Jangan Pergi!

1078 Words
Beberapa bulan yang lalu. * "Jika berhasil tidak dipuji, jika gagal dicaci maki, jika hilang tidak dicari, dan jika mati tidak akan ada yang mengakui." Begitulah kurang lebih gambaran seseorang intelijen. Hidup penuh kerahasiaan, bahkan sejak pengumuman kelulusan. Sekolah Menengah Atas Cendikia Waskita. Adalah sekolah negeri super elit yang dibawahi secara langsung oleh Badan Intelijen Negara alias BIN dengan STIN (Sekolah Tinggi Intelijen Negara). Serta Badan Siber dan Sandi Negara Republik Indonesia dengan Poltek SSN (Politeknik Siber dan Sandi Negara) khusus untuk mendidik anak remaja yang memiliki ketertarikan serta kemampuan dalam dunia intelijen dan juga persandian. Intinya SMA ini adalah sekolah bagi anak-anak yang sudah mengincar “hak istimewa” agar bisa lebih mudah masuk ke STIN atau STSN. Sebagai kelanjutan jenjang pendidikan mereka. Sebuah SMA yang sangat serius tentu saja. SMA yang para siswa dan siswinya akan disebut sebagai taruna dan taruni. Pergi ke sekolah dengan potongan rambut pendek dan sepatu pantofel. Lengkap dengan seragam ala militer dengan pangkat yang menunjukkan kelas. Juga papan nama menempel di d**a yang menunjukkan identitas siswa. Tidak lupa pendidikan semi militer yang mewajbkan adik kelas memberi hormat “bendera” setiap kali berpapasan dengan kakak kelasnya. Sebuah SMA yang tidak akan pernah cocok jadi latar belakang cerita cinta. Kecuali pelakunya bersedia diberi surat peringatan sampai dikeluarkan paksa. Sebagai calon agen rahasia atau intelijen negara. Sekolahnya pun tentu saja juga rahasia. SMA Cendekia Waskita mengambil konsep “kerahasiaan” yang serupa dengan para “senior” mereka di STIN. Dalam kerahasiaan sekolahnya itu. Para calon dari calon anggota tim "James Bond" Indonesia ini menjalani pendidikan mereka. Kalian tidak akan bisa dengan mudah menemukan di mana SMA Cendekia Waskita berada. Karena itu tentu jadi hal yang sangat menarik saat mendengar bahwa mereka akan mengadakan suatu pensi alias pentas seni. Yang biasa hanya diadakan oleh sekolah-sekolah biasa yang siswi dan siswanya masih hobi mager dan suka telat datang ke sekolah. * “Wah, demi apa SMA buat anak-anak yang super serius dan pinter banget itu mau ngadain pentas seni?” tanya seorang remaja SMA bernama Ganendra Delana Ezekiel Stephen Anedera Terasatri atau biasa dipanggil dengan Ganendra Anedera saja karena nama lengkap yang terlalu panjang. Saat itu ia baru saja pulang dari sekolah. Menolak jemputan supir pribadi. Untuk hari itu ia berjalan-jalan seorang diri di taman sambil jajan cimol dan scroll-scroll internet. Seragamnya merupakan blazer berwarna biru gelap. Vest rajutan berwarna kuning pucat. Dan celana panjang berwarna abu-abu terang. Membuat ia melepas printilan blazer dan ia ikat di pinggang karena cuaca sedang cukup panas. “Haahh, untung saja masih ad ataman terbuka hijau di kota. Jad, pulang sekolah bisa nyantai dulu sambil berngadem ria mendengar cecuit suara burung keciprit,” komentarnya pelan seraya mencari tempat duduk. Ingin mencaritau lebih banyak soal pentas seni yang akan diadakan oleh sekolah para calon dari calon James Bond-nya Indonesia itu bersekolah. Scroll scroll scroll. “Anjir, kalau mau dateng ke acaranya harus isi data diri dan dijemput sama mobil khusus,” ucap Gane geli. Begitu ia biasa dipanggil. Kalau ini benar bakalan unik juga rasanya. Maka mendaftarlah ia. Ia isi beberapa data diri yang diperlukan. Ia klik “send”. Dan lanjut jajan cemilan yang lain sambil melihat-lihat burung-burung yang terbang bebas dari satu pohon ke pohon yang lain. Juga anak-anak kecil yang berisik bermain di berbagai macam alat permainan. Mulai dari ayunan, jungkat-jungkit, pelosotan, sampai alat permainan yang tak anak remaja itu ketahui apa namanya. Ia membatin, karena aku nyaris punya semua alat permainan itu di rumah. Aku jadi tidak pernah pergi bermain ke taman bersama anak lain saat kecil. Jadi, seperti ini ya suasananya. “Permisi, Dek. Apa mau dibeli kacang rebusnya?” tanya seorang ibu-ibu tua berpenampilan kumuh yang mengenakan kerudung lusuh berwarna cokelat. Tapi, kaus yang ia gunakan lengan pendek. Begitu juga dengan rok yang panjangnya tidak sampai menutupi mata kaki. Hebat sekali ibu ini. Meski dia tidak mampu membeli pakaian yang sesuai. Ia tetap berusaha untuk mematuhi perintah agamanya, batin Gane bahagia. Ia menjawab, “Iya, Bu, saya mau beli.” Ia rogoh saku celananya. Mengeluarkan selembar uang seratus ribuan yang tak akan ia harapkan kembaliannya. Tapi, bukannya segera mengambil sodoran uang dengan gambar dua proklamator Indonesia itu. Si ibu penjual kacang rebus malah terperangah menatap wajah Gane. Begitu juga beberapa orang lain yang kebetulan mendengar ia saat berbicara. “Mas penyanyi, ya?” tanya seorang ibu-ibu yang tampaknya sedang menemani anaknya bermain. Gane langsung gugup. Ia memang tidak sengaja kelepasan menggunakan suara asli. Langsung ia ubah menjadi suara tenggorokan. Menjawab, “Bukan, Bu. Saya anak SMA biasa.” “Tapi, tadi itu suaranya pas bicara bagus sekali, ya,” komentar seorang ibu-ibu yang lain. Tidak senang dengan situasi yang menimpanya. Gane pun segera menyerahkan uang ke ibu-ibu pedagang kacang rebus. Setelah itu memintanya memberikan saja kacang rebusnya ke orang-orang yang sedang ada di taman itu. Selanjutnya kita tinggal ngacirrrr, batin Gane hendak menghampiri pedagang makanan ringan yang lain. Kali ini gerobak abang seblak menjadi tujuannya. TRIING. Ia mendengar bunyi dari gawainya. Yang saat diperiksa ternyata pengumuman bahwa “pendaftarannya” untuk mengunjungi pentas seni sekolah para calon dari calon James Bond Indonesia itu telah diterima. Gane tersenyum melihat pemberitahuannya yang jauh lebih cepat dari yang ia bayangkan. Aku kira pihak SMA Cendikia Waskita-nya bakal melakukan penyelidikan, tracking, memeriksa keaslian data dan yang lain-lainnya dulu sebelum menerima. Taunya begini doang, batinnya senang. “Tidak boleh membawa teman yang belum mendaftar dan memperoleh approval?” tanyanya heran. “Yah, bodo amat. Toh, aku juga tidak punya banyak teman juga.” * Beberapa hari kemudian di tanggal merah hari libur nasional. Gane sudah menerima pesan dari akun resmi SMA Cendekia Waskita yang memberitahu lokasi penjemputan. Gane hanya harus pergi ke titik lokasi itu kalau benar-benar ingin menjadi bagian dari torehan “sejarah”. Di mana sekolah para calon dari calon agen rahasia mengadakan pentas seni. “Penampil macam apa yang yang akan datang ke sana?” ia asyik bertanya dalam hati dengan antusiasme rasa penasaran tingkat tinggi. Sudah siap angkat kaki. “Gane!” panggil salah satu kakak perempuannya. Tepatnya kakak perempuan pertamanya. “Iya, Mbak. Ada apa?” tanya Gane. “Mbak Yatri gak kasih kamu izin pergi ke pentas seni mencurigakan kayak gitu, ya. Pokoknya hari libur ini kamu di rumah saja dan nonton film di home teather sana!” larangnya dengan aura ngebossy. Seraya menarik kembali lengan bagian atas remaja itu. Anak remaja laki-laki itu hanya bisa membatin tak percaya, are you fxcking kidding me? Bagaimana bisa jadi seperti ini, sih?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD