Anda Adalah Calon Pewaris Dominico Corp

1127 Words
Elton kembali berkacak pinggang begitu sampai di kamar kos Mark yang sama sekali tidak dikuncinya itu. Melihat sahabatnya masih terbungkus di dalam selimut tebal dan penerangan seadanya ini. “Bangun, woi!” omel Elton seraya memaksa untuk membuka Mark dari bungkusan selimut itu. “Apaan sih, El. Ini baru jam berapa? Gue juga nggak ada kelas sama sekali,” keluh Mark dengan menarik kembali selimut itu. “Ya memang lo nggak ada kelas sama sekali. Tinggal skripsi doang dan hari ini kita ada jadwal bimbingan, Mark. Please, gue nggak mau extend lagi semester ini. Kita kudu lulus, Mark. Kalau nggak, gue kudu jadi sugar baby ke tante-tante girang nih.” “Mana laku lo.” “Sialan! Gini aja cepet banget lo ngatain gue. Buruan bangun!” Mark menggeliat, berusaha untuk meregangkan otot-ototnya yang kaku. Ia mengucek kedua matanya lalu memberikan senyuman tipis kepada Elton yang memandangnya dengan pandangan tidak bersahabat itu. “Jam berapa sih ini?” “Udah jam sebelas lewat. Kita bimbingan sama Pak Sinaga habis makan siang loh. Ayolah, Mark. Cukup kali dua kali extend. Gue nggak mau jadi mahasiswa abadi nih.” “Lagian lo kenapa ngikutin gue sih? Aturan lo udah bisa kelar skripsinya. Tinggal bab empat doang. Nggak maju-maju lo.” “Gue nggak ada semangatnya kalau ngelihat lo gini. Sahabat sejati itu adalah sahabat yang selalu ada di keadaan –“ “Bacott ....” Jemari Mark sudah mengusap wajah Elton. “Buruan mandi. Sialan lo. Kenapa gue bisa betah temenan sama manusia hopeless kayak lo. Ck!” “Sepuluh menit lagi.” “Mark! Astaga lo. Sampai kapan sih lo nggak bersemangat kayak gini? Bro, kita itu udah di kisaran umur quarter life crisis. Apa lo masih merasa hidup lo biasa-biasa aja? Lo tenang kayak gini? Lo santai karena uang asuransi nyokap lo masih ada. Tapi, mau sampai kapan? Pearl aja udah lulus dari kapan, Mark. Lo? Bab tiga aja masih revisi.” Pearl. Nama singkat itu masih menjadi kerinduan dan kepedihan yang begitu dalam bagi Mark. Sejak perpisahan dirinya dengan Pearl, ia sama sekali tidak berniat untuk menjalin hubungan dengan siapapun. Lebih tepatnya, ia tidak berniat untuk melakukan apapun. Bahkan Pak Sinaga, sudah pasrah dengan lelaki ini dalam membimbingnya. Salah satu dosen senior yang tergolong cukup tegas itu pun hampir menyerah dalam membimbing Mark. Karena Mark sama sekali tidak peduli dengan ocehan Pak Sinaga. Tapi ia pun tidak berniat untuk mengganti dosen pembimbing lain. “Diem lo kalau gue sebut nama itu. Mark, Mark. Mau sampai kapan sih? Nyokap lo kayaknya kalau bisa ngelihat lo, ngerasa sia-sia udah lahirin lo. Dia udah capek ngurus lo sendirian, bahkan saat dia udah nggak di sini, lo masih bisa hidup dengan uang asuransi itu. Tapi dasar memang lo yang kurang bersyukur.” Lagi, Mark hanya bisa terdiam mendengar omelan Elton. Elton sudah hampir kehabisan akal untuk mengubah cara pandang Mark dalam melanjutkan hidupnya. “Ternyata Pearl memang gadis yang cerdik. Dia bener, memang nggak ada masa depan kalau dia masih sama lo. Bisa-bisa dia tetap jadi miskin terus. Cuma dengan sisa uang asuransi, tapi nggak ada tujuan. Bentar lagi juga habis.” “Lo keluar deh. Lo tunggu di luar aja. Gue mau siap-siap.” Semua kalimat itu sudah sukses menusuk hati Mark. Kali ini, Elton sama sekali tidak menyaring kata yang diucapkan bibirnya, membiarkan Mark mendengar semuanya. “Tersinggung? Umur ginian, bukan saatnya ngebaper, bro. Kalau lo belum ada apa-apa yang bisa lo hasilin, nggak ada haknya untuk lo tersinggung dengan semua ucapan gue. Lo pikir duit bisa tumbuh dari balik selimut lo kali ya.” “Elton!!” Seketika, Mark sudah menarik kerah baju polo yang dikenakan oleh Elton. Dadanya sudah dipenuhi dengan amarah yang terakumulasi dari setiap kata yang diucapkan oleh sahabatnya itu. Entah kenapa, baru kali ini Elton mengatakan semua hal menyakitkan ini kepadanya. Namun ini sama sekali tidak bisa membuat Mark berdiam diri. “Pukul aja. Sini pukul. Lo dan gue akan tetap hidup miskin kalau masih kayak gini, Mark. Apa lo mau terus gini? Jadi pecundang seumur hidup? Membiarkan semua kalimat Pearl itu jadi kenyataan di takdir lo? Gitu?!!” Rahang Elton mengeras, menahan setiap emosinya. Napasnya memburu, namun ia sama sekali tidak berniat untuk mengalah atau pun meminta maaf kepada Mark atas semua ucapannya. Suasana tegang ini seketika buyar, saat mereka mendengar suara ketukan pintu dan Bu Marli, pemilik kos ini memanggil Mark. Dengan kasar, Mark melepaskan kerah Elton dari genggamannya lalu berjalan membuka pintu. “Iya, Bu?” tanya Mark saat melihat wanita bertubuh gembul itu di hadapannya. Keningnya berkerut saat melihat dua orang bertubuh tegap dengan balutan setelan jas hitam di belakang Bu Marli. “Ada yang mau ketemu kamu. Ibu tinggal dulu, ya.” Tanpa menunggu balasan kalimat Mark, Bu Marli sudah membiarkan dua lelaki asing itu bersama Mark. “Boleh kita bicara di dalam kamar saja?” *** Mark dan Elton duduk berdampingan di atas ranjang. Sedangkan satu orang lelaki asing tersebut memilih untuk berdiri, sedangkan seorang lainnya memilih untuk menunggu di luar kamar. “Mark. Perkenalkan nama saya Kendrick, Anda bisa memanggil saya Ken. Yang di depan tadi itu Andre, ajudan pribadi saya,” ujar lelaki tersebut yang akhirnya memberikan senyuman tipis seraya menyodorkan tangannya untuk bersalaman. Dengan ragu, Mark menjabat tangan lelaki itu. “Mark, lo nyolong apa gimana? Mampus nggak sih kita bedua nih?” tanya Elton dengan suara berbisik. Karena baik Elton dan Mark, mereka berdua cukup khawatir untuk hal ini. Lelaki asing yang berpakaian rapi ini, bak mafia yang ada di film, yang siap menculik nereka berdua. Namun, senyuman tipis yang diberikan oleh Kendrick tadi, sedikit menurunkan kerisauan di hati mereka berdua. “Saya merasa saya tidak melakukan kejahatan apapun, Pak Kendrick. Apapun tujuan Anda datang ke sini, kita bisa selesaikan baik-baik,” ujar Mark dengan hati yang masih waspada kepada lelaki asing di depannya ini. Kendrik tertawa kecil mendengar kalimat yang diucapkan Mark kepada dirinya. “Saya tau, kalau kedatangan saya pastinya membuat Anda bingung. Tapi tenang saja, saya membawa berita baik.” “Be-berita? Apa maksudnya?” tanya Mark gelagapan. “Tuan Erwan Dominico hendak bertemu dengan Anda hari ini. Saya akan menunggu Anda selesai bimbingan skripsi hari ini, setelah itu saya akan mengantarkan Anda menemuin Tuan Erwan.” “Tunggu? Erwan Dominico? Siapa dia? Lalu, bagaimana Anda bisa tau kalau saya hari ini ada bimbingan skripsi? Sebenarnya apa tujuan anda datang ke sini?” “Mark, sudah waktunya Anda bertemu dengan ayah Anda. Ya, Tuan Erwan adalah ayah kandung Anda. Beliau ingin bertemu dengan Anda, berharap agar Anda bisa pindah tinggal bersama beliau.” “Tunggu. Dominico? Ini bukan perusahaan Dominico yang ...” “Ya, tepat sekali. Dominico Corp., perusahaan import furniture terbesar di negeri ini. Anda adalah salah satu calon pewaris Dominico Corp., Tuan Mark Dominico.” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD