Balas Dendam Si Sadewa

3979 Words
Ada dua jenis orang yang saling berkaitan dengan orang lain, jadi orang pendendam atau orang pemaaf. -Rama- Pukul tujuh malam, Rama baru pulang di rumahnya. Rumah yang megah tapi tak senyaman dugaan orang-orang. Bagi Rama rumahnya adalah nerakanya. Rumahnya adalah siksaan batinnya. Rumahnya adalah penghancur hidupnya. Memasuki rumah dengan malas, Rama membuka pintu. PRANG! Rama tetap berjalan menuju kamarnya. Tidak dia hiraukan apa yang terjadi. Karena Rama tahu, ralat sangat tahu apa yang sedang terjadi di ruang keluarga yang sedang diselimuti suasana mencekam. Rama tak melirik ke dua orang yang sedang bersitatap dengan pandangan yang berbeda. "Terus, hancurin terus. Sekalian bakar nih ini rumah," seru Rama berjalan santai melewati kedua orang tuanya. "Dasar anak pembangkang, darimana saja kamu? Jam segini baru pulang. Nggak ingat jalan pulang?" sindir Arya, Papanya. "Inget, cuma males aja liat kalian adu mulut," balas Rama masih terlihat santai. "Daripada adu mulut gak jelas, mending gelud aja. Eh sekalian tawuran gitu." "Rama!" teriak Dewi, mamanya yang sudah berurai air mata. Rama menoleh ke arah mamanya, menahan rasa sesak didadanya saat melihat air mata sang mama. "Rama, jaga ucapanmu!" bentak Papa. "Sekarang masuk kamar, belajar. Papa ingin nilai hasil belajarmu bagus!" Rama tak mendengarkan, tetap saja tak mengindahkan ucapan papanya. Berjalan cepat menaiki tangga menuju kamarnya. Setelah sampai, dengan cepat Rama masuk ke kamar dan dia banting pintunya dengan kasar. Sebuah kamar tertata rapi, sangat rapi. Sebuah kamar yang cukup besar. Ada sebuah kasur ukuran king size, meja belajar dan seperangkat komputer dan sebuah laptop putih. Ada sebuah kamar mandi dipojok ruangan. Disebelah kanan kamar mandi ada almari kaca yang berisi beberapa buku yang berderet rapi. Didindingnya terpajang beberapa foto yang menggantung. Diatas nakas, ada sebuah foto. Foto itu adalah dirinya dan keluarganya. Sebelumnya mereka tak seperti ini. Dua tahun yang lalu, mereka hidup dengan damai dan bahagia. Tapi sekarang sudah berubah, karena suatu cobaan yang merengut nyawa adiknya. Adik yang sangat dia sayang. Adik perempuan satu-satunya. Rama mengambil foto berbingkai itu. Menatap potret si adik dengan pandangan rindu. Mengusap foto itu dengan rasa sesak yang tertahan didadanya. Tak berapa lama, Rama merasakan matanya yang memanas. Dengan cepat, Rama letakkan kembali fotonya diatas nakas. Dengan cepat, Rama menyambar handuk dan masuk ke dalam kamar mandi. Lima belas menit kemudian, Rama keluar dengan handuk yang melilit di pinggangnya. Segera mengenakan kaos hitam dan juga celana sepanjang seperempat. Mendudukkan dirinya didepan meja belajar yang sudah tergeletak sebuah laptop putih. Mengambil sebuah permen karet dari toples di atas nakas. Mengunyahnya dengan cepat. Mendudukkan pantatnya di kursi yang beroda. Memulai aksinya. "Eh gue lupa siapa nama ceweknya," kata Rama. "Sial, kok gue bisa lupa ya?" Meraih ponselnya, dan segera menghubungi Sadewa. Saat deringan pertama, telepon langsung diangkat. "Halo Sad, nama cewek lo siapa?" tanya Rama langsung. "...." "Nama pacar lo Sad. Malah diem aja," gerutu Rama. "Sari," balas Sadewa akhirnya. Tut! Tut! Tut! Langsung saja Rama memutuskan telepon secara sepihaknya. Membiarkan jika Sadewa menggerutu karena ulahnya. Menghidupkan laptopnya, Rama mulai berpikir apa yang akan dia lakukan. Tak lama kemudian otaknya menemukan teknik yang tepat untuk meretas kali ini. Dan ide tersebut bersamaan dengan laptopnya yang sudah dalam mode ready untuk dia gunakan. Membuka suatu situs website di internet yang Rama buat sendiri. Mengetikkan nama dari si korban. Rama tahu pacarnya Sadewa, karena Sadewa suka mengumbar kemesraan dengan si pacar ke hadapannya Rama. Rama hanya sebatas tahu dan Rama tak terlalu dekat, bahkan dirinya sering lupa siapa namanya. "Benar nggak sih, kalau nama panjangnya ini?" Rama diam sejenak, membaca berulang kali nama yang tertera di kolom pencaharian. "Eh b**o, nanya lagi ajalah, ribet banget." Meraih ponselnya kembali, dan menelpon Sadewa lagi. Baru juga berdering, telponnya langsung diangkat oleh Sadewa. "Nama pacar lo Sad!" teriak Rama langsung. "Kan udah gue bilang. Sari," greget si Sadewa. "Nama panjang, Gong!" "Oh, bilang dong. Sari Putri Cahayani." Seperti saat menelpon awal tadi, Rama langsung mematikan telponnya lebih dahulu. Kemudian menekan keybord di laptopnya. Mengetikkan kata demi kata, membentuk sebuah nama. "SA-RI. PU-TRI. CA-HA-YA-NI. Enter," bisik Rama, setelah jari-jarinya mengetikkan beberapa huruf. Tampilan di laptopnya pun berganti. Dilayar laptop tertera jika laptop milik Rama sedang menghubungkan ke server yang akan dituju. Dan tak lama kemudian, tampilan laptopnya berubah. Dan kini menampilkan sebuah situs website yang membuat kedua bola mata coklat Rama, memancar penuh kebahagian. Mengisi kolom password dengan sebuah kalimat. Menarikan jari-jarinya di atas keyboard laptop. Mengetikkan passwordnya. "SA-DE-WA. CHAN-DRA. IRA-WAN." Langsung saja Rama menekan tombol enter. Tampilan laptop berganti. Kali ini sebuah balok berwarna hijau berputar membentuk lingkaran. Yang berartikan laptop sedang dalam proses loading. Rama memundurkan kursinya. Memutar-mutar kursi rodanya sembari menunggu prosesnya selesai. Menyenderkan kepalanya di kepala kursi. Menghadap ke arah langit-langit kamar. Menerawang apa yang akan terjadi di kehidupannya. Setelah dia kehilangan adik tersayangnya, kehilangan keluarga yang harmonis, kemudian apa lagi yang akan hilang dari kehidupannya? Sesaat kemudian, memori saat tragedi kematian adiknya singgah di otaknya. Memaksa Rama untuk merasakan rasa sedih dan juga kehilangan lagi. Dulu Rama sangat sayang kepada adik satu-satunya itu. Bahkan dia rela berkorban untuk kebahagian si adik. Umur mereka hanya terpaut satu tahun. Itulah sebabnya, mereka terlihat sangat kompak. Rama menelusuri setiap sudut kamarnya. Bahkan saat ini masih teringat jelas di otaknya, tempat favorit adiknya jika berkunjung di kamar miliknya. Hingga tak lama kemudian, perhatiannya jatuh di layar laptop. Saat itu juga, alis Rama berkenyit heran. "Bener kan gudaan gue, pasti ada yang nggak beres," ujar Rama kemudian menarik meja belajarnya, agar kursi yang dia duduki segera mendekat ke meja belajar. Rama membuka situs website baru. Kali ini tampilannya serba hitam. Ditampilan paling atas ada tulisan yang menjadikan judul teknik meretas ini, yaitu Brute Force Attack.Brute force attack merupakan sebuah serangan yang dilakukan untuk membobol password dengan cara mencoba memasukkan semua kemungkinan password yang ada sampai akhirnya menemukan password yang tepat untuk suatu akun. Biasanya, para peretas atau penyerang akan menggunakan algoritma dengan menggabungkan huruf, angka, dan simbol agar bisa menghasilkan password yang tepat. Rama masih berkutat dengan nama dibalik password dari ponsel milik Sari. Setelah beberapa saat, Rama tetap mencoba beberapa kemungkinan nama passwordnya. Dua puluh menit pun berlalu, Rama merasakan pegal di area pinggulnya. Dia memundurkan kursi rodanya lagi ke belakang. Menyenderkan tubuhnya di kepala kursi agar sedikit rilex. Rama menerawang satu hari yang telah dia lalui tadi. Mulutnya sibuk membuat gelembung dari permen karet yang dikunyahnya. Kemudian bayangan wajah Sinta yang galak muncul di otaknya. Rama terkekeh saat melihat Sinta mengomel kepadanya. Rama menyimpulkan jika Sinta itu adalah pribadi yang galak, cuek, tegas dan keras kepala. Hingga suara laptopnya membuyarkan lamunan Rama. Rama melirik ke arah laptopnya, kemudian tersenyum senang karena nama passwordnya ditemukan. Rama segera mendekat. "J-A-K-A. T-I-N-G-K-I-R-E," eja Rama saat membaca nama password yang telah ditemukannya. Alis Rama mengernyit heran, seperti mengetahui siapa si Jaka itu. Setelah sesaat berpikir sejenak, Rama heboh sendiri. "Sial, maksutnya Joko kelas 11 IPS 3? Wah wah wah, ngeri banget tuh si Sari. Dasar emang pengkhianat, tukang selingkuh, tukang ghibah, tukang penguras uang cowok, tukang- Astagfirullah, kenapa gue malah ngehujat orang lain?" Rama menepuk-nepuk kedua pipinya, "Sadar Rama, lo nggak boleh ghibah, lo kan anak baik-baik. Oke, tahan jangan sampai kepancing buat ngehujat Sari lagi." Setelah berbicara layaknya orang gila, Rama meraih laptopnya, mulai menjelajahi isi ponselnya Sari yang sudah dia retas. Dan ternyata, semua aplikasi privasi Sari password dengan nama yang sama. Rama membuka riwayat chat antara Sari dengan seseorang yang Sari beri nama My J. Tanpa menunggu waktu lama lagi, Rama segera membaca isi percakapannya. Baru saja membaca lima menit, Rama langsung keluar dari riwayat chat tersebut. "Astagfirullah, bacaan maksiat ini mah. Isi chatnya orang lagi selingkuh semua. Astaghfirullah astaghfirullah," ujar Rama kemudian berpindah ke aplikasi galeri. Dan setelah masuk, Rama langsung menemukan foto Joko bersama Sari. Rama masih terus menjelajah, sampai seluruh isi galeri dia lihat, Rama menyimpulkan jika memang Sari tak menyukai Sadewa. Buktinya hampir sebagian isi galeri adalah fotonya Joko, bahkan tak ada satupun fotonya Sadewa. Rama menekan tombol play untuk merekam. Dia merekam mulai dari nama password ponselnya Sari, isi percakapan dengan si My J dan isi galeri. Tugasnya selesai, rekaman itu sudah cukup menjadi bukti kuat jika Sari memang berselingkuh. Setelah selesai merekam, Rama menekan tanda close semua situs yang ada di laptopnya, bahkan Rama juga sudah log out dari ponselnya Sari, agar Sari tak menyadari jika ponselnya sedang dia retas. Meraih ponselnya, Rama menelpon seseorang. "Halo, Terdakwa terbukti bersalah, dan berikut ini akan saya kirimkan buktinya. Terima kasih atas kerja samanya, dan satu lagi, jangan mengganggu waktu tidur saya. Sekian dan terima gaji." "Hah?" TUT! TUT! TUT! Langsung saja Rama mematikan telponnya secara sepihak. Rama langsung mengirim bukti rekaman video yang baru saja dia ambil ke nomor Sadewa. Sembari menunggu proses pengiriman, Rama merenggangkan kedua tangannya. Kemudian melirik sebuah jam weker diatas nakas. Rama menguap, "Baru aja jam sebelas, kok gue udah ngantuk ya?" Rama melirik ke ponselnya lagi, kali ini rekamannya sudah terkirim. Dan sepertinya Sadewa juga sudah melihat isi rekamannya, terbukti dengan adanya centang biru. Rama meninggalkan ponselnya di atas meja belajar. Dirinya segera menaiki kasurnya. Tapi sebelum itu terdengar notifikasi pesan masuk yang beruntut. TRING! TRING ! TRING! TRING! Rama langsung menyambar ponselnya ternyata pesan dari Sadewa yang terus mencaci maki Sari, lewat riwayat percakapnnya dengan Rama. Sadewewegombel Mengetik... Sadewa|| Sial!!! Sari bener selingkuh dari gue? Sadewa|| Siapa Joko? Sadewa|| Oh gue kenal, dia anak IPS 3. Awas aja tuh Joko, gue bogem lo besok. Sadewa|| Arghh... kesel banget gue, dasar cewek p*****r!!! Rama|| DIAM KAU BAGONG!!! Rama|| KALAU KESEL, CHAT TUH PACAR LO BUKAN CHAT GUE. Rama|| SEKALI LAGI LO SPAM NGGAK JELAS, GUE OGAH NOLONG LO LAGI!!! Rama langsung mematikan ponselnya, melemparnya ke atas meja belajarnya lagi. Membuang permen karetnya yang sudah tak berasa. Menaiki kasur dan tak lama kemudian sudah terlelap tidur. *** Esok harinya, Rama berangkat sendiri. Setelah memakirkan motor ninja merahnya, Rama segera turun. Berjalan pelan sembari bersiul. Melewati beberapa anak badung yang sedang memalak adik kelas. Rama kenal dengan mereka semua anak badung, karena mereka pernah menyewa Rama untuk mencuri kunci jawaban ulangan harian seperti yang diminta oleh Sadewa kemarin. "Woy bos!" sapa seorang anak badung yang berpakaian urakan. Rama mengangguk, "Yoi." "Lagi ada job nggak nih bos?" tanya anak badung yang lain, kali ini berambut kribo. "Nggak, lagi libur dulu. Awas aja sampai salah satu dari kalian ngasih job lagi ke gue," ancam Rama. Mereka, lima anak badung terkekeh berjamaah. Kemudian salah satu dari mereka berjalan mendekati Rama. Yang ini tipikal orang berwatak keras, apalagi terlihat dengan kedua alisnya yang tebal dan mencuram. Namanya Antasena, panggilannya Anta. "Untung aja satu minggu ini kagak ada ulangan," kata Anta. "Lo selama ini berjasa benget buat kita Ram. Kalau lo butuh bantuan, kita siap bantu lo." Si anak badung itu menepuk-nepuk pundak Rama. Rama tersenyum senang, kemudian menepuk balik pundaknya Anta. Melirik ke arah jam tangannya. "Gue ke kelas dulu. Lo pada harus bolos lagi. Kasihan tuh Bu Martiyem, sepi nggak ada yang bikin ulah, nggak ada yang di omeli," kekeh Rama sembari melirik ke arah seorang guru. Mereka berlima tertawa keras menanggapi kekonyolan Rama. Rama juga ikut tertawa senang. "Ye, dikira bercanda, malah pada ketawa. Seriusan, belakangan ini nggak ada yang anak bandel yang bikin ulah," ujar Rama. "Ya udah, entar kita bikin ulah bareng-bareng," celetuk si anak badung beralis tebal. "Nyebat di ruang kepala sekolah, berani?" tantang Rama sembari menarik turunkan alisnya. "Gila aja lo, mau gue digantung bokap gue? Ogah!" kata si rambut kribo. Rama terkekeh, kemudian melanjutkan jalannya ke arah kelas. Meninggalkan kelima anak badung. Tak berapa lama Rama sampai di depan kelas, langsung disambut oleh teriakan yang cetar membaha. Siapa lagi kalau bukan Wati, si bendahara kelas. "DEWA, JANGAN KABUR LO. LO UDAH NUNGGAK UANG KAS DUA MINGGU. BAYAR SEKARANG. DEWA!" teriak Wati di depan kelas. "Besok Wat, gue lagi bokek nih," balas Dewa sembari memakan bakwannya. "POKOKNYA BAYAR SEKARANG!" "Buset Wat, gendang telinga gue bisa pecah nih," gerutu Rama sembari menggosok-gosokkan telinganya. Wati yang terlanjur emosi, hanya melirik ke arah Rama dengan lirikan yang tajam, membuat Rama hanya meringis sembari menggaruk kepala belakangnya. Wati itu tipe wanita yang tegas dan disiplin, jika ada anak yang nunggak membayar uang kas, sampai ke negeri Cina sekali pun bakal dia cari. Rama segera pergi meninggalkan Wati. Berjalan ke arah mejanya berada. Dan ternyata disampingnya ada Sinta yang sudah duduk manis sembari bermain ponsel. "Ehem, assalammualaikum calon penghuni neraka," sapa Rama kepada Sinta. Sontak saja Sinta melirik ke arah Rama dengan tatapan tajamnya. Membuat Rama memundurkan langkahnya. "Buset dah, kenapa cewek-cewek di kelas gue semuanya pada galak-galak?" gumam Rama terheran. Plak! Tiba-tiba ada tangan yang menggeplak kepala bagian belakang. "Lo juga nyapa cewek nggak ada akhlak. Yang bikin cewek-cewek pada galak ya karena kegoblokan lo," cibir Nakula. "Mentang-mentang g****k geratis, eh diborong semua." Rama menutup kedua matanya, kemudian dia buka dan tersenyum manis ke arah Nakula. "Atas pujian Anda, saya ucapkan ber-million million thank you," balas Rama yang masih mempertahankan senyum manisnya. Nakula yang kesal dengan tingkah Rama, hanya membalikkan tubuhnya sembari memutar kedua bola matanya lelah. Meladeni Rama, sama halnya seperti meladeni orang gagu. Bahasa yang Rama ucapkan, sepertinya hanya Rama sendiri yang memahami. Rama segera duduk dibangkunya, dan melirik ke arah Dewa yang sedang menonton sebuah sinetron. "Ya Allah, Mbak Andin cantik bener. Bila dia bukan jodohku, jodohkanlah ya Allah, udah terlanjur kecantol nih. Amin," ujar Dewa sembari menangkupkan kedua tangannya di depan wajahnya. Rama segera maju untuk menyadarkan Dewa. Mengangkat tangan kanannya kemudian dia gunakan untuk menjitak kepala Dewa. Tak! "Tolong munduran, ngarepmu kelewatan," sindir Rama kepada Dewa. Dewa meringis mengusap kepalanya sedangkan Rama terkekeh senang. Sinta menoleh ke arah Rama. Rama yang merasa sedang diperhatikan oleh Sinta, segera menoleh ke arah Sinta. Kemudian menarik kedua sudut bibirnya, tersenyum manis. "Hai, good morning my wife," sapa Rama dengan mengangkat tangan kanannya. Alis Sinta berkenyit, dia segera memalingkan pandangannya ke depan kelas. "Dasar gila," cibir Sinta dan Rama pun hanya tersenyum saja, seolah-olah sindiran Sinta adalah sapaan baginya. Tak berapa lama, Bu Julaehah datang memasuki ruang kelas. Meletakkan bukunya, kemudian menyuruh si ketua kelas untuk memimpin doa. Kelas pun dimulai. "Mari anak-anak, kita mulai pembrlajaran kita kali ini dengan berdoa bersama-sama. Aldo pimpin doa," perintah Bu Julaehah yang diangguki oleh Aldo. *** TENG! TENG! TENG! Bel istirahat pun berbunyi, Rama, Dewa dan Nakula langsung pergi ke kantin bersama. Sesampainya di kantin, mereka langsung memesan makanan. "Ngomong-ngomong Ram, gimana tuh si Sadewa. Bener diselingkuhin?" tanya Dewa kemudian mengambil kerupuk di atas meja. "Nah itu, gue mau cerita tapi lupa," balas Rama. "Bagong banget tuh si Sari, pacar nggak ada akhlak. Dia terbukti selingkuh, gue sendiri yang lihat isi chatnya. Lo berdua tahu Joko kan?" "Joko? Anak IPS 3?" tebak Nakula. "Bener, dia yang jadi selingkuhannya." "Tapi," ujar Dewa, "kenapa sampai sekarang Sadewa masih pacaran sama Sari? Nggak marah tuh si Sadewa? Apa jangan-jangan kena peletnya Sari?" cerocos Dewa sembari menunjuk ke arah pintu kantin. Disana berdiri sepasang sejoli. Mereka adalah Sadewa dan Sari. Sadewa terlihat sedang bahagia sedangkan Sari terlihat sedih. Kenapa raut wajah Sari terlihat sedih? "Heran gue sama Sadewa, tadi malem aja marah-marah ke gue. Lah kok sekarang malah seneng?" heran Rama. Sadewa dan Sari terus berjalan. Hingga akhirnya mereka sampai didekat mejanya Rama. Segera Sadewa dan Sari ikut duduk bersama Rama, Dewa dan Nakula. Rama yang melihatnya mengernyit heran, "Maksutnya?" Sadewa menoleh, kemudian tersenyum smrik. "Woy Rama, lo tahu Joko anak IPS 3, nggak?" tanya Sadewa dengan diselingi lirikan ke arah Sari. Terlihat wajah Sari yang tiba-tiba terlihat terkejut, tapi Sari tak berkata apa-apa. Rama berpikir sejenak, kemudian dia paham dengan maksut Sadewa kali ini. "Tahulah, siapa juga yang nggak tahu sama itu anak," sahut Rama dengan santai. "Emang kenapa lo nanya soal Joko?" "Enggak, gue cuma pengen ngajak gelud dia aja," kekeh Sadewa dan Rama pun ikut terkekeh juga. "Ngawur lo, anak orang diajak gelud," imbuh Nakula. "Ya habis gimana ya, dia rebut yang udah jadi milik gue," ucap Sadewa yang terlihat sedih. Wajah Sari langsung pucat, Sari belum tahu saja jika Sadewa sudah mengetahui jika dirinya berselingkuh dengan Joko. Dan sekarang, tiba-tiba Sadewa membahas soal Joko, sudah membuat Sari ketakutan. "Emang apanya yang direbut?" pancing Dewa. "Itu, mainan gue yang direbut sama Joko," balas Sadewa kemudian terkekeh dan diikuti oleh Rama dan Dewa. Sadewa menoleh ke arah Sari, "Kok muka kamu tegang gitu?" Masih saja, sandiwaranya Sadewa tetap berlanjut. "Hah? A-apa? E-enggak kok," sahut Sari gugup. "Oh." Sadewa mengambil ponselnya, kemudian dia membuka lagi rekaman video yang telah Rama kirim tadi malam. "Asli, bikin emosi aja. Nih Rama, gue kasih tahu, kemaren ada temen gue yang ngirim video, katanya ada cewek selingkuh, padahal pacarnya sayang banget sama dia. Terus tuh si cewek malah make nama selingkuhannya buat dijadiin nama password. Lebih parahnya lagi, isi galeriya nggak ada foto pacarnya, malah kebanyakan isinya foto selingkuhannya. Parah nggak tuh," cerita Sadewa kesal. "Terus, lo kenal sama si cowoknya?" pancing Rama. Terlihat wajah Sari yang semakin memucat. Bibirnya terlihat bergetar, dipelipisnya timbul tiik - titik keringat. "Kenal-" "A-aku bisa jelasin," potong Sari kemudian menghadap ke arah Sadewa. Alis Sadewa berkenyit, "Apa yang mau lo jelasin, kalo memang lo terbukti selingkuhin gue?" tiba-tiba suara dan raut wajahnya Sadewa berubah menjadi dingin. "S-sebenarnya, a-aku hanya-" "Dahlah Sar," kata Sadewa. "Lo mau cari yang gimana lagi sih? Minta disayang? Gue udah sayang banget sama lo. Minta diperhatiin? Gue tiap hari juga perhatian sama lo. Apa mungkin lo minta uang? Gue juga bakal ngasih kalau lo minta!" ucap Sadewa dingin dan sedikit membentak. Sebagian dari murid yang ada disamping meja mereka menoleh heran saat mendengar bentakan Sadewa. Rama, Dewa dan Nakula hanya diam menonton, karena itu adalah urusannya antara Sadewa dengan Sari. Sari melirik ke sekelilingnya, dia merasa tersudutkan. Banyak pasang mata yang sedang menoleh ke arahnya. "Gue kira lo cewek baik-baik Sar. Nggak tahunya," sengaja Sadewa menggantungkan perkataannya. "M-maaf. Sebenarnya aku dan Joko-" PLAK! Dengan tiba-tiba Sadewa menampar pipinya Sari. Rama, Dewa dan Nakuka segera berdiri. Ingatlah jika Sadewa adalah cowok yang mudah emosi. "Lo ngapain Sad?!" tanya Rama emosi. "Diam lo, ini urusan gue sama Sari!" bentak Sadewa. Tentu saja, sikap semena-mena Sadewa membuat Rama sangat emosi, dia merasa kecewa dengan Sadewa. Apalagi Rama juga sedikit menyesal telah membantu Sadewa. Bahkan, Rama merasa kasihan dengan Sari yang sudah terisak kecil. Tiba-tiba tangan putih dan kecil menampar pipi Sadewa. Semua yang menyaksikan langsung terkejut. Dan lebih mengejutkannya lagi tangan putih itu bukan milik Sari, melainkan milik Sinta. Plak! "Mentang-mentang lo cowok, terus lo semena-mena gitu. Lo lupa, ini cewek juga punya perasaan. Cowok kok main kasar, situ beneran cowok apa bukan sih," sindir Sinta kepada Sadewa. Mulanya Sadewa yang terkejut, kini berganti menjadi sangat marah. Dia tak pernah melihat Sinta tapi karena egonya tinggi, dia sangat ingin membalas Sinta. "Nggak usah ikut campur urusan gue. Siapa lo, sok-sokan ngurusin hidup gue. Pahlawan lo?" ganti Sadewa menyindir Sinta. Dan Sinta hanya tersenyum smrik, menanggapi sindiran dari Sadewa. "Gue cuma manusia, yang punya perasaan. Nggak kayak lo, yang punya hati tapi nggak punya perasaan," kata Sinta kemudian maju ke arah Sadewa. Rama yang melihat keberanian Sinta hanya diam terpukau. Rama sangat menikmati wajah Sinta yang sedang serius seperti itu. Jauh dilubuk hatinya, Rama tersenyum senang. "Semua masalah pasti ada penyebabnya. Nggak ada api kalo nggak ada bara. Dan menurut feeling gue, yang bermasalah itu elo bukan dia," kata Sinta. Sadewa geram, terlihat dengan giginya yang saling bergeletuk. Wajahnya juga sudah memerah. Tangan Sadewa terangkat mengarah ke depan, tepatnya ke wajah Sinta. Tapi sebelum itu, Rama sudah mencekal tangannya. Rama maju ke depan, "Cukup satu kali lo jadi cowok b******k. Mentang-mentang nampar enak, lo mau nampar cewek lagi?" sindir Rama kepada Sadewa. Sadewa kesal, dia menarik paksa tangannya yang dicekal oleh Rama. Sinta mundur, menuntun Sari yang sudah menangis sesenggukan. Sadewa akan maju menghampiri Sinta, tapi lagi-lagi Rama mencegahkanya. "Lepasin gue Ram, urusan gue belum selesai sama itu murid baru," kata Sadewa sembari berontak. "Dan gue bakal biarin lo nampar si murid baru?" tanya Rama kesal. "Nggak akan!" Sadewa menoleh ke arah Rama, terlihat bingung. Tapi tak lama kemudian Sadewa tersenyum smrik ke arah Rama. "Pacar lo?" kekeh Sadewa. "Bukan," balas Rama santai. "Dia temen sekelas gue, dan kalo lo berani ganggu temen-temen gue-" Rama mendekati Sadewa kemudian berbisik. "Nilai lo bakal gue bocorin ke guru." Sadewa terkejut, habis sudah jika guru mengetahui kalau nilai Sadewa bukan murni hasil pemikirannya, bakal terjadi masalah besar untuknya. Maka dari itu, Sadewa memilih pergi meninggalkan Rama. Rama menoleh ke arah Sinta yang masih menuntun Sari di kejauhan. Tanpa sadar, sebuah senyuman terbit menghiasi bibirnya. *** Di taman belakang sekolah, Sinta sedang berusaha menenangkan Sari yang masih menangis. Tiba-tiba Naya datang membawa sekantong es batu dan juga sehelai kain. "Nih, Sin, es batunya," ujar Naya sembari menyodorkan sekantong es batu ke arah Sinta. "Thanks ya Nay," kata Sinta dan Naya pun hanya mengangguk. Dengan telaten, Sinta memasukkan es batu kedalam kain, kemudian menghadap ke arah Sari. Dan menyodorkan es batunya. "Pipi lo dikompres dulu, biar nggak bengkak," kata Sinta. Sari mengangguk, kemudian menerima es batu dan langsung dia tempelkan dipipi kirinya. Keheningan terjadi, Sinta dan Naya hanya saling berpandangan, mereka menunggu Sari tenang terlebih dahulu baru bertanya. Sepuluh menit kemudian, Sari sudah sedikit tenang. Dirinya juga sudah mengompres pipinya. "Makasih ya udah mau nolongin aku," Sari tersenyum ke arah Sinta dan Naya. "Santai aja sih sama kita," balas Naya dan Sinta menggauk menyetujui. "Oh iya, kamu anak pindahan kemarin kan, namaku Sari," Sari mengulurkan tangannya ke arah Sinta. Dengan senang hati Sinta membalas uluran tangannya Sari. "Gue Sinta." Sari mengagguk senang, "Sekali lagi makasih ya Sinta, makasih juga Naya." Naya mendengus kesal, "Huh, udah gue bilangin kan, santai aja sama kita. Eh ngomong-ngomong, ada apa lo sama Sadewa?" Seketika raut wajah Sari berubah, "Aku sama Sadewa pacaran, tapi sebenarnya aku nggak suka sama dia. Dia yang maksa aku buat mau pacaran sama dia. Dia juga suka melarang semua yang aku suka, makanya aku sedih harus berpacaran sama dia," cerita Sari yang sebenarnya terjadi. "Badak tuh Sadewa, dasar cowok b******k," maki Naya kesal. "Terus, hubungan lo sama Joko?" tanya Naya lagi. "Aku sama Joko cuma sahabatan. Aku deket sama Joko udah dari kecil. Kadang aku menganggap Joko itu seperti kakak buatku." Sinta dan Naya paham cerita selanjutkan. Mereka bertiga saling terdiam. Sari butuh waktu untuk menengakan perasaannya lagi. "Kenapa Sadewa bisa menganggap lo berselingkuh?" kali ini Sinta yang bertanya. Pasalnya sejak tadi, pertanyaan itu yang terus terbayang di otaknya. "Sadewa tahu semua isi ponselku. Dan dia menganggap kalo aku selingkuh dari dia. Meskipun aku pacaran dengan dia, aku nggak selingkuh. Memang dari kecil aku sama Joko saling bertukar nama. Joko suka memakai namaku untuk dijadikan password dan aku juga begitu." Sinta dan Naya mengangguk-anggukkan kepalanya paham. Tapi, masih ada pertanyaan yang muncul dibenaknya Sinta. "Kok bisa, bukannya cuma lo doang yang tahu password ponsel lo?" masih saja Sinta bertanya. Sari menghela napasnya, "Sadewa pernah cerita ke aku, kalau dia punya kenalan seorang hacker, dan hacker ini suka membantu orang-orang dengan persyaratan harus ada uang. Katanya, hacker ini terkenal diantara anak-anak nakal. Dan aku yakin, jika Sadewa meminta bantuan kepada si hacker ini. Dan katanya, hacker ini bersekolah disini juga. Tapi identitasnya nggak pernah diketahui. Hanya para anak nakal yang mengetahuinya. Dan orang-orang lain menyebutnya dengan nama si Hacker Boy." Sinta dan Naya terkejut mengetahui satu fakta itu. Mereka berdua sebenarnya tak menyangka jika disekolah mereka ada seorang hacker, mereka berpikir mana ada seorang yang masih sangat muda bisa menjadi seorang hacker. "Sial, sekolah gue ternyata ngeri juga," kata Naya heboh sendiri. "Tapi gue penasaran tuh sama si Hacker Boy. Lo beneran nggak dikasih tahu sama Sadewa, siapa sebenarnya si Hacker Boy itu?" Sari hanya menggeleng lemah, "Enggak." Sinta tiba-tiba merasa kesal dengan adanya seorang hacker disekolahnya. Kedua tangannya mengepal erat, dia sangat membenci orang dibalik nama Hacker Boy. Entah dia itu gadis atau laki-laki, Sinta sangat membencinya. Dan raut kesal Sinta dilihat oleh seseorang yang berdiri tak jauh dari ketiga cewek itu. Orang itu tersenyum smrik kemudian meninggalkan tempat persembunyiannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD