1. Tahun 2017

1029 Words
2 Oktober 2017 pukul 03.00 WIB. Dhie bukan seorang pendaki yang kerap menaklukkan gunung-gunung tertinggi di Indonesia. Levelnya hanya baru penikmat alam saja alias tukang hiking. Berpetualang jika kuliah libur atau jika hati sedang suntuk. Itupun tidak pernah jauh, hanya hutan, curug, kawah, gunung yang dekat dekat saja, yah yang sesuai dengan dompet dan tenaganya. Malam ini seperti biasa Dhie melakukan perjalanan dari Jayagiri menuju ke puncak gunung Tangkuban Perahu. Perjalanan yang benar-benar menguras jiwa dan raga. Bukan karena medan jalan yang berat atau udara malam yang menusuk dingin, tapi karena kali ini Dhie melakukannya sendiri tanpa Kenken atau Joan. Kenken lebih memilih nemenin Joan hunting sandal kulit ke Singaparna daripada nemenin Dhie hiking. Padahal biasanya kemana-mana mereka bertiga. Tapi karena sudah terlalu suntuk dengan rutinitas akhirnya Dhie nekat pergi sendiri. Jadi kebayang deh sepanjang perjalanan selalu was was karena takut jadi korban kejahatan orang tak bertanggung jawab, takut juga kalau melihat penampakkan tanpa kepala, api terbang, tubuh melayang tanpa kaki, pocong yang melompat-lompat, sepasang bola mata merah atau...suara minta ditemani. Neng, temanin akang disini...dingin. Ihh serem! Ditambah baru ingat kalau tadi malam tuh malam Jumat Kliwon, alamak! Makin ngesot deh hati Dhie. Memang diluar Dhie kelihatan baik-baik saja, berani, hebat, nekat, padahal didalamnya sudah nyut-nyut-an dan ketar ketir tidak jelas. Dhie baru lega dan tenang setelah sampai di puncak gunung Tangkuban Perahu. Perjalanan selama 4 jam akhirnya berakhir juga. Selamat...selamat. Alhamdulillah. Sambil menunggu Matahari terbit, Dhie memutuskan untuk duduk dan menuangkan kopi panas dalam termos kecil yang dibawanya ke dalam gelas plastik. Mencium harum kopi yang masih mengepul membuat Dhie memejamkan mata, menikmati aromanya. Hal inilah yang selalu disukainya setiap hiking, kopi panas! Apalagi kalau ngopinya ditemani bala-bala, pisang goreng atau gehu haneut, mantap! Sedang asyik ngopi, tiba-tiba Dhie merasakan silau yang sangat terang. Dhie membuka matanya dan langsung terbelahak kaget, "Ada apa ini?" Langit yang tadinya masih menghitam, kabut tebal yang menyelimuti gunung, tiba-tiba saja menjadi terang benderang dengan angin yang berhembus kencang, disusul suara gemuruh keras seperti badai besar akan datang. "Astagfirullah! Allahu Akbar! Allahu Akbar!" Dhie benar-benar ketakutan. Angin bergemuruh semakin kencang hingga menimbulkan putaran angin yang semakin lama semakin membesar. Lalu suara gelegar petir dan guntur datang silih berganti. Duarr! Duuaarr!! Saking takutnya, Dhie memejamkan mata sambil terus istighfar dan menyebut nama besar Allah SWT meski dengan suara gemetar ketakutan. "Allahu Akbar! Allaahhuuu Akbar!" Sementara itu putaran angin yang membesar mulai membentuk sebuah wormhole. Wormhole adalah lorong waktu yang digunakan sebagai jalan pintas dalam perjalanan antar dimensi waktu. Karena wormhole ini yang menghubungkan Blackhole dengan Whitehole. Blackhole adalah sebuah objek alam semesta yang memiliki radiasi gravitasi positif yang amat kuat, yang menarik atau menekan benda apa saja ke dalam pusatnya. Sebaliknya Whitehole mempunyai radiasi gravitasi negatif yang justru memuntahkan apa saja yang ada didalamnya. Beberapa saat kemudian... Jleebb! Sesuatu yang aneh terjadi. Tiba-tiba saja suara petir guntur lenyap, suara gemuruh anginpun menghilang, keadaan menjadi sunyi sepi kembali. Semua kembali ke keadaan semula hanya dalam hitungan detik! Dhie membuka matanya, terheran-heran melihat keadaan disekelilingnya yang kembali normal. Dimana sinar terang itu? Jarak pandang Dhie kembali terhalang oleh kabut tebal yang menyelimuti gunung. Bahkan langit dan awan pun sudah kembali menghitam. Aneh. Karena penasaran, Dhie berdiri lalu melangkah kesana kemari mencari sesuatu yang bahkan tak dimengertinya sama sekali. Kejadian tadi hanya meninggalkan gumpalan besar asap putih yang perlahan-lahan mulai memudar. Dan saat Dhie mendekatinya, "Akhh!!" Sosok laki-laki muncul bersamaan dengan hilangnya asap putih itu. Laki-laki muda yang gagah dengan tubuh tinggi kurus tapi berotot, kulitnya berwarna coklat mengkilap, rambutnya hitam tergerai hingga pinggang, alis matanya tebal, bibirnya tipis, hidungnya mancung. Lumayan ganteng. Malahan lebih ganteng dari Tio, mantan pacar Dhie. Yang terlihat aneh adalah penampilan laki-laki itu. Dicuaca dingin begini, dia bertelanjang d**a dan hanya memakai sarung katun selutut yang diikat dengan sejenis linen disekitar perut untuk menutupi bagian bawah tubuhnya. Tidak memakai alas kaki pula. "Aissh! Sadar woi!" Repleks Dhie menoyor kepalanya sendiri, baru sadar kalau ia sudah memperhatikan laki-laki itu secara berlebihan. Padahal mata laki-laki itu saja masih terpejam rapat. Pelan-pelan Dhie kembali mendekatinya. Mata Dhie tertuju pada telapak kaki yang menyentuh tanah, bersyukur bahwa laki-laki itu bukan sejenis penampakkan hantu. Lalu jemari Dhie terjulur ragu menyentuh d**a laki-laki itu, ingin memastikan wujud yang ada dihadapannya nyata atau hanya halusinasinya saja. Karena penasaran, jari telunjuk Dhie menusuk-nusuk d**a lelaki itu, "Hei...hei!"sapanya, pelan. "Aa? Akang? Mas? Bang? Melek dong..."panggil Dhie, berusaha membangunkannya. "Hi hi hi six pack juga. Jadi ingin pegang terus, mumpung gratis." Dhie cekikikan sendiri. Sempat-sempatnya mikir yang parno. "Aa, kang, mas, abang? Yuhuu!" Tapi pada saat sepasang mata itu terbuka, Dhie malah berteriak kaget seraya mundur beberapa langkah. "Akhh!" Sepasang mata itu nampak memukau, menatap tajam pada Dhie lalu perlahan meredup teduh. Dhie terpana. Dengan salah tingkah Dhie menunduk lalu memalingkan pandangannya ke arah lain. Kedua tangannya tanpa sadar bergerak merapihkan pakaiannya agar terlihat lebih enak dipandang mata. Dhie mundur selangkah saat laki-laki itu maju satu langkah mendekatinya. Dhie mundur selangkah lagi, selangkah lagi, lagi, lagi... "Berhenti! Sebenarnya kau mau apa?!" teriak Dhie, kesal. Dari tadi laki-laki itu terus menatapnya tanpa putus, berjalan mendekatinya tanpa berkata apapun. Tiba-tiba laki-laki itu menunduk sambil menekuk satu lutut kakinya dengan kedua tangan menempel didepan d**a, "Hormat hamba pada gusti putri!"serunya, lantang. "Heh?" Dhie bingung lalu melihat kesekelilingnya. "Gusti putri? Mana?" Yakin hanya mereka berdua yang ada ditempat itu, Dhie pun menunjuk dirinya sendiri, bingung. "Siapa? Aku?" "Hamba prajurit Bayangkara utusan dari Mahapatih Gajah Mada, siap melaksanakan titah dari gusti putri!" "Hahh?? Putri dari mana? Dari Hongkong kali." Dhie semakin bingung mendengar ucapan laki-laki itu. Memang sih pelajaran Sejarahnya pas jaman sekolah dulu tidak pernah dapat nilai bagus, tapi Dhie ingat betul siapa itu Gajah Mada, patih dari kerajaan Majapahit yang terkenal dengan Sumpah Palapanya. Tapi itu kan jaman dulu sekali... Jaman-jaman kerajaan kuno di Indonesia. Tidak mungkin! "O...ow!" Dhie nekat menyentuh kening laki-laki itu. Suhu tubuhnya normal kok. Jangan-jangan...Lalu setengah berbisik Dhie mengucapkan keraguannya, "Kang, sudah lama keluar dari rumah sakit jiwa?" ?????
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD