Stars 8 - Something made your eyes so cold

1754 Words
“Akan ada saatnya kamu sadar, bahwa dulu ... aku begitu mencintaimu.” -       Rona Mentari     "Ngapain?” tanya Rona berjalan mendekati Bintang yang berdiri di pinggir pantai dengan tangan memegang ranting kayu panjang yang ujungnya diberi pisau lipat yang dia ikat sembarangan dengan tanaman menjalar. Tubuhnya bertelanjang d**a sehingga menampilkan perut macam roti sobek kesukaan mama tirinya. “Kamu lagi ngapain?” tanya Rona sekali lagi membuat Bintang menghentikan aktivitasnya menghujamkan tongkat ke air laut lalu menatap Rona yang berkacak pinggang di depannya. Mata Bintang menerjab bebrapa kali menatap pandangan menggiurkan baginya. Celana selutut yang dulu Rona kenakan berubah menjadi celana hotpants yang memperlihatkan paha mulusnya. Belum lagi, pakaian yang dia kenakan. Tanktop coklat yang melekat indah di tubuhnya. Rambut ikal panjang yang sengaja ia ikat sembarangan membuatnya terlihat begitu seksi. Rasanya ingin Bintang membuang tombaknya sembarangan. Berjalan mendekati Rona, melepaskan ikatan rambutnya lalu merengkuh tubuh Rona dalam pelukan. Dihela napas sebelum akhirnya menggeleng cepat, berupaya menghilangkan pikiran tak normal itu "Ih.. Ditanyain kamu lagi ngapain juga?” ulang Rona kesal saat Bintang tak jua menjawab pertanyaannya. "Celana kamu kenapa?" tanya Bintang tanpa sadar membuat Rona ikut menatap kearah celananya yang memendek. "Owh, ini. Salah satu ujungnya robek panjang kena karang. Jadi, sekalian aja aku pendekin," jawab Rona santai kembali memandangi Bintang. "Kamu ngapain di situ?” "Ehem," dehem Bintang berusaha menutupi kegugupan. Kembali menghujamkan tombak made from him itu kearah air laut sebelum akhirnya kembali memfokuskan diri menatap Rona. "Nyari Protein hewani," ucapnya mencoba sesantai mungkin. "Heh?" "Kamu nggak bosen selama lima hari terakhir ini hanya makan buah-buahan? Aku rindu sesuatu yang hangat," Rona terdiam lalu menggigit ujung bibir. Menyetujui apayang Bintang katakan. Selama lima hari terakhir mereka memang tak memakan produk-produk hewani seperti ikan ataupun ayam liar yang sering dia lihat saat menonton program Law of the Jungle bersama Bianca. Dia meruntuki produser program itu yang membuat tinggal di hutan terlihat mudah, padahal kenyataannya tidak seperti itu. Makanan yang hangat yang dia makan hanyalah singkong bakar yang dia temukan, selain itu mereka hanya memakan buah-buahan untuk bertahan. Rasa rindu makanan hangat dan berkuah membuatnya terus memikirkan masakan mama tirinya. Ah..dia benar-benar merindukan keluarganya sekarang. Bagaimana keadaan mereka? Apa mereka mengkhawatirkannya? Pertanyaan itu terus teringang. Berhari-hari terjebak di pulau tak berpenghuni ini membuatnya berpikir betapa sayangnya semua anggota keluarganya itu sehingga membiarkannya pergi untuk menenangkan diri. Menyadari keegoisannya yang akhirnya membuat Rona menjauh dari keluarganya. Bertindak sendirian tanpa memikirkan perasaan Ayah bahkan Mama tirinya yang begitu sayang kepadanya. Rona menghela napas dalam sebelum kembali menatap Bintang yang masih terlihat sibuk dengan tombak buatannya. Tersenyum tipis melihat perubahan sifat Bintang setelah kejadian di hutan tempo hari. Pria itu hampir tak pernah lagi mempelihatkan wajah dingin. Kata-kata menyakitkan yang bernada sinis dan sarkatis yang dulu dia ucapkan berubah menjadi lebih lembut. Entah mengapa, perlahan Rona merasa Bintang kembali menjadi dirinya yang dia kenal dulu. Pria penuh kehangatan yang selalu mengkhawatirkannya saat dia berubah kembali menjadi gadis yang ceroboh. "Bin.." panggilan Rona terhenti saat Bintang mengangkat tangannya menyuruh untuk diam. Rona membulatkan mata dan memandang Bintang penuh ketertarikan. Langkah mengendap mendekati Bintang yang mengangkat tangan kanan dengan pandangan mata fokus menatap air laut yang dipenuhi bebatuan yang bisa menjadi tempat persembunyian ikan. Rona menahan napas saat Bintang mengangkat tangan bersiap untuk menghujam. "s**t!" Pekik Bintang kesal saat apa yang ia lihat tadi kabur. "Gagal?" tanya Rona menggelengkan kepala. "Udah ah, nyerah aja. Lagian ini di pinggir laut, mana ada ikannya" tungkas Rona membuat Bintang menggelengkan kepalanya "Kata siapa nggak ada ikannya, tadi kamu lihat sendiri ada. Aku hanya tinggal berusaha. Nggak ada kata menyerah buat aku.”  Bintang kembali memfokuskan diri mencari ikan. "Terserah." Rona berjalan menjauhi Bintang yang terlihat sibuk sendiri. "Kemana?" "Ke air terjun. Gerah di sini." "Berani, mau aku temenin?" tanya Bintang membuat Rona menggeleng. "Nggak usah. Fokus aja nyari air lautnya," guyon Rona menjauhi Bintang yang terlihat kesal mendengar ucapan menyindir Rona. Rona tersenyum geli lalu melanjutkan langkahnya menuju danau bening yang dulu mereka datangi. Bintang bekerja keras untuk membuatkan jalan pintas untuknya. Tak ada lagi, ranting-ranting pohon yang menutupi jalan menuju air terjun kecil itu, sehingga membuat Rona lebih leluasa untuk bolak-balik ke tempat itu. Pergelangan kakinya sudah jauh lebih baik. Rasa nyeri yang awalnya selalu dia rasakan saat berjalan jauh, sudah lebih berkurang dari sebelumnya. Mungkin, perasaan hatinya yang membaik ikut memperngaruhi kondisi fisiknya.= "YEEEII.!!!' Pekik Rona saat kembali merasakan hembusan angin yang bercampur dengan uap air yang jatuh dari air terjun kecil itu menerpa wajah cantiknya. Perlahan Rona melepaskan tanktop dan celana pendek yang ia gunakan. Tubuhnya merasa gerah karena lima hari terakhir ini terus diterpa sinar matahari yang begitu menyengat. Tubuh kuning langsatnya perlahan berubah menjadi Tanned, bahkan cenderung gosong karena terlalu sering terpapar sinar matahari langsung, terutama saat pertemuan sinar matahari dengan lautan luas yang terpampang di depannya. Matanya menatap bra dan cd yang masih melekat di tubuhnya. Dihembuskan napas ragu. Apakah ia akan melepaskan semua pakaian yang menempel di tubuhnya lalu masuk ke dalam dinginnya air yang dapat menyejukan tubuhnya atau ia harus membiarkan dirinya masuk menggunakan pakaian yang artinya akan membuat pakaian itu menjadi begitu lembab dan tidak enak di pakai. Rona menolehkan kepala waspada. Berharap Bintang masih sibuk dengan tombak yang ia buat sehingga tidak akan mendekat kemari. Dihembuskan napasnya lagi sebelum akhirnya melepas semua pakaian dan mulai masuk ke air. Bergembira saat merasakan dingin air mennerpa tubuhnya yang kepanasan. Tubuhnya berenang ke tengah hingga membuat tubuhnya berada dari balik air terjun yang turun. Rona memejamkan mata, membiarkan air yang turun dari air terjun ini menerpa kepala, pundak dan seluruh tubuhnya. Membuat efek bagai pijatan ringan yang merileksasikan otot-otot pundaknya yang tegang. "Ya! Rona lihat, apa yang aku dapatkan?!" teriakan Bintang menggelora membuat Rona otomatis menutupi dadanya yang terekspos. "Tetap disitu. Jangan mendekat!" pekik Rona membuat Bintang menghentikan langkaah. Wajahnya memerah melihat siluet belakang tubuh Rona dari balik air terjun. Rona terduduk, berupaya menutupi tubuh polosnya dengan air danau. Meruntuki kebodohannya yang mandi tanpa menggunakan pakaian sedikitpun. "Balik, hadap belakang!" perintah Rona, otomatis membuat Bintang membalikan badannya. Bergegas Rona keluar dari air. Panik. Terus memandang ke arah Bintang yang menghadap belakang, berharap pria itu tidak mengintipnya. "Jangan ngintip, kamu m***m!" hardik Rona berusaha memakai kembali pakaian dalamnya. "Mana aku tau kalau kamu lagi mandi. Jangan salahkan aku kalau  tiba-tiba aku datang dan melihatmu seperti tadi." Bintang terus menghadap belakang, ia dapat mendengar dengusan kesal yang Rona keluarkan. Ia meruntuki dirinya yang penasaran dengan bentuk tubuh Rona yang terlihat begitu mempesona. Bintang berusaha untuk tidak membalikan badan untuk memandangi Rona yang ia yakini tengah sibuk mengenakan baju. Pertahanan Bintang runtuh saat mendengar suara resleting celana yang Rona naikan Perlahan, Dia membalikan badannya dan memandangi tubuh Rona yang masih setengah telanjang. Celana pendeknya telah ia kenakan, namun bagian atas hanya mengenakan bra biru miliknya. Bintang tersentak saat menatap panggul Rona yang masih terbuka. Tato yang dulu saat itu tidak dapat ia lihat dengan jelas, sekarang begitu terpampang di hadapannya. Matahari dan Bintang.  Dua benda langit yang mewakili dirinya dan Rona. Tato itu seperti mewakili bagaimana rasa cinta mereka dulu. Gambar Bintang yang sedang memeluk sang mentari. Tubuh Bintang menegang. Rasa bersalah kepada Rona kembali menyeruak.  Bagaimana mungkin dia bisa mempercayai perkataan orang bahwa Rona hanya memanfaatkan kekayaannya. Selama ini dia hanya dibutakan oleh rasa marah dan cemburunya melihat kebersamaan Rona dengan laki-laki lain. Hati Bintang bagai diremas dengan begitu kuat. Dia yakin tato itu bukan hanya setahun dua tahun berada di panggul Rona. Hal yang membuktikan bahwa dulu Rona mencintainya dengan sepenuh hati Penyesalan begitu berpendar. Jika saja dulu dia lebih mempercayai ucapan Rona semua hal menyakitkan itu tak akan terjadi dan dia tak akan pernah merasakan kehilangan Rona. Dia dan Rona pasti akan berbahagia tanpa rasa sakti yang terus menggerogoti hatinya selama empat tahun terakhir. Mata Bintang berkaca saat melihat Rona sibuk mengenakan kembali pakaiannya tanpa menyadari bahwa dia terus melihat Rona dangan tatapan penuh penyesalan. Perasaan yang terus memuncak membuat BIntang menjatuhkan tombak beserta ikan yang dia bawa dan dengan tergesa mendekati Rona. Tubuh Rona tersentak. Jantungnya seakan berhenti sepersekian dektik saat merasakan d**a Bintang bersentuhan dengan punggungnya yang lembab. Rasa hangat yang dipancarkan d**a bidang Bintang, seakan berbanding terbalik dengan tubuhnya yang kedinginan. "Bintang, kamu apa-apaan sih? Lepasin!" Ronta Rona saat merasakan tangan bintang memeluk tubuhnya dengan begitu erat. Dia berusaha keras untuk melepaskan pelukan Bintang, namun semua sia-sia, Bintang terus saja memeluk tubuhnya erat. "Aku tidak akan pernah melepaskanmu lagi," ucap Bintang dengan nada sendu membuat Rona terdiam. Hembusan napas Bintang yang menerpa rambutnya yang lembab membuat jantungnya kembali menari. "Maafkan aku yang telah meninggalkanmu,” bisik Bintang membuat mata Rona kembali berkaca-kaca. "Maaf, karena aku tidak pernah mempercayaimu dan Maaf selalu berpikir bahwa yang semua yang terjadi diantara kita dulu adalah kesalahanmu. Maaf." Ucap Bintang dengan nada bergetar. "Aku terlalu bodoh karena mempercayai apa yang seharusnya tidak aku percayai dan akhirnya malah membuatmu begitu menderita." Rona dapat mendengarkan Bintang menghela napasnya sebelum kembali mempererat pelukan dan menumpukan dagunya di lekukan leher Rona. "Selama ini aku terus merasa bahwa aku yang paling menderita dengan perpisahan kita. Seharusnya aku sadar bahwa selama ini aku bukanlah korban, melainkan pelaku yang telah membuatmu sebagai korban. Maaf karena telah membuatmu menderita. Maaf," ucapnya tulus. Pertahanan Rona akhirnya pecah, tangisnya kembali keluar. Sadar cepat atau lambat Bintang akan mengerti semuanya. Fakta bahwa selama ini dia menderita akibat tuduhan tak mendasar yang mengakibatkan hubungan mereka berakhir. Bintang mengangkat dagu saat merasakan tubuh Rona bergetar. Tetasan air mata Rona yang mengenai tangannya yang terus memeluk tubuh Rona dari belakang. Dia membalikan tubuh Rona sehingga akhirnya mereka berhadapan. Tubuhnnya lemah saat melihat air mata Rona mengalir dengan begitu deras. Ini memang kesalahannya. Kesalahan yang membuat Rona menderita hingga sekarang. Tak sanggup membayangkan berapa banyak air mata yang keluar mengaliri wajah gadis itu selama empat tahun terakhir ini. Dengan tangan bergetar, Bintang menghapus air mata dan mengangkat dagu Rona agar menatap wajahnya. "Maaf karena selama ini aku tidak pernah menyadari bahwa dulu kamu begitu mencintaiku" ucap Bintang dengan nada bergetar. Rona menggigit bibirnya, mencoba menahan isak tangis saat mata Bintang memperlihatkan raut penyesalan yang teramat sangat. "Aku bodoh ya, Na?" tanya Bintang yang di jawab anggukan Rona. "Aku keterlaluan sama kamu?” tanya Bintang lagi yang kembali dijawab anggukan Rona. "Aku terus menyakitimu, kan?" Rona kembali mengangguk mendengar pertanyaan Bintang. Rona terdiam saat merasakan Bintang kembali merengkuh tubuhnya dalam pelukan. Dia kembali menangis tersedu-sedu menumpahkan rasa semua rasa sakitnya.  "Aku mohon tatap aku," pinta Bintang pelan membuat Rona seakan terhipnotis. Tubuh Rona menegang saat merasakan Bintang menarik pinggang lalu mengecup bibirnya dengan begitu lembut, seperti ciuman pertama mereka dulu.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD