CHILDREN OF THE BABYLON

2135 Words
Langit malam hari itu cukup cerah. Udaranya pun terasa normal. Tidak begitu dingin. Tidak juga terasa panas. Seperti umumnya malam di mana segala hal baik cocok terjadi. Begitu juga untuk orang-orang yang berkumpul di trotoar tepi Taman Serapati yang sudah sangat sepi. Tak seperti kala siang atau pagi hari. Di mana banyak kehidupan muncul di taman yang begitu asri. “Whuuuuuuu!!!” sambut orang-orang yang berkumpul itu. Plok plok plok. Saling bertepuk tangan untuk menyambut yang sejak tadi sudah ditunggu. Tiga orang pemuda dengan penampilan kasual santai. Ada yang memakai dalaman kaus dengan luaran kemeja flanel dan celana berwarna khaki. Ada yang pakai kaus tanpa lengan berwarna abu-abu dengan kepala yang mengenakan topi. Ada yang pakai kaus lengan panjang dan celana jeans cingkrang. Tampak hanya ada satu orang perempuan di sana. Memiliki penampilan yang cukup tomboy dengan celana pendek selutut berwarna hijau gelap. Rambut dijepit dan dimasukkan ke dalam kupluk. Sementara pakaiannya mengenakan sweater polos berwarna hitam. Ia bersama pemuda yang mengenakan pakaian tanpa lengan duduk. Sementara pemuda yang lain berdiri. Pemuda yang memakai dalaman kaus dengan luaran kemeja flanel dan celana berwarna khaki mengangkat “s*****a perangnya”. Sebuah pianika bermerk Yamaha yang aslinya memiliki warna biru muda. Tapi, ia modif jadi berwarna silver seluruhnya. Termasuk tombol tuts. Sudah ia pilok menjadi warna silver. Agar lebih keren dan iconic, alasannya. Intro yang dibuka oleh suara musik pianika bermain. Kemudian disusul oleh petikan gitar yang dimainkan dengan merdu oleh si gadis tomboy. Dilanjutkan harmoni yang diciptakan oleh suara perkusi yang dimainkan dengan indah oleh pemuda yang mengenakan pakaian tanpa lengan. Semua penonton di sana yang tadinya masih cukup berisik kini benar-benar diam. Memandang penuh antusias. Si pemuda yang mengenakan kaus lengan panjang dan celana jeans. Siap membuka “perayaan malam” ini. Untuk mereka. Kaum terpinggirkan. Yang keberadaannya menjadi mayoritas, tapi selalu saja “menemukan” alasan untuk diabaikan. “Setiap manusia dilahirkan dengan keajaiban dalam diri mereka,” ucap Gan Skuy sebelum benar-benar melantunkan nyanyiannya. Kalimat yang selalu ia ucapkan sebelum memulai pertunjukan itu sudah menjadi ciri khas dari setiap penampilan mereka.   “Have I ever told you (Pernahkah aku memberitahu kamu) I want you to the bone (Bahwa aku begitu menginginkan dirimu) Have I ever called you (Pernahkah aku memanggil dirimu) When you are all alone (Ketika kau seorang diri) And if I ever forget (Dan jika aku lupa) To tell you how I feel (Memberitahu dirimu bagaimana perasaanku) Listen to me now, babe (Dengarkan aku, sayang) I want you to the bone (Aku begitu menginginkan dirimu)…”   Nafas semua orang yang menonton seperti ditahan di tenggorokan. Saking bagusnya suara yang si vokalis keluarkan. Padahal ia tidak menggunakan mik atau perangkat pengeras suara yang lain. Benar-benar hanya suaranya yang murni memanfaatkan suasana sepi. Menciptakan harmoni yang tak bisa dibayangkan dua kali. Ditambah pelafalan lirik bahasa Inggris yang ia gunakan begitu sempurna. Membuat mereka tidak seperti sedang menyaksikan penampilan band amatir pinggiran. “Setelah ini bagian yang paling kita suka,” ucap seorang anak kecil berpenampilan kumuh. Yang sehari-hari berprofesi sebagai pedagang asongan. Ucapannya dibenarkan oleh teman-teman yang duduk di sisinya. Mereka pun memasang mata, hati, dan telinga dengan baik. Suara pianika menghilang karena si pemain menurunkan alat musiknya. Melihat para penonton bersama anggota band yang lain. Dan mulai…   “I want you to the bone (Aku begitu menginginkan dirimu) I want you to the bone (Aku begitu menginginkan dirimu)”   Mereka berempat mulai bernyanyi bersama. Dengan aransemen musik maupun lirik yang terdengar sangat ciamik.   “Take me home, I'm fallin' (Bawalah aku pulang, aku jatuh cinta) Love me long, I'm rollin' (Cintaiku untuk waktu yang lama, aku begitu bahagia) Losing control, body and soul (Hilang kendali, raga, dan jiwa) Mind too for sure, I'm already yours (Pikiran pun pasti, aku sudah jadi milikmu)”   Si pemain pianika kembali memainkan alat perangnya. Kini hanya vokalis, gitaris, dan perkusi yang ikut bernyayi. Namun, suara permainan pianika yang begitu indah membuat kehadirannya tetap terasa diantara suara nyanyian ketiga member yang lain.   “Maybe if you can see (Mungkin jika kau bisa lihat) What I feel through my bone (Apa yang tengah aku rasakan) Every corner in me (Setiap sudut dari diriku) There's your presence that grown (Ada kehadiranmu yang tumbuh) Maybe I nurture it more (Mungkin aku lebih memupuknya) By saying how it feel (Dengan mengatakan apa yang tengah aku rasakan) But I did mean it before (Namun, aku tak memiliki maksud sebelumnya) I want you to the bone (Aku begitu menginginkan dirimu) I want you to… (Aku menginginkanmu…)   “Take me home, I'm fallin' (Bawalah aku kembali, aku jatuh cinta) Love me long, I'm rollin' (Cintai aku untuk waktu yang lama, aku merasa begitu bahagia)…” Menyaksikan penampilan mereka semua di saat malam. Seolah menjadi suatu kemewahan yang mengganti seluruh kerja keras, kesedihan, perjuangan, pengorbanan. Serta tetes peluh keringat di saat siang. Π      Ģ       Ō       Ť       Ï       Ŧ Beberapa saat yang lalu… Rev 4 Rebellion, Is is Ist, dan Add Me A sudah setengah jam menunggu di tempat biasa para anggota band mereka janjian sebelum tampil. Bukan di panggung dengan gemerlap cahaya dan juga sorak sorai. Hanya dari taman ke taman. Dari trotoar ke trotoar. Dari tempat kumuh pinggiran ke tempat kumuh pinggiran yang lain. Yang sedang mereka tunggu sekarang adalah seorang pemuda yang bernama Gan Skuy. Dan merupakan vokalis utama band amatir mereka. Children of the Babylon. “Set dah, ini si Gan Skuy amnesia atau memang sudah mati? Kenapa dia tidak muncul juga? Sudah jam segini, nih,” keluh Rev 4 Rebellion seraya melihat ke arah jam tangan bermerk Casio-nya yang KW paling rendah. Add Me A yang dalam band memiliki posisi sebagai pemain perkusi meraih pergelangan tangan kurus kering Rev 4 Rebellion. “Hei, ini jam kau nyala atau tidak?!” tanyanya seraya menyipitkan pandangan. Rev 4 Rebellion langsung menarik paksa lengannya yang sedang ditelisik oleh pria yang lebih tinggi darinya itu. “Ya nyala, lah! Mata orang susah macam yang nancap di tengkorak kau itu mana bisa melihat jam tangan yang tidak ada angkanya.” Rev 4 Rebellion membuang muka. Berkata, “Dasar orang miskin. Di rumah kau saja tuh aku yakin tidak ada jam,” ledeknya. Add Me A langsung menoyor manja belakang kepala pemuda itu. PLAAKK. Maaf, bukan menoyor, tapi lebih tepatnya mengeplak manja. “Kepala kamu tuh yang tidak ada angkanya. Putih polos seperti p****t sapi,” balasnya. Bukannya marah. Rev 4 Rebellion malah tertawa menyikapi balasan Add Me A. ia merasa kekesalannya pada si vokalis tukang ngaret, Gan Skuy, jadi berkurang. Ia balas mengeplak manja kepala Add Me A. PLAAKK. “Tuh, aku balas. Senang kan kamu dipegang sama otak p****t sapi?” tanyanya. Add Me A yang emosi langsung mengejar Rev 4 Rebellion. “Aku jadikan gulai otak baru tau rasa kamu!” “A ha ha ha ha ha ha ha ha!!!” balas Rev 4 Rebellion tertawa riang. Berlari menghindari kejaran Add Me A. Sementara itu. Si cewek yang meski berpenampilan tomboy. Tapi, sebenarnya sama sekali tidak mengerti pada candaan kaum pria yang habis ia dengar. Hanya terdiam sembari melihat kedua tangan di d**a. Lengkap dengan raut super bete. Ahh, sayang sekali keberadaan perempuan secantik aku di antara mereka tidak bisa jadi seperti ala ala kisah novel cinta. Yang akan membuat karakter seperti aku jadi tokoh utama. Cih, batin Is is Ist kecewa. Meski sebenarnya ia juga tidak mau sih kalau harus diperebutkan oleh para cowok anggota band-nya. Yang sama sekali bukan “tipenya”. Sudah bicaranya kotor. Otaknya sangat sengklek sampai tidak jelas apa yang dipikirkan. Dan juga yang sebagainya. Khu khu khu khu khu khu khu. Eneng Is is Ist kan sukanya sama om-om berpenampilan kaya raya yang pakai stelan mewah seperti Ayang Song Jong Kii di drama Korea Vincenzo, batinnya menghalu ria. Berusaha menemukan kebahagiaan meski seorang diri. Colek colek colek. Is is Ist menoleh ke arah colekan di tubuhnya. Nampak lah Gan Skuy di sana. Tanpa tampang berdosa atau permohonan maaf karena sudah telat. Lanjut bertanya, “Itu si Rev 4 Rebellion sama Add Me A udah minum obat apa belum? Kelihatannya lagi kumat ya mereka? Kejar-kejaran kayak anak bocah aja. Malu aku kalau keliatan kenal sama mereka,” ucapnya santai. Is is Ist langsung mencengkram kerah bagian belakang Gan Skuy. Membentuk satu telapak tangannya jadi seperti speaker toa. Dan berteriak, “Si Gan Skuy udah dateng, WOYYYYYY!!!” Rev 4 Rebellion dan Add Me A langdung berhenti kejar-kejaran. Mereka menoleh ke arah Gan Skuy dan Is is Ist. Setelah itu berlari cepat cepatan menuju mereka. “Aku menang!” lonjak Rev 4 Rebellion riang. “Duluan aku tau!” bantah Add Me A. “Hukumannya apa nih buat member yang telat kali ini?” tanya Is is Ist. “Bayarin kita bertiga makan di mi ayam Bang Ojali, lah,” jawab Add Me A. Pria paling tinggi yang dari wajahnya terlihat paling tua juga diantara mereka berempat. Sambil mencolek lengan atas Rev 4 Rebellion. Rev 4 Rebellion menimpali, “Bener, bener, bener. Nanti aku bakal nambah sepuluh mangkok.” Saat itu Is is Ist dan Gan Skuy sudah berada jauh dari mereka hendak menuju tempat pentas. “Tungguiiin, WOYYY!!!” Π      Ģ       Ō       Ť       Ï       Ŧ Gan Skuy bernyanyi seorang diri,   “Walk you down, I'm all in (Menuntun dirimu, aku bersungguh-sungguh) Hold you tight, you call and (Menggenggam dirimu dngan erat, kamu memanggil dan) I'll take control, body and soul (Aku mulai memegang kendali, raga dan jiwa) Mind too for sure, I'm already yours (Pikiran pun pasti, aku sudah menjadi milikmu)   “Would that be alright? (Apakah itu tak apa?) Hey, would that be alright? (Hei, apakah itu tak apa?)”   Bagian yang paling disukai yaitu saat keempat member akan ikut bernyanyi. Memperdengarkan suara indah mereka yang terdengar memang diciptakan untuk saling melengkapi antara satu dan yang lain,   “I want you to the bone (Aku begitu menginginkan dirimu) So bad I can't breathe (Sangat ingin hingga aku tak bisa bernapas) I want you to the bone (Aku begitu menginginkan dirimu) Of all the ones that begged to stay (Dari semua permohonan tuk tinggal) I'm still longing for you (Aku masih begitu mendambakan dirimu) Of all the ones that cried their way (Dari semua yang menangis) I'm still waiting on you (Aku masih setia menunggu untuk dirimu) Maybe we seek for something that (Mungkin kita mencari sesuatu) We couldn't ever have (Yang tak akan pernah kita miliki) Maybe we choose the only love (Mungkin kita memilih satu-satunya cinta) We know we won't accept (Yang kita tahu tak akan diterima) Or maybe we're taking all the risks (Atau mungkin kita mengambil semua resiko) For something that is real (Untuk sesuatu yang nyata) 'Cause maybe the greatest love of all (Karena cinta yang terbesar ialah) Is who the eyes can't see, yeah (Yang tak bisa dilihat oleh mata, yeah)”   Lagu To the Bone yang popular sejak beberapa tahun lalu. Dinyanyikan oleh penyanyi Indonesia bertalenta yang memiliki nama Pamungkas. Masih begitu indah dan relate dengan suasana hati orang-orang. Bahkan sampai bertahun-tahun kemudian. Seperti sebuah keindahan sejati. Ditambah lagi Children of the Babylon. Nama band yang menyanyikannya. Memiliki anggota dengan bakat dan suara yang begitu indah. Membuat para penonton yang mendengar suara nyanyian mereka. Seolah tengah dibelai oleh sesuatu yang mereka cintai. I love you to the bone… Aku benar-benar mencintaimu…   “Take me home, I'm fallin' (Bawalah aku pulang, aku jatuh cinta) Love me long, I'm rollin' (Cintaiku untuk waktu yang lama, aku merasa bahagia)   Losing control, body and soul (Mulai hilang kendali, raga, dan jiwa) Mind too for sure, I'm already yours oh (Pikiran pun pasti, aku sudah menjadi milikmu)   I want you to the bone, yeah (Aku begitu menginginkan dirimu, yeah) I want you to the bone, oh (Aku begitu menginginkan dirimu, oh) I want you to the bone, yeah (Aku begitu menginginkan dirimu, yeah) I want you to the bone (Aku begitu menginginkan dirimu) I want you to the bone (Aku begitu menginginkan dirimu)…” Π      Ģ       Ō       Ť       Ï       Ŧ Pertunjukan Children of the Babylon malam itu telah usai. Lagi-lagi berhasil memberi kebahagiaan dan semangat baru untuk menjalani esok hari. Bagi mereka yang menonton pertunjukannya. Begitu juga dengan para membernya. Yang harus kembali ke kehidupan nyata mereka. Kehidupan nyata yang bahkan tidak diketahui oleh para anggota band yang lain. Gan Skuy berjalan menuju sebuah kendaraan beroda empat yang terparkir di pinggir jalan. Kendaraan itu ada di sana bersama seorang pria yang duduk di kursi kemudinya. “Apa Anda bersenang-senang malam ini, Tuan Muda?” tanya pria itu. Gan Skuy menarik sabuk pengaman dan memasangnya dengan baik. Ia menjawab, “Tidak perlu panggil aku seperti itu, Pak. Aku yang sekarang ini bukanlah aku yang kemarin. “Anjay.” Supir itu tersenyum lembut. Menjawab, “Ha ha ha, as you wish, My Young Master.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD