3 - Masih Sama

1275 Words
Pagi harinya Rendra langsung bersiap-siap hendak menjemput Abian ke Kuningan. Rendra berangkat sendiri, tak bawa siapa-siapa, bahkan Rendra pun menolak tawaran sopir pribadinya yang dengan suka rela yang menawarkan diri mengantar atasannya menjemput Abian. "Mau sarapan dulu, Tuan?" tanya Lastri menatap Rendra yang sedang menuruni anak tangga. "Boleh, lagian ini masih pagi juga. Aku sarapan dulu, deh." Lastri mengangguk, wanita itu bergegas menuju ruang makan dan menyajikan berbagai jenis lauk pauk yang akan disantap oleh tuannya. Lastri juga sudah belanja ke pasar pagi-pagi, berbelanja segala macam sayuran, buah-buahan, dan berbagai macam daging. Lastri dengar, katanya Abian akan ke Jakarta. Dan rasa penasarannya Lastri langsung tanyakan pada Mawar. Dan Mawar pun membenarkan hal itu, meminta Lastri untuk turut andil dalam menjaga Abian. Rendra duduk di kursi, menatap meja makan yang sudah dipenuhi oleh berbagai macam lauk pauk yang menggugah selera. Rendra membalikkan piring, mengisinya dengan nasi lalu acar timun, ayam goreng dan sambal terasi. Tak lupa lalapan seperti timun, kol, dan kemangi pun Rendra lahap. Selesai sarapan Rendra bergegas masuk ke dalam mobil, memanaskannya terlebih dahulu lalu baru berangkat. Sepanjang perjalanan menuju Kuningan, hati Rendra dibuat gundah gulana. Meski dia sudah sepenuhnya mengikhlaskan Mawar untuk Juna, tapi tetap saja di lubuk hatinya yang paling dalam dia merasakan sakit yang teramat. Ini kesalahannya, dan Rendra harus menanggung akibatnya. Kesempatan sudah Mawar berikan, tapi dia tak menggunakannya dengan baik. Mawar sudah cukup sabar menghadapi sikapnya yang macam bajingann, dan setiap kesabaran ada batasnya. Begitu juga dengan Mawar. Kesabaran mantan istrinya habis, menghadapi dirinya yang tak bisa tegas akan perasannya, yang tak bisa menetap akan satu wanita, dan menjadikan hatinya sebagai asrama perempuan. Mobil yang dikendarai oleh Rendra sudah memasuki Cipari, terus melaju lurus hingga jalanan turun saat di pertigaan Cigugur. Dari sana, Rendra langsung membuka kaca jendela, dan menghirup udara segar khas sana. Hawa dingin mulai Rendra rasakan saat mobil yang ia kendarai melewati tempat pembakaran mayat. Sisa perjalanan Rendra menuju rumah Mawar hanya ia isi dengan keheningan. Pikirannya berkelana pada saat dirinya dengan Mawar masih bersama. Sepanjang perjalanan mereka habiskan dengan mengobrol kan banyak hal, dan hal itu membuat Rendra suka. Tapi kali ini berbeda, sepanjang perjalanan Rendra hanya ditemani oleh alunan musik saja. Jika biasanya Rendra mengunjungi Abian ditemani oleh supir pribadinya, setidaknya dia tak terlalu kesepian. Tapi sekarang lain lagi ceritanya. Tidak apa-apa, setelah ini akan ada Abian yang menemaninya. Iya, tidak apa-apa. Setidaknya rasa kesepiannya selama ini akan sedikit terobati oleh kehadiran anak sulungnya. Tak terasa mobil sudah memasuki Desa Palutungan, jantung Rendra semakin tak karuan. Selalu seperti ini, hati dan jantungnya selalu saja tak karuan. Jantungnya yang berdegup dengan kencang layaknya seorang pemuda yang sedang jatuh hati. Tapi hatinya tidak siap menyaksikan Mawar yang bahagia bersama dengan laki-laki yang bukan dirinya. Mobil terhenti di depan rumah bercat lilac, sesuai warna favorit Mawar. Masih sama seperti dulu, hanya saja kini catnya saja yang berubah, tatanan tanaman, kursi di teras rumah masih sama. Hal ini membuat Rendra terhanyut akan masa lalu. Pagar dibuka oleh seseorang yang tak asing bagi Rendra. Arjuna Prasaja, laki-laki yang pernah menjadi saingannya dulu untuk memperebutkan hatinya Mawar. Laki-laki itu tersenyum ke arah Rendra, membukakan pagar dan mempersilahkan mobil Rendra untuk masuk. Di halaman sana, sudah ada Mawar dan Abian yang (mungkin) sedang menunggu kedatangannya. Rendra tak ingin berharap terlalu tinggi, mungkin saja mereka di luar itu sedang bermain. Begitu turun dari mobil, Rendra langsung disambut oleh Abian yang berlari ke arahnya sambil merentangkan kedua tangan mungilnya. Rendra tersenyum, lalu berjongkok mensejajarkan tingginya dengan Abian. "Om Len!" panggil sambil memeluk Rendra dengan erat. "Halo, Sayang." Mawar dan Juna menghampiri Rendra yang sedang memeluk Abian. Pelukan antara dirinya dengan Abian dilepaskan, membawa bocah tampan itu ke dalam gendongannya dan menyalami Juna dan Mawar bergantian. "Apa kabar?" tanya Rendra sambil menjabat tangan Mawar, menahan gejolak dalam hatinya. Ingin sekali laki-laki itu memeluk Mawar dan mencium aroma tubuh wanita itu. Untungnya akal sehatnya masih berjalan dengan baik, menahan diri agar tidak membawa Mawar ke dalam dekapannya. "Aku baik, kamu?" tanya Mawar lagi. "Aku juga baik." Mawar hanya tersenyum, Juna tau dan sangat tau kalau Rendra masih mencintai Mawar sejak dulu hingga sekarang. Juna tak ingin melepaskan Mawar begitu saja, apalagi setelah tau wanitanya telah bercerai dengan Rendra, membuat Juna terus gencar mendekati Mawar. "Ayo masuk," ajak Juna pada Rendra dan hanya di angguki oleh Rendra. Duduk di sana, Mawar pergi dapur membuat minuman untuk Rendra dan Juna menemani Rendra di ruang tamu. Abian duduk dengan anteng di pangkuan Rendra, tangannya sibuk memainkan mobil-mobilan kecil yang dibeli Juna di sebuah minimarket. "Bum ... bum ... bum .... " Abian masih sibuk dengan mobil-mobilannya. Rendra menatap anaknya lekat-lekat yang makin mirip dengannya. Selain faktor Abian adalah anak pertama, dan anak pertama itu identik mirip dengan papanya. Rendra membuat sebuah praduga, kalau Mawar membenci dirinya saat sedang mengandung Abian. Wajar memang, jika mengingat kembali apa yang sudah ia lakukan pada Mawar. Lamunannya terhenti kala sebuah tangan menyentuh tangannya, tangan kecil nan lembut itu mengusap wajah Rendra. "Om Len kenapa? Kok nangis?" tanya Abian keheranan. "A - ah ... i - ini .... " Rendra tak bisa berkata-kata lagi. "Om Len kenapa? Kok nangis? Abian janji ga akan nakal, kok," gumam Abian karena anak itu berpikir kalau Rendra menangis karena dirinya nakal. "Abi janji ga akan jajan telus," imbuh bocah itu sambil menahan tangis. "Om nangis bukan karena Abi, kok." Rendra jadi panik sendiri melihat anaknya yang sebentar lagi akan menangis. "Telus Om nangis gala-gala apa?" Abian yang masih penasaran, terus menanyakan alasan Rendra menangis. "Om, kangen sama kakek," dalih Rendra, karena tidak mungkin juga dia mengatakan yang sebenarnya. "Celius?" tanya Abian memastikan. "Iya, Om serius, kok." Rendra membelai kepala Abian lembut. "Nanti kalo di Jakarta, Abi boleh beli apa aja, boleh makan apa aja. Pasti om bakalan turutin semua kemauan Abi," imbuh Rendra. "Makacih, ya, Om. Abi cayang Om" Abian mencium pipi Rendra. "Iya, om juga sayang banget sama Abian." Juna dan Mawar kembali dari belakang. Saat sedang menemani Rendra dan Abian, perutnya tiba-tiba saja sakit. Mungkin efek makan tahu hott buatan istrinya semalam, dan hal ini membuat perutnya sakit. "Ayo, diminum, Ren," ucap Mawar sambil menyodorkan segelas kopi, sepiring singkong rebus, kacang rebus, ubi rebus, dan sepiring goreng pisang. Rendra mengangguk, meneguk kopi dan memakan pisang goreng buatan Mawar. Makanan yang tak pernah ditemui oleh Rendra saat tinggal di London, membuat laki-laki itu makan dengan lahap. Mereka mengobrol sambil menikmati berbagai suguhkan yang ada di hadapan mereka. Sampai tak terasa waktu makan siang tiba, dan semuanya pergi menuju ruang makan. Di sana, Rendra mengambilkan nasi untuk anaknya, mengambilkan lauk yang diinginkan oleh Abian, lalu menyuapinya. Mawar dan Juna hanya tersenyum melihat pemandangan itu, hati Mawar sedikit menghangat. Selesai makan, Mawar kembali memeriksa barang-barang yang akan dibawa oleh Abian. Mulai dari baju, obat, minyak telon, beberapa cemilan yang disukai oleh anaknya. Sedikit berat Mawar membiarkan Abian ikut ke Jakarta dengan Rendra, tapi mau bagaimana lagi karena kondisi Herman yang cukup memprihatinkan. "Di sana, jangan nakal, ya. Harus nurut sama Papa Rendra, ga boleh rewel kalo makan, ya?" ucap Mawar sambil menggenggam tangan anaknya. "Iya, Ma." Abian masuk ke dalam mobil, duduk di samping Rendra. Mata Mawar melihat ada bantal, selimut, dan juga kasur. Hati Mawar sedikit tenang, dia tak perlu khawatir karena Rendra sudah pasti akan menjaga Abian dengan baik. "Aku pamit dulu, Jun, Mawar." "Iya, hati-hati. Titip Abian, ya?" ucap Juna sambil menepuk lengan Rendra. "Oke." "Hati-hati, jangan ngebut-ngebut. Kalo mau bobo, Abian harus dinyanyiin dulu, sambil ditepuk-tepuk pantatnya." "Aku pulang dulu," pamit Rendra sekali lagi. Masuk ke dalam mobil lalu menghidupkan mesinnya. Dari kaca jendela, Abian melambaikan tangannya pada Mawar dan Juna yang masih berdiri di luar. "Dah Mama, dah Papa," ucap Abian sambil tersenyum.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD