Different Surface~01

2175 Words
Mata nya secara otomatis menajam menatap sang pria. Pria di depan nya terlihat tampan dengan gestur wajah yang terlihat sangat tegas bahkan bibir pria tersebut terlihat tegas dan sangat terkesan jantan. Secara tiba - tiba bola mata berwarna abu - abu berbingkai bulu mata tebal itu berbalik menatap kedua bola mata cokelat Marcella. Membuat diri nya terpukau sedetik kemudian, melihat warna bola mata yang cukup jarang di temui nya. "Apa tugasmu di sini hanya untuk menatap mataku ?" suara baraton berbalut celaan itu terdengar membuat Marcella kembali tertarik ke alam sadar nya. Menghindari kontak mata pria di depan nya. Terjadi keheningan untuk 3 menit membuat Marcella hanya merasakan tatapan mata tajam yang di berikan oleh pria di depan nya.Menilai Marcella dalam diam. "Duduk disini."Ucap pria tersebut membuka suara nya setelah 3 menit tidak membuka suara nya dan membuat Marcella juga diri nya terjebak dalam keheningan. "Kau bisa pergi, Ricardo." Marcella melirik melalui ekor mata nya dan menatap pria bekas luka tersebut yang kini diketahui nya bernama Ricardo, menunduk hormat lalu berjalan keluar. Kembali diri nya membisu bersama pria yang kini memantik rokok nya dengan pemantik putih dan melemparkan kembali pemantik tersebut ke atas meja, setelah diri nya selesai membakar ujung rokok milik nya. "Seperti nya kau penari yang cukup handal." Marcella hanya diam mendengarkan, sebuah hembusan asap terlihat keluar dari mulut pria tersebut saat pria di depan nya menghembuskan nya keluar. Tanpa sadar pria yang duduk di samping nya bergerak dengan cepat mendekat ke arah nya lalu meraih dagu Marcella cukup kasar, membuat mata cokelat tersebut kembali bertabrakan dengan mata abu - abu milik nya. "Dan cantik." sambung pria tersebut lalu meniupkan asap rokok ke depan wajah Marcella membuat Marcella spontan menutup kedua mata nya. Tangan besar dan kasar itu kini menelusuri sisi rahang Marcella lalu naik ke atas pipi nya "Apa kau pekerja baru di sini ?" tanya nya dengan tangan nya yang terus menelusuri sisi wajah perempuan di depan nya yang masih memejamkan mata.  Marcella hanya menganggukan kepala nya. Hingga di rasa nya tangan pria di depan nya akan menyentuh lebih dalam sisi wajah nya yang akan menyentuh daun telinga milik nya. Alat pendengar tersebut masih melekat di telinga kanan milik nya, membuat Marcella spontan membuka kedua bola mata nya dan secara tiba - tiba bersin tepat di depan wajah pria tersebut. Membuat pria bermata abu - abu itu,membulat kan mata dan spontan menjauh dari Marcella. "Maafkan saya." Ucap Marcella dengan sebelah tangan nya yang menutup mulut nya lalu meraih selembar tissue di depan nya sebelum berbalik membelakangi pria yang terlihat kesal itu. Berpura - pura diri nya sedang menyeka hidung nya. Dengan lincah diri nya melepas alat yang menghubungkan nya dengan para agen lain yang terlibat misi yang sama dengan nya, menjatuhkan alat tersebut dan menginjak nya dengan cepat sebelum kembali berbalik menatap pria yang duduk di samping nya. Pria tersebut bahkan kini kembali menjaga jarak dengan diri nya dengan wajah yang terlihat sangat jelas menunjukan diri nya sedang kesal. Mengambil inisiatif Marcella meraih botol kaca yang di isi oleh cairan berwarna kuning, Martin. Mencoba menuangkan pria tersebut minuman ke dalam gelas yang sudah kosong dan kini hanya tersisa es batu yang mulai mencair. Setidak nya diri nya harus benar - benar bersikap seperti seorang jalang, melayani tamu dengan menuangkan minuman hingga diri nya bisa keluar dari sini. Karena penyamaran nya tidak boleh terbongkar. Saat diri nya akan menyerahkan gelas tersebut ke arah pria bermata abu - abu itu, secara tiba - tiba lampu di dalam ruangan padam. Di susul dengan suara tembakan di luar pintu. Mereka datang. ¤¤¤   "Kau sudah lama tiba Mrs. Jovanka ?" Marcella dapat menebak nya jika pria yang memanggil nya dengan marga keluarga nya itu tidak lain adalah atasan nya sendiri. Hans. "Dua puluh lima menit yang lalu. Aku masuk karena Dudley menyarankan nya." Hans menganggukan kepala nya lalu melepas jas milik nya dan menggantung nya di belakang kursi sebelum duduk di kursi tersebut. "Maaf lama membuatmu menunggu. Kami baru saja merapatkan kasus yang kau tangani semalam." Seorang karyawan masuk kedalam ruangan membawa segelas kopi untuk Hans lalu menaruh nya tepat di depan pria tersebut, sebelum kembali berbalik berjalan keluar. "Kudengar kau sempat mendapat kendala." sambung Hans lalu menyeruput kopi milik nya. "Bukan masalah besar. Aku hanya benar - benar di anggap seorang jalang di dalam." Ucap Marcella dengan wajah datar membuat Hans tertawa. "Kerja bagus. Sepertinya itu penyamaran sempurna dan karena itu aku akan membuatmu berlibur atas kerja kerasmu." Seolah tidak percaya dengan ucapan pria di depan nya membuat Marcella menatap nya dengan mata memicing dan alis yang terangkat sebelah. "Benarkah ?" "Ya. Aku memberimu libur selama sebulan lebih atas kerja kerasmu dalam menyelesaikan misi." Seolah masih tidak percaya dengan ucapan yang di katakan oleh atasan nya, membuat Marcella melipat kedua tangan nya di atas d**a. "Ini bukan kasus yang besar. Tapi, terimakasih atas waktu libur nya." Lagi, kembali suara tawa dari atasan nya itu terdengar. Seolah pria tersebut adalah seseorang yang harmonis. "Kami juga mempertimbangkan kerja kerasmu di kasus yang lain nya, Mrs. Jovanka. Jadi jangan berpikir yang aneh - aneh." Seolah penjelasan yang kali ini di paparkan sudah cukup untuk di terima, membuat Marcella berdiri dari duduk nya. "Kalau begitu aku pulang." "Ya, Tentu. Selamat menikmati liburanmu." Hans mengangkat segelas kopi nya lalu kembali menyeruput nya dengan tenang. Menatap punggung Marcella yang mulai menghilang di balik pintu. Saat Marcella melangkah masuk kedalam apartemen milik nya sebuah senyuman langsung terukir di kedua sudut bibir merah milik nya. Sepasang mata coklat dengan bulu - bulu tebal berwarna abu - abu tengah menatap nya. "Meong." Seolah mendengar sapaan yang di berikan sang kucing membuat Marcella langsung mengangkat peliharaan nya itu kedalam pelukan. Mengelus nya dengan lembut di selingi dengan mencium kepala sang kucing. "Terimahkasih atas ucapan selamat datang nya." ucap Marcella kepada sang kucing, seolah mengerti ucapan sang majikan dirinya kembali mengeluarkan suara yang sama. "Bagus. Kucing itu terlihat seperti anak sungguhan mu." Marcella mendongak kan kepala nya mendengar suara yang tidak asing lagi di telinga milik nya "Mom ?" Di depan nya terlihat seorang wanita yang telah melahirkan nya kini berdiri di hadapan nya dengan dress coklat yang membalut tubuh nya dan high heels yang berwarna senada. Keriput mulai terlihat di kulit putih milik nya tetapi, tidak menutupi kecantikan yang masih terpancarkan. Marcella menurunkan kucing milik nya dari gendongan nya lalu berjalan mendekat ke arah ibu nya yang langsung di sambut oleh pelukan hangat khas seorang ibu. "Mom's Kapan datang ? Kenapa tidak kabari aku kalo Mom akan datang ?" tanya Marcella sembari menggiring sang ibu masuk kedalam ruang tengah dan duduk di sana. "Kau terlalu sibuk. Mom sudah menelpon mu dari kemarin tapi, kau tidak mengangkat nya." Barulah Marcella teringat bahwa ponsel milik nya masih berada dalam keadaan nonaktifkan. Karena itu adalah salah satu protokol yang harus di lakukan nya saat akan menjalankan misi agar tidak terganggu saat ada pesan atau sebuah panggilan masuk. "Apa semua nya baik - baik saja di sini ?" sambung ibu nya membuat Marcella menganggukan kepala nya dengan tersenyum "Ya. Aku hidup dengan baik di sini." Suara helaan nafas terdengar membuat Marcella mengelus tangan sang ibu yang menatap nya dengan sedih. "Mom dan Dad sudah bilang untuk tidak perlu menjadi seorang pramugari. Apalagi kau memilih untuk menjadi seorang pramugari di Austria." Itulah kebohongan yang di sampaikan nya kepada sang keluarga bahwa diri nya bekerja sebagai pramugari di Austria. Saat dirinya di rekrut sebagai agen Intellegence dirinya harus menyembunyikan pekerjaan milik nya dari keluarga atau siapapun dan membuat sebuah asumsi kebohongan mengenai pekerjan dan hidup nya yang terlihat berjalan mulus seperti yang lainnya. "Mom aku suka di sini. Aku sudah terbiasa. Jangan mengungkit nya kembali." jawab Marcella membuat sang ibu memasang raut kesal sebelum kembali menghela nafas nya.  "Terserah kau saja. Mom sudah capek memberitauh mu. Mom datang di sini untuk membawamu pulang sebentar ke Canada, Angelica akan menikah." Setelah mendengar penuturan sang ibu tanpa sadar mata coklat milik nya langsung saja membulat tak percaya. Adik nya yang tinggal bersama ibu dan ayah nya di canada dan berprofesi sebagai Dokter itu akan menikah. "Apa ? Dengan siapa ? Dia masih berumur 23 tahun. Itu sangat cepat." ucap Marcella tak percaya yang langsung mendapat pukulan kecil di bahu nya. "Itu sudah cocok. Dia sudah dapat membiayai hidup nya dan dia sudah berdiri di usia yang matang untuk membina sebuah rumah tangga." jelas sang ibu membuat Marcella ingin menyela sebelum sebuah tatapan kembali berbalik padanya. "Dan kau. Apa kau tidak akan menikah dan akan terus - terusan memperlakukan kucing seperti anak mu ? Apa kau tidak punya kekasih di sini ?" sambung sang ibu membuat kali ini Marcella yang menghembuskan nafas nya kasar mendengar celotehan sang ibu. "Aku terlalu sibu membangun karir." "Kau sudah kerja dan umur mu itu sudah tua ! Apa kau tidak tauh bahwa perempuan akan sulit memperoleh anak di usia tua ?" "Mom ! Aku belum tua, aku masih 28 tahun itu masih sangat muda. Berhenti memanggil ku tua. Aku belum siap membangun hubungan."  tegas Marcella tidak menyukai dirinya di sebut tua oleh sang ibu. Membuat sang ibu yang mendengar nya hanya mengayunkan tangan nya di depan sang putri. "Terserah kau saja. Tapi, setidak nya persiapkan dirimu di pernikahan Angelica untuk menjawab pertanyaan 'when you get merried ?." Marcella hanya diam dan kembali menghembuskan nafas nya kasar. Membina sebuah rumah tangga di umur nya ini di rasa nya masih terlalu cepat dan karir nya yang masih belum aman untuk membangun rumah tangga. Beberapa menit kemudian sebuah nada dering masuk kedalam ponsel sang ibu membuat Marcella hanya melirik nya sebentar sebelum kembali fokus ke hadapan nya menatap Bunny, kucing milik nya yang tengah berbaring di atas karpet berbulu tebal persis seperti diri nya.  "Mom akan kembali ke hotel Dad sudah menelfone." Marcella bangkit dari duduk nya lalu berjalan ke arah kamar nya "Aku akan  mengantar Mom." ¤¤¤ Untuk ketiga kalinya Marcella medongak melihat kaca spion mobil nya saat merasa yakin sebuah mobil dengan kaca gelap itu terus menerus mengikuti nya membuat Marcella menautkan alis nya. Setelah pulang mengantar ibu nya dari hotel diri nya terus saja di buntuti hingga sekarang. Sebuah pembelokan dari arah utara terlihat membuat Marcella membelokan mobil nya, keluar dari jalur menuju apartemen nya. Dan saat mobil itu lagi - lagi ikut membelokan mobil nya dan mengikutinya, Marcella mulai menaikan keceptan mobil nya hingga mencapai batas maksimal. ¤¤¤ "Sepertinya dirinya telah sadar di buntuti Tuan. Kita harus bagaimana ?" seorang pria yang duduk di kursi pengemudi dengan terus menaikan kecepatan nya mengejar mobil Marcella yang telah melaju kencang. "Pelacak nya sudah kau pasang bukan ?" pria yang sedang menyetir mobil itu mengalihkan sebentar fokus nya untuk menatap pria yang juga sedang duduk di kursi depan bersama nya. "Sudah. Saya memasang nya di bagian belakang bangkar mobil." Dan saat itu mobil yang di bawa Marcella kembali menikung jalan dengan tajam, lebih tepat nya memotong arah jalan membuat beberapa mobil berhenti secara mendadak untuk menghindari tabrakan yang di sebabkan oleh Marcella. Membuat mobil yang di bawa oleh pria tersebut ikut berhenti mendadak saat beberapa mobil menutup jalan nya di depan. Marcella berhasil lolos. "Maaf kan saya." ucap pria tersebut berbalik menatap pria yang duduk di samping nya dengan mata yang terus menatap ke depan sebelum kembali turun menatap ipad di tangan nya yang menunjukan sebuah lokasi dengan titik merah tengah terus berjalan. "Tidak perlu. Aku sudah mendapatkan tujuan nya." ¤¤¤ Marcella menutup pintu apartemen nya dengan kencang membuat sang kucing tersentak bangun sebelum kembali tertidur. "Dudley. Aku butuh bantuanmu." "Di jam sepuluh malam ini ? Oh ayolah, aku ada tugas lapangan besok." suara dari sebrang telpone di sana terdengar menguap kantuk dengan nada kesal yang coba di redam nya. Dudley seorang agen Intellegence yang bertugas khusus di bagian IT. Meretas atau membobol segala macam keamanan ataupun mencuri sebuah akses yang sering di gunakan dalam tugas penyamaran dalam lapangan. Membuat Marcella yang sering bekerja sama dengan Dudley , menggunakan nya meskipun itu di luar jam kerja dan tidak berkaitan dengan tugas apapun. "Aku melanggar lalu lintas. Tolong retas CCTV untukku. Karena aku tidak berniat ke kantor polisi." ucapan Marcella dengan nada datar sembari melepas jaket milik nya mampu membuat kedua mata Dudley yang berada di rumah nya melebar. "Apa ? Kau sudah gila ?! Kau sedang di beri waktu liburan tetapi kau malah memakai nya untuk balapan ditengah jalanan pusat kota ?! Apa kau menabrak seseorang ?" "Kau pikir aku seburuk apa membawa mobil ! Aku tidak dalam unsur balapan atau apapun itu. Aku hanya terdesak." "Oh Jesus. Apa kau akan segera di keluarkan dari CIV ? Apa kau sudah memiliki alasan bagus untuk Han--" Marcella yang terus saja mendengar ocehan Dudley yang berubah menjadi panik dan sulit mendengar penjelasan seseorang membuat nya hampir membuat kesalahan di tiap tugas nya tetapi, hal terseubut tidak membuat Marcella berhenti merekrut nya untuk sebuah team karena kemampuan nya dalam bidang IT terbilang tinggi. "Dudley! Aku tidak menabrak atau apapun itu. Berhenti panik ! Lakukan saja apa yang ku katakan !" Dan Marcella langsung menutup telpone tersebut dengan sepihak. Membuat pria yang masih dalam keadaan panik itu kembali menelpone nya yang langsung di tolak. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD