Stars 9 - Don't leave me like that

1538 Words
 “Seberapa keraspun kita mencoba, kita tak akan pernah bisa kembali ke masa lalu.” -       Rona Mentari   Rona duduk di atas bebatuan kecil di pinggir danau jernih itu. sesekali matanya menatap Bintang yang sibuk membuat api unggun. Tangannya tanpa sadar menyentuh bibirnya yang masih terasa hangat akibat dari ciuman yang Bintang berikan tadi. Ciuman lembut dan hangat yang mengingatkannya dengan ciuman pertama mereka. Entah apa yang ada di pikirannya saat itu hingga membiarkan Bintang menciumnya seperti tadi, bahkan dengan bodohnya, dia membalas ciuman itu dengan ciuman penuh kerinduan. Hati kecilnya tak dapat berbohong bahwa dia masih memiliki perasaan dengan pria itu. Perasaan rindu yang memuncak membuatnya melupakan rasa sakitnya untuk sejenak. Dia butuh orang untuk bergantung di tempat ini dan keberadaan Bintang membuatnya merasa lebih nyaman. Rona menyunggingkan senyum lemah melihat Bintang sibuk dengan api unggun yang dia buat. Helaan napas berat kembali dia hembuskan. Bintang tak membiarkannya untuk bergerak sedikitpun. Sejak tadi, Bintang menarik tubuhnya lalu menyuruhnya duduk melihat apa yang dia lakukan, sedangkan pria itu melakukan semuanya, bahkan berlari ke pinggir pantai untuk mengambilkan kemeja biru miliknya. Rona melihat jaket jersey Bintang yang melampir dengan begitu pas di bahunya menutupi tanktop cokelat yang dia kenakan, sedangkan kemeja biru yang awalnya dia angin-anginkan sekarang menutupi kakinya yang terbuka. Rona menekuk kedua lututnya hingga di depan d**a. Memeluknya lalu tersenyum saat menghirup aroma tubuh Bintang yang menempel pada jersey miliknya. Pandangan matanya beralih memperhatikan wajah Bintang yang terlihat berbeda dengan rambut-rambut halus di daerah dagunya. Ingatan tentang kata-katanya saat mengatakan bahwa Bintang akan sangat tampan dan macho seperti itu terbukti dengan jelas. Membuat Rona ingin menyusuri dan memainkan rambut-rambut halus itu dengan jemarinya.  Rona menggigit ujung bibir saat melihat Bintang tersenyum begitu cerah. Tangannya memegang ikan yang terlah ia tusuk dengan ranting agar bisa dibakar di atas api unggun yang ia buat. Dada Rona kembali berdetak kencang saat Bintang menatapnya dengan penuh kelembutan, berbeda dengan beberapa hari terkahir. Jika kemarin-kemarin mereka sudah mulai berbicara walaupun masih ada rasa yang mengganjal di hati mereka, namun sekarang semuanya menjadi lebih lega, lebih plong. Beban yang selama 4 tahun ini mereka rasakan, seperti hilang begitu saja, tak berbekas sedikitpun. Kejadian tadi mengembalikan Bintang yang dulu. Perlakuan lembut dan hangat, perhatian dan rasa khawatir yang terus Bintang perlihatkan membuat Rona tak ingin lepas memandangnya.. "Makan dulu." Bintang menyodorkan ikan yang baru saja selesai ia bakar. Matanya terus menatap lembut membuat Rona menyunggingkan senyum lemah. Rona mulai memakan ikan itu. Rasa bahagia dapat memakan makanan hangat untuk pertama kalinya membuat hatinya begitu bergembira. Ikan bakar tanpa bumbu apapun terasa begitu lezat di lidahnya. "Kamu juga makan." Rona menyodorkan ikan yang sudah ia makan sebagian kepada Bintang yang sedari tadi terus menatapnya. Bintang mengangguk lalu duduk di samping Rona dan mulai menikmati ikan hasil jerih payahnya tadi. Mereka saling berbagi, makan tanpa bicara seolah mencari kata-kata yang tidak menyakiti salah satu pihak   ☆☆☆☆☆   "Tato itu..." ucap Bintang menggantungkan kata-katanya lalu menatap Rona dengan tatapan penuh penyesalan. Menghela napasnya mencoba menenangkan diri, "... kapan kamu buat?" Tanya Bintang pada akhirnya dengan nada bergetar. Rona menatap Bintang yang duduk di sampingnya dengan posisi kedua tangan berada di atas lututnya yang menekuk. Pandangan Rona mulai kembali menerawang, tangannya tanpa sadar menyentuh tato mentari dan bintang yang ada di belakang tubuhnya. Tato yang memiliki arti khusus akan hubungannya dengan Bintang dulu, yang membuktikan betapa besar rasa cintanya kepada Bintang dulu. "Na ..." Panggil Bintang dengan nada kesayangan Bintang kepada Rona dulu membuatnya tersentak. "Saat aku liburan ke Paris dulu," ucap Rona sendu. Rasa sesal Bintang  saat melihat wajah sendu Rona tak  dapat ia tutupi. "Bianca memaksaku untuk membuat tato khusus tentang 'kita' membuatku menyetujuinya." Rona berhenti berucap lalu memandangi langit yang mulai mengelap. "Saat itu tak ada satu haripun bagiku tanpa memikirkanmu, aku dulu bahkan sengaja merubah penampilanku agar kamu memujiku, tapi yang kudapat pada akhirnya hanyalah tuduhan-tuduhan menyakitkan itu. Kamu bahkan meninggalkanku di tengah jalan waktu itu,” Rona menelan ludahnya. Bintang tersentak mendengar ucapan Rona. Ingatan saat-saat terakhir kebersamaan mereka membuatnya jantungnya serasa dihujam ribuan benda tajam. Emosi yang begitu memuncak waktu itu membuatnya tak dapat berpikir dengan jelas sehingga pergi meninggalkan Rona di tengah perjalanan mereka. "Kamu menghilang sejak saat itu. Tiga bulan setelah kejadian itu, aku mendapat kabar kamu telah mengundurkan diri dari kampus." Bintang memandang Rona yang mengangguk pelan mendengar ucapannya. Padangan matanya memandang air yang jauh dari air terjun di atas danau itu. "Alfian dan mama melarangku untuk kembali ke kampus saat itu lagipula aku..." "...dalam proses pemulihan saat itu," lanjut Rona dalam hati. Rona memeluk kedua lututnya. Tatapan mereka kembali bertemu. Rasa bersalah terlihat begitu jelas dari pandangan mata Bintang. Ingatan saat Bintang meninggalkannya kembali muncul. Jika saja itu Alfian tak menemukannya, dia tak tau bagaimana nasibnya saat itu. Masih dia ingat dengan jelas, bagaimana dia jatuh pingsan di hadapan Alfian yang saat itu berkeliling untuk mencari Rani, istrinya ke seluruh penjuru kota. Rona sendiri tidak membenci Bintang yang meningalkannya saat itu. bahkan, seperti orang gila, Rona terus memohon dengan Alfian untuk mengijinkannya bertemu dengan Bintang hanya untuk menjelaskan semuanya, padahal saat itu dia masih berada di rumah sakit. Ada hal lain yang memupuk kebenciannya. Sebuah kejadian yang akhirnya membuat hati Rona hancur berkeping-keping dan menjadi awal dari rasa sakit yang Rona derita selama ini. Bintang menatap Rona yang mengalihkan pandangan. Dapat dilihat mata Rona kembali berkaca-kaca. Sadar bahwa Rona mengingat kesakitannya saat itu. Dulu, dia tak dapat berpikir dengan rasional Meninggakan seorang gadis di tepi jalan tol sendirian tanpa berpikir lebih lanjut. Dia baru sadar beberapa jam setelah meninggalkan Rona. Dia mencoba untuk memutar balik, namun tak menemukan Rona di manapun. Keesokan harinya, dia bagaikan orang gia yang mencari Rona kemana-mana, namun hasilnya nihi. Rona bak hilang ditelan bumi hingga akhirnya dia tanpa sengaja bertemu dengan gadis itu saat menjenguk anak Rani. Dia tak bermaksud untuk mengucapkan kata-kata menyakitkan itu, namun saat melihat Rona memeluk tubuh Alfian dari belakang membuatnya kembali berpikir bahwa semua yang dikatakan orang-orang tentangnya adalah benar, bahwa Rona mempermainkan dirinya. Bintang mengutuk dirinya yang begitu bodoh karena mudah termakan ucapan orang lain te. Seharusnya,dia dapat berpikir sebelum bertindak dan mempercayai Rona.  Seharusnya,dia mencari tahu dahulu sebelum men-judge Rona macam-macam. Terlalu banyak kata 'seharusnya' untuk membuat hubungan mereka kembali seperti dahulu. Bintang menahan napasnya saat kembali melihat air mata Rona yang kembali terjatuh. Berdiri mendekati Rona lalu kembali berjongkok di hadapannya. Tangan Bintang kembali mengusap lembut kedua pipi Rona menghapuskan air mata yang kembali keluar. Tatapan sendu itu tak ayal membuat hati Bintang semakin teremas. “Apa aku begitu menyakitimu?” tanya Bintang menatap lekat mata cokelat indah milik Rona yaang masih berkaca-kaca. Pejaman mata dan anggukan singkat Rona membuat Bintang menelan air liur. Tubuh Rona membeku saat pelukan erat kembali membelenggu tubuhnya, seolah memberitahu bahwa Bintang begitu menyesal dan merindukannya. Untuk kesekian kalinya, dalam beberapa jam terakhir Rona dapat bernapas lega. Senyun tipisnya akhirnya mengembang merasakan perlakuan Bintang. “Lepasin ah. Kamu berat!” teriak Rona mendorong tubuh Bintang hingga membuatnya terjerebab. Dibersihkannya debu-debu yang menenpel di bagian belakang tubuhnya. Tangannya mengambil kemeja biru yang menutupi tubuhnya tadi. "Udah ah mellow, mellow-nya. Aku capek nangis terus meratapi nasib. Biarlah semua yang terjadi, kalaupun kita meratapinya tetap saja kita tak kan pernah bisa memutar kembali waktu. We can't go back, right?" ucap Rona berjalan menuju pinggir danau. Bintang terdiam menatap Rona yang sedang membasuh mukanya dengan air danau yang dingin. Kata-kata Rona begitu terngiang di kepalanya. They can't go back.  Benar. Dia dan Rona memang tidak dapat kembali dan memutar waktu, yang bisa ia lakukan hanyalah memperbaikinya sekarang untuk mendapatkan hasil yang lebih baik nanti. "Kamu nggak mau balik?" tanya Rona bersindekap di depan Bintang yang masih terduduk. "Kita ke pantai lagi ya. Disini dingin." Rona memeluk tubuhnya yang masih kedinginan walaupun sudah menggunakan jersey milik Bintang. Bintang tersenyum melihat Rona yang sudah terlihat lebih baik dari sebelumnya. Matanya tak lepas menatap wajah Rona yang begitu berbeda dengan wajahnya empat tahun yang lalu. Raut kedewasaan dan keanggunan begitu terpancar di wajah cantiknya. "Kamu mau tetap disini?" tanya Rona membalikan badan. Berjalan menjauhi Bintang yang sedari tadi terus melamun. Bintang tersadar dari lamunan, ikut tersenyum saat Rona menatapnya dengan senyuman yang khas . dia kembali terdiam  saat melihat cara Rona berjalan. Dengan cepat, dia bangun, berjalan mendahului tubuh Rona lalu kembali berjongkok di hadapan gadis itu. "Kamu ngapain?” tanya Rona melihat Bintang berada di depannya. "Naik, aku tau kamu merindukan punggung indahku," ucap Bintang santai membuat Rona membulatkan mata. "Kakimu masih belum sembuh, benar kan? lagipula, aku merindukan deru napasku di tengkuk-ku," Godanya membuat Rona memukul bahunya keras. "Sakiiit.." desis Bintang seraya mengusap bahunya yang memanas akibat pukulan Rona. "Rasain, kamu genit," dengus Rona kesalmenatap tajam Bintang yang tersenyum geli "Ayolah!" ajak Bintang. Tangannya mengambil tangan Rona lalu menarik tubuhnya agar terjatuh di punggung Bintang. Bintang mengangkatnya dengan begitu mudah membuat Rona mengalungkan tangan di leher Bintang. Tubuhnya merinding saat merasakan kulit tangan Bintang bersentuhan dengan kulit pahanya yang terbuka. "Aku nggak menyangka jantungmu masih selalu berdetak kencang seperti ini,"goda Bintang sontak membuat Rona menjauhkan dadanya dari punggung Bintang. "Apaan sih," ucap Rona malu, pipinya kembali Blushing mendengar ucapan Bintang yang menggodanya. "Pegangan yang kuat, aku takut kamu jatuh.” Rona mengeratkan kalungan tangannya di leher Bintang, saat merasa gendongan Bintang menurun.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD