Star 10 - Big Mistake

1732 Words
*Past Rona merebahkan diri tanpa bantal di ranjang single miliknya. Pandangan matanya menatap langit – langit kamar kost-nya yang sengaja ia desain menyerupai langit malam dengan taburan bintang. Helaan napas berat kembali terdengar. Pikirannya terus memikirkan perubahan tatapan mata Bintang. Tatapan dingin yang dikeluarkan Bintang membuat dadanya sakit, seolah seluruh tubuhnya ikut membeku. Sudah 3 hari sejak Bintang pergi menjauh. Kekasih hatinya itu bahkan tak pernah memberi kabar sedikitpun membuat perasaan Rona tak nyaman. Rona meremas d**a kirinya yang tiba-tiba sakit. Napasnya serasa begitu berat seolah seluruh oksigen yang selalu mengisi paru – parunya menguap bergantikan gas Karbondioksida yang membuatnya sesak. Terdengar alunan suara merdu para personel Westlife yang menyanyikan lagu berjudul I don’t wanna fight yang sengaja ia putar berulang. Lagu ini seolah mengutarakan kegalauannya.   ‘and this loneliness that’s in my heart, Won’t let me be apart from you’ Kata – kata itu terus teringang di telinga Rona. Kesendirian yang sedang ia rasakan begitu menyiksa dan ia tak ingin berada jauh dari Bintang. Rona memandang handphonenya yang terasa kosong tanpa bunyi pesan ataupun panggilan dari Bintang yang selalu memenuhinya. Ia benci situasi ini. Situasi dimana ia merasakan penyesalan yang teramat besar karena tidak pernah memberi kabar kepada Bintang. Tapi.. bukankah Bintang seharusnya mendengarkan penjelasannya bukan hanya pergi dan menjauhi seperti ini. Rona beranjak duduk, tangannya meremas ujung seprai sesaat melihat ke arah dinding kamar yang bergambarkan langit luas dengan matahari senja berada di sisinya. Pandangannya beralih menatap bergantian langit-langit dan dinding kamarnya. Perbedaan antara langit yang begitu mencolok membuatnya berpikir bisakah mereka akan terus bersama di saat langit yang mereka tempati berbeda. Tapi, dapatkah mereka merubah hukum alam itu dan membuat Mentari dan Bintang menjadi kesinambungan yang tak dapat dipisahkan? Mata Rona tertuju pada Heels cantik karya salah satu designer sepatu ternama Prancis yang dibelikan Alan untuknya. Sepatu yang ia gadang-gadang akan membuat ia terlihat lebih cantik di mata Bintang. Namun nyatanya, Bintang bahkan tak pernah memuki perubahannya. Tubuh Rona terlonjak. Matanya berbinar saat melihat handphonenya berbunyi dan menampilan id orang yang ia tunggu-tunggu. My Star Calling … Dengan cepat Rona berdehem, berusaha menghilangkan suara seraknya. “Hallo..” “Kamu di kos?” tanya Bintang membuat Rona tanpa sadar mengangguk. “Aku jemput 30 menit lagi. Kita jalan. Ada yang ingin aku bicarakan sama kamu.” Rona terdiam sesaat setelah Bintang memutuskan pembicaraan mereka. Ucapan yang memang tak selembut dan penuh kasih sayang seperti biasa, namun itu sudah membuat Rona bahagia. Seolah tersadar dari keterpakuannya. Dengan cepat, Rona beranjak dari tempat tidur dan berlari menuju meja riasnya. ☆☆☆☆☆  Tin … tin.. Suara klason mobil terdengar sesaat setelah Rona selesai mengaplikasikan make up yang Bianca ajarkan kepadanya. Kakinya berlari ke arah jendela dan melirik Bintang yang terlihat begitu tampan dengan T-shirt hitam andalannya dan bersandar di depan kap mobil seraya menatap ke arah balkon kamar Rona. Rona melambaikan tangannya senang ke arah Bintang yang hanya tersenyum simpul. Ia mendesah pelan, sadar bahwa Bintang masih marah. Dipejamkan matanya, mencoba menyemangati dirinya sendiri. Dia mengambil kesempatan ini untuk berbaikan dengan Bintang. Merapikan pakaian yang dikenakannya. Matanya menatap high hells canti berwarna PeachPuff dengan sol merah di bagian belakang menandankan siapa perancangnya. “Sepatu terbaik digunakan di hari terbaik,” gumamnya membenarkan ucapan Bianca. Rona memperlambat langkah kakinya saat melihat Bintang terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu. Kekecewaan dan kesedihan yang begitu terpencar dari wajahnya membuat Rona merasa bersalah. Begitupula dengan matanya yang tak memancarkan kehangatan seperti biasa. “Maaf,” bisik Rona pelan memeluk erat tubuh Bintang dari belakang sehingga membuatnya terlonjak. Ia terlihat bingung, kemudian tersikap saat merasakan getaran dari tubuh Rona. “Aku benar-benar minta maaf.” Air mata yang sedari tadi ia tahan akhirnya mulai keluar. Hembusan napas lega ia keluarkan saat merasakan Bintang membalas dekapannya. Seolah, beban yang ada di pundaknya terangkat sepenuhnya saat kehangatan tubuh Bintang mulai kebali melingkupi tubuhnya. Rona mengangkat wajahnya saat Bintang mengurai dekapannya dan menatapnya dengan wajah datar sebelum akhirnya tersenyum tipis. “kamu terlihat cantik seperti ini.” “Aku melakukannya untuk-mu,” jawab Rona tersipu membuat wajah Bintang tersenyum lebih lembut. “Ayo masuk.” Rona tersenyum cerah saat melihat Bintang membukakan pintu mobil untuknya. Di dalam mobil mereka hanya terdiam. Masing-masing  seolah ingin mengungkapkan sesuatu tapi mereka tahan. Rona menggigit ujung bibirnya, tak tahan dengan keheningan yang terjadi di antara mereka. “Kamu masih marah sama aku karena nggak ngehubungi kamu selama 3 minggu ini, ya?” tanya Rona memecah keheningan. Mata Bintang terus terfokus memandang jalan. Wajahnya mulai kembali kaku seolah ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, “Mama nyita hp aku. Beneran. Aku bahkan selalu berusaha bujuk beliau untuk menggembalikannya. Tapi, beliau menolak. Aku rindu sama kamu. Aku mohon jangan marah lagi.” Bintang terdiam, matanya memandang tangan kirinya yang Rona genggam begitu erat. Mata Rona memancarkan permohonan dan penyesalan membuat Bintang gamang. Pikirannya masih saja memikirkan ucapan orang-orang di luar sana tentang Rona selama liburan semester kemarin. Matanya memejam. Seharusnya ia tak langsung percaya kata – kata mereka sebelum ada bukti yang kuat. “Aku udah nggak marah lagi kok,” ucap Bintang membuat Rona mengangkat wajahnya seketika lalu tersenyum cerah. “Beneran?” tanyanya ceria. Bintang tersenyum melihat binar mata Rona. Cukup selama beberapa hari ini ia menjauhi kekasih hatinya ini. Bagaimana hanya dalam beberapa hari ia kehilangan cahaya hidupnya dan itu begitu menyiksanya. “Kita mau kemana?” “Ada suatu tempat yang ingin aku tunjukkan sama kamu.” Rona menatap bingung Bintang. Matanya menatap jalan raya bebas hambatan yang terhampar panjang di depannya, digigit bibir ranumnya memikirkan apa yang akan Bintang tunjukkan. TING.. Nada pesan HP Bintang beberapa kali terdengar membuat Bintang menepikan mobilnya. Wajah Bintang yang awalnya sudah mulai melunak kembali mengeras saat menatap layar Hp-nya. Dada Rona merasa nyeri saat melihat perubahan mimik muka Bintang. Ada rasa tak bnyaman saat melihat pandangan mata Bintang kembali seperti saat mereka belum berbaikan tadi. “K-kamu K-kenapa?” tanya Rona terbata. Bintang menatap wajah Rona dengan tatapan dingin membuat Rona tak nyaman, terlebih saat mata Bintang menjelajahi tubuhnya dari atas sampai bawah, seolah menelaah perubahan yang terjadi pada Rona. “Kamu nggak bohong tentang liburan bersama keluarga kamu, kan?” “M-maksud K-kamu?” tanya Rona gugup. Tatapan mata yang Bintang perlihatkan membuatnya menjadi serba salah sehingga terlihat seperti menutupi sesuatu. “Lupakan.” Ucap Bintang tegas kembali melajukan mobilnua. Rona memainkan jemari tangannya resah saat merasakan nada datar itu lagi dari suara Bintang. Matanya diam-diam menatap wajah Bintang yang terlihat begitu emosi Did something gone terribly wrong? Rahang Bintang mengeras, matanya sarat akan emosi, buku – buku  jemarinya memutih akibat mencengkram stir mobil terlalu kuat. Bintang bahkan melontarkan kata-kata kasar saat beberapa mobil menyalipnya. “Kamu kenapa?” “Kamu yakin dandanan kamu itu buat aku?” tanya Bintang dingin. “Maksud nya?” “kali aja kamu sengaja dandan seperti ini untuk kamu perlihatkan ke laki – laki lain?” “Maksud kamu? Kamu jangan mengada-ada, Bin!” ucap Rona sedikit emosi saat Bintang menuduhnya macam-macam. “Aku nggak mengada-ada. Siapa yang nggak curiga saat melihat kamu berubah seperti ini saat pulang dari liburan?! Dandanan kamu, rambut kamu, bahkan gaya berpakaian kamu berubah 180 derajat. Aku malah berpikir kamu punya pacar lain yang lebih kaya sehingga bisa membawamu jalan – jalan gratis ke luar negeri bahkan membelikan barang-barang branded, seperti sepatu yang kamu kenakan,” ucap Bintang datar. “Kamu nuduh aku s-selingkuh?” tanya Rona tak percaya. “IYA!!” teriak Bintang mengalihkan pandangan menatap Rona dengan wajah memerah menahan amarah. “Selama liburan ini aku mencoba untuk tidak mengindahkan ucapan orang lain tentang kamu dan kebiasaan kamu. Tapi, melihat bagaimana dengan mudahnya kamu memeluk laki-laki lain dan foto-foto itu cukup membuktikan kalau kamu punya laki-laki lain di belakangku!” “Laki-laki lain? Foto apa maksud kamu?!” teriak Rona mulai emosi saat mendengar Bintang menuduhnya. “Foto saat laki-laki lain dengan mudahnya memeluk tubuhmu di Paris!!” Rona tersentak mendengar teriakan Bintang. Ia terdiam, banyak hal yang mulai masuk ke dalam pikirannya. Laki-laki? Foto? Paris?. Bagaimana mungkin Bintang bisa tau ia pergi ke Paris, padahal ia belum memberi kabar Bintang tentang hal itu. “Jangan – jangan kamu menjual tubuhmu untuk jalan – jalan ke luar negeri dan Shopping.”   PLAK Tangan Rona tanpa sadar menampar wajah Bintang yang sedang menatap ke arahnya. Ia membalas tatapan Bintang dengan tatapan terluka. Tak pernah menyangka, bahwa laki – laki yang ia cintai bisa berpikir sepicik itu. Ia membuang mukanya tak ingin menatap wajah Bintang. Bintang terdiam saat merasakan pipinya memanasi akibat tamparan Rona. Matanya menutup, untung saja saat ini ia berada di jalan bebas hambatan sehingga tidak terlalu membahayakan mereka. “Kamu pikir aku punya laki – laki lain? Kita pacaran lebih dari 6 bulan dan kamu masih belum mengenalku? Jadi, selama ini kamu pikir aku pacaran denganmu karena uang sehingga kamu bisa dengan mudah menuduhku menjual tubuh hanya untuk mendapatkan trip ke Eropa gratis?” tanya Rona membuat Bintang terdiam. “Aku pikir kamu orang yang berpikiran luas. Tapi ternyata, kamu orang yang berpikiran cetek. Kalau memang aku punya pria lain yang lebih kaya dari kamu, buat apa aku harus mengemis memintamu untuk memaafkanku., Seharusnya kamu bisa berpikir lebih jauh!!” “Berhenti!” pinta Rona menghapus air matanya yang tiba-tiba terjatuh. “Aku bilang berhenti atau aku akan loncat!” ancam Rona saat  Bintang tak mengindahkan ucapannya. “Berhenti!” ucapnya sekali lagi membuka pintu mobil Bintang sehingga membuat Bintang mau tak mau menepikan mobilnya. “Pergi! Menjauh diriku. Jangan pernah kembali menemuiku dengan pikiran-pikiran picikmu itu. AKU MEMBENCIMU!!” teriak Rona membanting pintu mobil Bintang lalu berjalan menjauhi. Air matanya terus mengalir. Dalam hati, ia berharap Bintang mengejarnya dan mengucapkan kata maaf karen telah menuduhnya macam-macam. Ingin ia berhenti dan menenggokan kepalanya memberi tanda kepada Bintang agar mendatangi dan menarik tangannya lalu memeluknya erat seperti yang ia lakukan tadi. Tapi egonya melarang. Hatinya sudah begitu terkoyak mendengar ucapan Bintang seolah ia adalah wanita murahanb yang bisa dibeli dengan uang. Kata-kata tadi tak ayal membuat harga dirinya sebagai wanita terluka. Rona mengentikan langkahnya saat melihat mobil Bintang melesat menjauhinya. BODOH! Bagaimana mungkin pria itu bisa meninggalkannya sendirian di tengah jalur lintas kota seperti ini. Dengan tertatih Rona berjalan. Air matanya mengalir tambah deras. Inikah akhir kisah cintanya bersama Bintang? Tubuhnya luruh. Ia berjongkok lalu memeluk lututnya dan kembali terisak menumpahkan rasa kesal dan sakit yang kini sedang ia rasakan. *****  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD