stars 7 - i can't trust anythings now

1643 Words
“Merasakan pelukan hangatmu lagi sedikit melepaskan rasa sakit yang selama ini terus aku rasakan.” -       Rona Mentari   Tubuh Rona masih bergetar hebat saat Bintang menurunkannya dari gendongan. Bintang tak lantas pergi. Dia duduk di samping Rona, kembali memeluk tubuh gadis sembari terus mengucapkan kata maaf. Entah kenapa, kata-kata yang Bintang ucapkan membuat perasaannya lega. Sesak yang selama empat tahun terakhir terus membelenggunya perlahan hilang. Tanpa sadar ternyata dia menunggu permintaan maaf ini. Kata-kata yang seharusnya dia dapatkan tak lama setelah pria itu meninggalkannya dulu di pinggir jalan lintas kota. Tubuh Rona masih mengigil. Air mata tak henti-henti mengalir membasahi kedua pipinya. Bayang-bayang ular panjang besar yang mendekati tubuhnya tadi terus masuk ke dalam pikirannya. Sebenarnya, ia bukan wanita penakut, dia cukup berani dengan binatang apapun kecuali, ular. Membayangkan binatang panjang melata yang akan membunuh manusia hanya dengan satu gigitan membuatnya merinding.  Rona terus mengeluarkan air mata pilu. Ketakutan Bintang  akan kembali meninggalkannya  seperti empat tahun silam  membuat Rona  mendekap erat tangan Bintang  yang terus memeluk tubuhnya. "Jangan pernah meninggalkanku lagi," isak Rona memasukan kepalanya ke dalam d**a Bintang. Bintang menatap Rona yang ketakutan. Melihat begitu lemah dan rapuh membuatnya merasa bersalah. Seharusnya dia tidak melakukan hal ceroboh itu dengan membawa Rona memasuki hutan. Dia lupa Rona memiliki Fobia terhadap ular. Bintang menarik tubuh Rona ke dalam pelukan, membiarkan gadis itu menangis dan melepaskan semua ketakutan dan kekesalannya. Tak pernah menyangka wanita itu akan begitu ketakutan hingga tanpa sadar menurunkan egonya dan memeluknya seperti ini, padahal beberapa hari terakhir ini, wanita itu terus menjauhinya dan terkesan tak peduli dengan apa yang dia lakukan. Bintang menatap nanar sebelum akhirnya mempererat pelukan dan mengecup puncak kepala Rona, “maafkan aku,” bisik Bintang lirih. Rona membalikan tubuhnya lalu membalas pelukan Bintang. Memeluk tubuh Bintang erat merasakan kembali kehangatan tubuh Bintang yang melingkupi dirinya. Sayup-sayup Rona dapat mendengar debaran jantung Bintang yang berdetak seirama dengan miliknya. Tangan Bintang yang mengelus rambut dan punggung tak ayal membuatnya begitu nyaman, membuatnya kembali merasakan rasa sayang yang Bintang berikan dulu. ☆☆☆☆☆   Rona melepaskan pelukan Bintang saat merasakan kesadaran telah merasuki pikirannya. Menjauhkan tubuhnya dari Bintang dan menatap tak percaya pemandangan ada di depannya. Awalnya, dia mengira Bintang akan membawanya kembali ke pinggir pantai.  Tapi ternyata, Bintang membawanya masuk lebih jauh ke dalam hutan dan mendudukannya di pinggir sungai dengan air terjun kecil. Rona menghembuskan napas dalam, mencoba menenangkan diri dan menghilangkan isakan yang sedari tadi terdengar begitu jelas. Matanya memeajm, merasakan semilir angin yang bercampur dengan uap air yang menerpa. Suara gemericik air yang turun dari air terjun membuat mata Rona memejam. Setidaknya, hal ini bisa membuat tubuh dan pikirannya sedikit lebih tenang. Mereka menatap air terjun kecil itu dalam diam, keduanya tak ingin beranjak, seolah mereka masuk ke dalam pikiran masing-masing. Rona mencuri pandang, meruntuki dirinya yang kembali terlihat begitu lemah di hadapan Bintang, padahal selama ini dia telah berusaha untuk membangun hatinya yang hancur karena Bintang.Kaki Rona menekuk, matanya terus memandangi gerakan air yang turun dari atas tebih yang ada di depan mereka.  Dari sudut matanya dia dapat melihat Bintang memperhatikannya dengan raut sendu dan tatapan penuh penyesalan. “Maaf...” lirih Bintang sekali lagi membuat Rona perlahan mengeluarkan senyuman tipis. “Sudahlah...” Rona berdiri lalu menyabu debu dan kotoran yang menempel di bagian belakang tubuhnya. Menatap Bintang sejenak sebelum akhirnya menggeleng lemah. “Bisa kita lupakan sejenak masa lalu kita ..” pinta Rona membuat Bintang menatapnya lekat. “...setidaknya sampai kita keluar dari pulau ini. Aku capek dengan semua pertengkaran yang terjadi diantara kita.” Rona menghela napas. Sadar bahwa dia hanya berdua dengan Bintang di pulau ini. mereka Rona mencoba melupakan masa lalu yang terjadi diantara mereka. Sadar bahwa ia hanya berdua dengan Bintang di pulau ini. Tak bisa terus hidup masing-masing dengan hanya mementingkan ego seperti ini. "Aku hanya ingin kita segera keluar dari pulau ini, bukan hanya memikirkan persoalan masa lalu, disaat persoalan yang kita hadapi sekarang lebih berat,” lanjut Rona tersenyummanis tanpa sadar kembali menghiasi wajah manisnya. Bintang terpaku saat melihat Rona kembali tersenyum. Senyum yang begitu ia rindukan, yang selalu Rona perlihatkan di saat mereka bertemu dulu. Walaupun, senyum itu tak sesumringah dulu, minimal Rona kini tidak menatapnya dengan raut kebencian yang ia perlihatkan beberapa hari ini. "Dingin..." seru Rona membuat Bintang tersadar dari keterpakuan. Menatap Rona yang sudah berjalan menuju pinggir danau dan memasukan kakinya ke dalam air danau jernih yang ada di depan mereka. Rona terlihat begitu gembira saat merasakan percikan air mengenai wajahnya, seolah ia telah melupakan pertengkaran yang terjadi diantara mereka tadi. Melihat gadis itu ceria seperti sekarang, tak ayal membuat Bintang kembali teringat masa lalu. Masa-masa dimana ia bisa dengan mudahnya ikut tersenyum melihat keceriaan yang Rona pancarkan "Kamu nggak ingin membersihkan dirimu?" tanya Rona melepaskan kemeja yang selama beberapa hari terakhir ini melekat di tubuhnya sehingga menyisakan tanktop abu-abu miliknya. Bintang tersentak saat melihat lekuk tubuh Rona yang terlihat luar biasa indah. Matanya terpaku melihat bagian belakang tanktop Rona tersingkap. Ia tak dapat menutupi raut terkejutnya saat melihat pinggang Rona dihiasi sebuah tato. "Ada yang salah?" tanya Rona bingung saat melihat Bintang menggelengkan kepalanya. Dengan cepat ia membenarkan tanktopnya saat melihat pandangan mata Bintang terpaku pada tato di pinggangnya. Bintang terus menatap pinggang Rona. Ada banyak pertanyaan yang ingin ia ketahui akan kepergian Rona dulu. Dihelanya napas dalam seraya menggeleng pelan, ini bukan saat yang tepat untuk menanyakan semuanya. Yakin bahwa Rona masih enggan untuk mengungkap segalanya, terlebih setelah kejadian tadi. Ketakutan Rona tadi membuatnya sadar bahwa semua hal yang terjadi diantara mereka adalah karena keegoisannya. Kemarahan yang akhirnya bukan hanya menghancurkan ia sendiri  melainkan juga Rona. Wanita yang ia sayangi. Perlahan, Bintang mendekat ke arah Rona, menatap kaki gadis itu yang membengkak. Raut bersalah kembali terlihat di wajahnya. “Seharusnya aku tau kenapa kamu tidak bisa jalan lebih cepat tadi,” sesal Bintang. "Ayo..."  "K-kamu n-ngapain?" Tanya Rona saat melihat Bintang berjongkok di hadapannya, menatap bingung Bintang yang menoleh ke arahnya. “Kita harus kembali ke bibir pantai. Hari sudah mulai malam.” “Aku tau. Tapi, kenapa kamu harus berjongkok di depanku seperti ini?” tanyanya mengernyitkan kening. "Naik ke punggungku. Kaki kamu bengkak. Kamu nggak mungkin bisa bejalan dengan kaki seperti itu. Jadi, Ayo!” Menarik tangan Rona sehingga tubuhnya terjatuh mengenai punggung bidang Bintang.  Rona memekik saat Bintang mulai mengangkat tubuhnya, tanpasadar ia mengalungkan tangan.  Dadanya berdetak keras saat merasakan tangan Bintang menahan pantatnya agar tidak terjatuh. Mereka terdiam dalam perjalanan. Membangun kembali kenangan-kenangan manis yang mereka lakukan dulu. Kenangan yang seharusnya masih dapat mereka rasakan, jika saja tidak ada kejadian menyakitkan itu. Kejadian yang akhirnya menghancurkan mereka berdua. Rona menatap punggung Bintang yang begitu bidang. Kehangatan punggung Bintang masih tetap samaseperti saat dimana Bintang sering menggendongnya dulu seperti ini. Membiarkan d**a mereka berdekatan sehingga dapat mendengarkan debaran jantung mereka yang berdetak seirama. Ia tersenyum lemah, sebelum akhirnya mengeratkan pelukan tangan lalu meletakan kepalanya di lekukan leher Bintang. Menghirup aroma tubuh Bintang yang tanpa sadar begitu ia rindukan. Perlahan, mata Rona terasa begitu berat hingga akhirnya ia tak dapat membuka mata dan akhirnya tertidur di gendongan Bintang ☆☆☆☆☆     “Hiks...Hiks..” isakan Rona  membuat Bintang yang awalnya duduk memandang lautan bebas di depannya mengalihkan pandangan menatap Rona yang tertidur berbantalkan jersey miliknya. Dia berjalan pelan mendekati Rona dan melihat air mata yang perlahan terjatuh mengaliri wajah cantiknya. Tatapan mata Bintang berubah sayu, bertanya-tanya apa yang Rona mimpikan sehingga membuatnya terus tidur terisak seperti ini. Bukan pertama kalinya, Bintang mendengar isakan Rona seperti ini. Sejak awal mereka terdampar di pulau ini, Bintang terus menunggui Rona tidur. Dia tak dapat memejamkan mata melihat gadis yang dia cintai ini tidur meringkuk layaknya bayi dalam kandungan. Dengan hati-hati, Bintang memindahkan kepala Rona ke pangkuannya agar gadis itu dapat tidur dengan nyenyak. Tangannya mengusap kepala Rona lembut sembari merapikan anak-anak rambutnya yang berantakan. Rona yang merasakan pergerakan perlahan membuka mata dan terkejut saat sadar bahwa dia tidur berbantalkan paha Bintang. Sontak dia bangun dan duduk di samping Bintang Bukannya aku tadi tidur di punggung Bintang? “Sejak kapan...” Rona mengernyitkan kening saat mendengar pertanyaan tiba-tiba dari Bintang. Wajah Bintang yang terlihat sayu dan khawatir membuatnya bertanya-tanya. “Maksud kamu?” "...Terisak. Menangis seperti ini." Bintang menghapus sisa air mata yang masih membasahi pipi Rona  membuat tubuhnya mendegang merasakan hangat tangan Bintang yang mengusap pipinya. "Sejak kapan?" tanya Bintang menuntut jawaban. “Empat tahun lalu. Sejak pertama kali kamu menatapku dengan tatapan dingin itu,” jawab Rona menahan tangis. Bintang terlihat terkejut mendengar ucapan Rona. Kesalahannya waktu itu ternyata membuat Rona begitu menderita seperti sekarang. "Tapi, bisakah kita tak mengungkitnya lagi? Aku akan mengatakan semuanya, tapi tidak sekarang. Aku mohon," pinta Rona.Untuk pertama kalinya, dia menatap mata Bintang dengan penuh permohonan membuat Bintang menghela napas kemudian mengangguk. "Dengan syarat, kita memulai semuanya dari awal. Untuk sejenak, lupakan tentang apa yang pernah terjadi di masa lalu. Kita hanya berdua di pulau ini, ada saat dimana kita saling bergantung satu sama lain. Mau kan?" Tanya Bintang yang dijawab anggukan oleh Rona. "Kamu sudah tidak ingin tidur, kan?" Rona merenyitkan keningnya saat mendengar ucapan Bintang.  Tersentak saat Bintang merebahkan diri dengan menggunakan pangkuan Rona sebagai bantal tidur. Rona kembali ingin melepaskan pahanya dari kepala Bintang namun kembali ditahan. "Biarkan seperti ini sejenak. Sejak terdampar di pulau ini aku tidak bisa tidur. Saling bergantung, remember?"  ucapnya lagi membuat Rona terdiam. Rona menatap Bintang yang mengambil tangannya lalu memeluknya erat, seolah tak ingin dia lepaskan. Debaran jantung yang kian cepat membuatnya ingin melepaskan tangannya dari dekapan Bintang, tapi saat melihat wajah Bintang yang terlihat begitu tenang membuatnya tak tega. Dengkuran halus yang terdengar membuat Rona menyadari bahwa Bintang benar-benar kecapekan. Wajahnya terlihat lelah dengan kantung mata yang terlihat melebar. Dihela napasnya, kemudian merapikan anak rambut Bintang yang berantakan. Untuk kali ini, dia akan membiarkan Bintang beristirahat dan berharap bahwa besok dan seterusnya mereka akan terus berbicara dengan nyaman seperti ini, tanpa ada lagi pertengkaran yang berarti.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD