Enjoy it. Happy reading....
••
Tiba dibandara Incheon.... Kuhirup udara negara para oppa ini. Yeaay!
Dan aku tak perlu tur guide, udah ada Yuki yang hapal seluk-beluk Korea.
"Gie, nyokap lo nggak bakal nerkam gue ntar pas kita pulang kan?" Jovanka nyenggol tanganku.
"Gwenchana..."
"a*u lo! Sok korea-koreaan lo." umpat Jovanka.
Aku menggeleng, Jovanka emang se-frontal itu kalo ngomong. Nggak ngerti.
Ini kenapa juga ya, orang-orang pada mandang dan liat-liat gitu ke arah kita? Aku memperhatikan penampilanku, biasa aja, nggak ada kayak toko printilan berjalan gitu.
"Orang-orang napa liatinnya gitu banget ya, Jo? Ada yang salah nih," bisikku.
"Oh, hehehe....disini lagi musim dingin, nah elo, pake baju jins ripped selutut, kaos oblong, topi. Kagak membeku lo?" oceh Jovanka.
"Ahh, dasar si Yuki ngasih info nggak bener banget sih? Musim dingin woy!! Gue saltum niihhh! Pe'ak, dasar!" seruku tak sadar situasi.
Yuki ketawa-tawa gaje gitu. Aku bikin mampus juga tuh anak. Pantesan aja, baju Jovanka sama Yuki kok beda. Mereka sudah prepare pake jaket tebal gitu. Tapi... emang nggak terasa dingin sih. Masih dingin di Indonesia, kalo kita ke puncak Mahameru, atau ke puncak Jayawijaya. Atau lebih dingin hatiku? Beuh!!
Kita naik taksi menuju apartemen temennya Yuki. Dia nyewa ke temennya gitu. Lumayan. Daripada mesti ke hotel atau guest house.
"Ki, berhubung yang ngarti bahasanya cuma kamu, please, jangan main plesetan lo! Awas aja kalo sampe kejadian kayak di Turki. Gue tendang sampe Indo lo!" semburku.
"Siap, Bos! Nggak lagi-lagi deh, gue kapok!" Yuki menunjukkan dua jari dan gigi kelincinya.
Kapoklah, orang aku paksa bungee jumping dari menara tertinggi didunia, Burj Khalifa di Dubai sana. Gara-gara dia ngerjain aku dengan memesan makanan dari kambing gitu. Aku kan alergi daging kambing. Sialan! Hahaha.... Makanya kukerjain balik. Yuki kan takut ketinggian. Tapi anehnya dia nggak takut kalo naik pesawat.
"Gie, btw... 'Napa juga lo masih make tuh cincin? Lepas. Gimana lo dapet cowo kalo begitu salaman, doi liat lo pake cincin kayak gitu." singgung Yuki.
"Ck, biarin aja. Sengaja kok. Biar nggak ada yang deketin. Aku trauma. Cukup tuh sikutu beras, Bramasta. Lagian cincin ini peninggalan Arik, nggak mungkin kulepas." sahutku.
"Move on dong, Gie... Masak masih mikirin Arik mulu? Dia udah seneng, dia udah tenang. Dia udah nggak sakit lagi. Mau nyari yang mirip Arik dimana lo? Kolong langit ini luas, Sist." tukas Jovanka.
Aku menyuap sisa pizza. Tak hiraukan sahutan Jovanka barusan. Ah...mereka tau kok alasan pastinya. Mereka mungkin cuma coba ngehiburku aja.
"Bonyok lo nggak bakal jodoh-jodohin lo lagi dong." cetus Jovanka.
Aku mengangguk.
"Yesss!! Merdeka!!" - Jovanka
"Merdekaaa!!!" - Yuki
Aku cuma ngangkat tanganku yang mengepal, karena mulutku penuh pizza. Sori, teman-teman... Harusnya mereka saat ini nemenin pacar-pacarnya. Tapi demi aku, mereka mau nemenin sejauh ini.
"Nggak pake lama ya Jo... Cuma semingguan aja deh kita disini. Kasian cowo lo pada! Ntar kurbel, pada selingkuh lagi. Wkwkwk....."
"Nista lo, Gie doain yang baik-baik 'napa?" protes Jovanka.
Aku tergelak puas.
"Iya, kita kan udah bela-belain nemenin lo yang jomblo akut Gie..." timpal Yuki.
Malam ini kami habiskan saling lempar bantal guling dan saling ejek mengejek.... Kelakuanku kayak anak SMA, selalu itu yang mereka bilang. Bodo! Hahaha....
>>>>
Pagi-pagi sudah turun salju. Hhh.... Kira-kira dinginnya sama dengan dinginnya waktu aku ke Rusia nggak ya? Aku soalnya belum pernah nginjakin kaki di negara ginseng ini. Gara-gara hallyu aja, aku jadi ikut-ikutan. Hehehe....
Dua temanku masih ngebangke aja, mana tidur terlentang, mulut mangap, ileran pula! Hiyyy! Ada ya yang suka sama mereka? Mau dibangunin, kasian. Mereka abis kena bully-ku semaleman. Karena kalah main kartu remi. Wajah mereka abis kucoreti pakai lipstik Jovanka yang merah cabe. Tingkah Jovanka emang absurd abis!
Abis cuci muka dan gosok gigi, aku mutusin keluar, cari mini market gitu, cari makan. Di apart, kosong melongpong tuh. Temennya Yuki lupa nggak ngisiin kulkas, katanya.
Dompet, ponsel, jaket hoody, syal, sarung tangan. Emh...lengkap. Aku pun keluar.
Brrrrr.....
Dinginnya tak sedingin kayak di Pangalengan, Lembang, atau Jayawijaya. Menurutku. Mungkin akunya yang malah nggak tau kondisi cuaca? Aelah...! Buta Celcius!
Aku menyebrang. Hhh...salahkan diriku yang sok tau! Aku cari-cari mini market atau kedai semacamnyalah. Ada yang kayak toko gitu, aku masuk. Yes! Ini beneran mini market.
Dengan santainya, aku nyari ramen yang suka Yuki beli. Tulisan hangeul semua. Sumpah! Nggak ngerti! Kulihat ada tumpukan roti lalu kuambil tiga, karena ada tulisan 'choco' gitu.
Nah, ini dia ramennya Yuki! Aku ambil tiga juga.
"Cigarette?" penjaga toko itu memandangku saat aku menunjuk rokok didekatnya.
"Ye, eolma?" tanyaku.
Dia menyebutkan jumlahnya, berhubung aku nggak ngerti, aku minta struknya. Aku manggut-manggut, oh... 13 ribu won.
Ponselku berdering. Jovanka. Mereka pasti kalang kabut nyariin aku. Panic attack! Uhuy!
"Gilingan! a*u! Demit! Bangke!" - Jovanka.
Tuh kan? Mulutnya sepedes rawit India!
"Hahaha....sori, sori. Aku laper, Jo. Aku di mini market nih, baru mau otw pulang." sahutku.
"Padahal bangunin gue, Gie. Gue pesenin kopi sama cake nih. Buruan pulang!"
"Iye...bawel!"
Brukk!
Belanjaanku terjatuh, karena aku nabrak seseorang saking fokus telponan.
"Eh, maaf... Eh? Emh....Mianham-nida," cicitku gagap.
Cowo itu membantu memunguti belanjaanku. Dia memberikan bungkusan kertas itu padaku.
"Gwenchana..."
Aku mengangguk. Lalu ikut menyebrang dengan yang lainnya.
"Silyejiman..." seseorang menepuk bahuku.
Aku berbalik. Eh, cowo yang tadi.
"Ige," dia memberikan dompetku.
"Ahh....ye, thank you. Emh, gamsahamnida?"
Dia tersenyum. Sepasang dimple bias terbit di pipinya. Manis.
"Where're you come from?" tanyanya.
"Indonesia," jawabku.
"Ohya? Aku juga. Senang ketemu temen senegara." katanya.
"Ah...ya, aku juga." sahutku canggung.
"Aku Vino," dia mengulurkan tangannya.
"Vino Bastian? Ehehe...um, panggil aku Gie. Karena semua temanku memanggilku Gie." kujabat tangannya.
"Kamu tinggal dimana, Gie?" tanyanya.
"Huh? Bukannya agak gimanaaa...gitu ya kalo baru kenal nanyain alamat?"
"Oh, maaf. Nggak, maksudku takutnya kamu belum kenal daerah Seoul." ralatnya.
Aku juga jadi tak enak gitu. Itu reflek sih.
"Sori, soalnya aku juga nggak tau nama jalannya apa. Nama apartemennya juga. Pokoknya tadi aku nyebrang, gitu aja." tukasku.
Vino mengangguk. Ponselku berdering lagi.
"Woy! Kenapa belum nyampe??! Kesasar lo ya Gie?"
"Heeh! Aku udah nyebrang nih. Apaan ya nama jalannya atau apartemennya?"
"Grand Royale Suit, Gie. Kan gue udah nyimpen datanya di note hape lo! a*u!"
Kuputus panggilan Jovanka.
Kusebutkan nama apartemennya, Vino senyum-senyum.
"Dua blok dari sini. Ayo,"
Aku mengekor dibelakang Vino. Dia pasti masih kuliah gitu. Mungkin baru semester 5 atau 7?
Tak ada maksud mau ngajak dia mampir ke apartemen sih. Cuma pas nyampe depan pintu, Yuki sama Jovanka juga keluar. Mungkin mau nyari aku. Jadilah mereka berdua yang malah ngajak Vino masuk.
"Makasih Vin, kalo nggak ada kamu, Gie tambah jauh tuh nyasarnya." kata Jovanka.
Aku mengerling dan disambut kekehan Yuki. Vino juga ikutan ketawa.
"Kalian lagi liburan?" tanya Vino.
"Ya..gitu deh, nemenin sang jomblo akut nih." celetuk Jovanka.
Yuki menimpuk Jovanka pake bantal sofa.
"Ups! Sori, keceplosan hehe...."
"Gue suruh bungee jumping dari menara Namsan, mau lo?! Ember banget punya mulut!"
Ih! Kesel banget sama Jovanka. Aku berlalu ke kamar. Udah tau aku lagi sensi. Bukan malu atau apa, masak iya sih aku dibilang jomblo akut depan cowo ini? Jatohin banget!
Kudengar Vino pamitan. Tentu aja dia jadi merasa tak enak.
"Gie... Sori, oke? Keceplosan. Saking senengnya baru sampe Korea udah ada cowo nyangkut," kata Jovanka.
Aku mendengus.
"Gie... Augie....."
"Tau ah!"
"Gie, Vino minta nomor lo. Gue kasih, nggak apa-apa kan?"
"Jovanka!!"
###
Hi, readers! Adakah yang suka storyku? Atau storyku B aja?
Whatever, yang penting baca, vote, dan komen. Ok?
So,
Gomaweo & Saranghae...
tbc