendiri sekarang. Malam ini Revan sangat beruntung karena jalanan sepi. Laki-laki itu terus saja melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Mobil itu terus saja melaju tanpa tujuan yang jelas. Revan marah pada semua orang yang di kenalnya. Mobil Revan terus saja melaju tanpa tujuan yang pasti, malam yang semakin larut dan sunyi menambah ke galauan hati Revan. "Argh..." Revan marah. Ia mengacak rambutnya, laki-laki itu sangat mencintai Adellia tapi kenapa Adellia malah menghianati dirinya, dan kenapa Adel harus bertunangan dengan Daniel sahabatnya. Ciiit...! Suara rem mobil Revan terdengar nyaring. Laki-laki itu menghentikan mobilnya di sebuah tempat yang bahkan Revan sendiri tidak tahu itu tempat apa? Revan kembali mengacak rambutnya frustrasi. "Argh! ... b******k kalian semua!" Revan melepaskan dasi yang masih melingkar di lehernya, ia juga melepas jaz hitam yang di pakainya dan melemparnya ke jok belakang, sekarang hanya kemeja warna putih dan celana hitam panjang yang melekat di tubuhnya. Revan kini turun dari mobil, ia menaruh kunci mobil itu di jok depan, ia mengambil dompetnya yang ada di saku celananya, ia membuka dompet itu lalu ia menaruh KTP, kartu kredit, kartu ATM dan semua identitas dirinya di atas jok mobil itu Revan bahkan meninggalkan ponsel miliknya bersama semua identitasnya, Revan sangat marah, ia benar-benar membuang semua identitas dan kehidupannya sekarang. Laki-laki itu merasa kehidupannya yang sekarang tak ubahnya seperti permainan saja, semua demi bisnis keluarga dan harga diri, bahkan cinta dan hati dengan mudah di buat mainan begitu saja. Dimana hati mereka semua saat ini? Revan bahkan tidak menyangka kalau ayahnya sendiri juga menghadiri acara pertunangan itu, pasti ayahnya tahu semuanya dan kenapa dia tidak mau memberi tahu Revan tentang hubungan Adellia dan Daniel. Revan menutup pintu mobil itu dengan kasar. Ia berjalan lunglai seorang diri di tempat yang sangat asing baginya, tempat yang bahkan ia tak tahu di mana. Kaki Revan mulai menendang batu- batu kecil yang ada di jalanan, ia sangat marah dan tak tahu harus melampiaskannya pada siapa. ***** Daniel sedang duduk di rumah Adellia. Pesta pertunangan mereka masih belum usai, para tamu masih asik berpesta di rumah Adellia. Setelah Revan pergi, Daniel sangat merasa bersalah, ia sangat tidak enak pada Revan sahabatnya, tapi Daniel tidak bisa berbuat apa-apa karena keluarganya yang memaksa dirinya bertunangan dengan Adellia dan semuanya demi bisnis keluarga besar mereka. Daniel mengambil gelas yang berisi minuman yang ada di sampingnya, ia meminum minuman itu untuk menenangkan pikirannya. "Sayang, kenapa kamu di sini? Ayo kita berdansa lagi," Adellia memeluk Daniel dari belakang, gadis itu mengajak tunanganya untuk kembali berdansa bersama. Namun segera di tolak oleh Daniel. "Sorry Del, gue capek." jawab Daniel, lalu ia kembali meneguk minuman yang ada di sampingnya dan tidak mempedulikan Adellia. Gadis itu kini merasa di acuhkan oleh Daniel tunangannya, lalu ia berjalan pergi meninggalkan Daniel sendiri di sana. "Maafin gue Revan, gue terpaksa bertunangan dengan Adellia," ucap Daniel lirih. Pesta pertunangan itu masih berjalan. Tuan Ardani masih berada di pesta itu. Pria dewasa itu masih mengobrol dengan teman dan rekan bisnisya, karena acara ini adalah acara pertunangan untuk mempersatukan bisnis- bisnis kalangan atas, jadi banyak sekali orang- orang penting yang datang ke acara ini. Saat sedang berbicara dengan rekan bisnisnya, kini ponsel tuan Ardani tiba-tiba berbunyi. "Maaf, saya terima telepon dulu ya, permisi." tuan Ardani pamit pada rekan bisnisnya, lalu ia berjalan keluar menuju teras rumah keluarga Adellia. Setelah sampai di teras tuan Ardani mulai bicara pada seseorang yang tadi menghubungi dirinya. "Halo, bagaimana?" tanya tuan Ardani pada seseorang yang ada di seberang sana. [Halo tuan besar, tuan muda tidak pulang ke rumah, di rumah tidak ada,] ucap Roy dari seberang sana. "Cepat cari dia sampai ketemu Roy, kalau perlu lacak di mana dia berada." Kata tuan Ardani kemudian pria dewasa itu mematikan sambungan teleponnya. "Pergi kemana kamu Revan?" ucap tuan Ardani, pria dewasa itu bicara sendiri, ia sangat tahu kelakuan anak laki-laki satu- satunya yang ia miliki, Revan sangat keras kepala, ia bahkan tak pernah mendengarkan ayahnya. Tuan Ardani sangat ingat kalau Revan berubah sejak di tinggal oleh ibunya, saat Revan berusia lima tahun ibunya meninggal karena kecelakaan mobil saat menjemput Revan pulang sekolah. Saat itu Revan selamat namun tidak dengan ibunya. Revan kecil yang melihat kejadian itu sangat terpukul dan menyalahkan dirinya sendiri atas kematian ibunya. Revan menjadi dingin dan pendiam, hanya Adellia dan Daniel yang mau berteman dengan Revan kecil. Mereka bertiga awalnya sering bertemu karena keluarga mereka sering meeting bersama, tak hanya meeting di kantor, kadang mereka meeting di cafe bahkan pernah keluar negeri. Sejak saat itulah Revan kecil, Adellia dan Daniel menjadi sahabat. Namun sikap Revan yang dingin dan cuek selalu menjadi pusat perhatian Adellia kecil, Adellia selalu mengajak Revan bicara walaupun Revan kecil masih belum mau bicara banyak dengan Adellia, namun seiring berjalannya waktu mereka bertiga tumbuh besar bersama mulai dari sekolah dasar hingga kuliah mereka selalu bersama dan sudah terbiasa. Revan berubah menjadi hangat dan mau bicara sejak jadian sama Adellia, karena diantara mereka bertiga yang paling pintar dalam hal apapun adalah Revan jadi setiap ada tugas dari dosen mereka selalu mengandalkan Revan, walaupun laki-laki itu tak banyak bicara namun ia tak tega saat sahabatnya meminta bantuan padanya. Adellia selalu mengejar Revan. Sebenarnya Daniel dan Revan sama-sama tampan namun sikap dingin dari Revan lah yang membuat Adellia penasaran pada laki-laki itu. *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD