ANNIVERSARY

1346 Words
Malam ini Alsa tidak dapat tidur nyenyak. Bayangan suara Aura terus menghantui pikirannya. Keringat dingin juga sudah membasahi bajunya lagi. Kalau dihitung-hitung Alsa sudah mengganti baju sebanyak empat kali sejak ia memutuskan untuk tidur pada pukul sembilan tadi. Ia tidak berani melihat jam dinding. Ia hanya mendengarkan suara detik dari jarum jam yang terus berbunyi. Matanya sudah terpejam. Tapi pikirannya terus bernostalgia saat dirinya dan Aura masih bersama. Hal ini selalu terjadi kalau Alsa memimpikan kebakaran yang pernah ia alami. Kriiing Kriiing Suara alarm memecah keheningan kamar, dengan malas Alsa matikan alarm dan kembali ke posisi tidur tadi. Mata dan badannya terasa berat hingga ia tidak mampu untuk bangun dan akhirnya ia tertidur. *** Sinar matahari yang menembus kamar sangat membuat Alsa gerah. Ia pun tidak tahan lagi. Akhirnya ia memutuskan untuk membuka mata dan merenggangkan tubuh. Alsa berjalan ke dapur mencari makanan untuk membungkam suara-suara dari perutnya yang membuat tidak nyaman. Setelah mengecek kulkas, ternyata kemarin Kris membelikan banyak makanan. Jadi sekarang Alsa tidak perlu repot-repot memasak atau mencari makan di luar rumah. Saat sedang menikmati makanan, ponsel Alsa berbunyi. Ia pun buru-buru mengambil ponselnya. Layar ponselnya menunjukkan kalau ternyata Kris yang menelpon. "Halo, selamat pagi Kris," ucap Alsa riang. Kris terdiam beberapa saat sebelum mulai berbicara. "Halo putri tidur, gimana keadaanmu? Udah lebih sehat?" "Ya Kris, aku udah sehat. Ini udah nggak demam," jawab Alsa sambil memegang kening untuk memastikan suhu tubuhnya. "Syukurlah kalau gitu. Alsa, nanti jam enam aku jemput kamu di rumah. Lebih baik sekarang kamu mulai siap-siap. Dandan yang cantik ya." "Iya Kris. Kenapa aku harus siap-siap sekarang? Ini kan masih pagi ... astaga! Krisna, kenapa kamu nggak bilang kalau sekarang udah jam tiga sore?" Kris tertawa dari sambungan telepon. "Lebih baik kamu segera bersiap-siap." “Tapi kan-.” Ucapan Alsa terhenti karena Kris sudah mematikan teleponnya. Alsa mendengus kesal karena dirinya tidak menyadari kalau sekarang sudah pukul tiga sore. Ini semua karena pengaruh obat yang ia minum semalam. Mengingat waktu yang ia punya tidak banyak, dengan langkah gontai ia berjalan menuju ke kamar mandi untuk bersiap-siap. *** Tiin Tiin Suara klakson mobil Kris membuat Alsa kaget, padahal ia baru berkonsentrasi penuh untuk memakai maskara. Sekarang sia-sia sudah usahanya. Warna hitam dari maskara sudah membuat riasan matanya berantakan dan sekarang ia harus membuat ulang riasan matanya. “Dasar Kris! Aku jadi harus ngulangin pakai make up mata,” protes Alsa. Tiin Tiin "Masuk aja Kris," jawab Alsa dari jendela kamar. Tidak butuh waktu lama, sekarang Kris sudah berada di depan pintu kamar Alsa sambil menyilangkan kedua tangannya di d**a. "Oh my god! Kenapa matamu hitam-hitam gitu? Tadi kan udah aku suruh untuk dandan cantik." Alsa menunjukkan wajah masamnya. Ia kesal karena dengan tanpa rasa bersalah, Kris berkata seperti itu saat dia lah yang menjadi penyebabnya. "Tunggu aja di ruang tamu, bentar lagi aku selesai." Kris menuruti perkataan Alsa dan pergi meninggalkan kamar. Setelah dua puluh menit berkutat dengan riasan dan pakaian, Alsa keluar dari kamar dan siap untuk pergi. Kris yang tadinya membaca majalah menoleh lalu terdiam melihat ke arah Alsa. "Kenapa? Make up aku terlalu tebal ya? Atau masih ada hitam-hitamnya?" Sambil memperhatikan penampilannya dari pantulan cermin yang berada di ruang tamu. Kris berjalan mendekat ke hadapan Alsa kemudian menyingkirkan rambut yang menutupi wajahnya. "Kamu cantik," ucap Kris sambil tersenyum. Wajah Alsa berubah menjadi merah dan terasa panas, ia pun langsung tertunduk malu. Hal ini selalu terjadi saat Kris memujinya. "Yuk berangkat," ajak Alsa. *** Mereka berdua makan di restoran favorit Kris. Saat sedang di restoran, tidak ada sesuatu yang spesial selain makanannya yang enak tentunya. Mereka berdua memesan steak, karena ini adalah makanan favorit Kris. Setelah selesai makan Alsa mulai membuka suara untuk memecah keheningan yang tercipta sejak steak itu dihidangkan. "Kris, kamu ingat kan kalau hari ini ada sesuatu yang harus kita rayakan?" "Memangnya siapa yang ulang tahun?" Alsa memutar bola matanya saat mendengar jawaban dari Kris. Sepertinya dia memang tidak ingat kalau hari ini adalah hari anniversary mereka yang ke sembilan. "Biar aku ingatkan." Alsa membuka tas dan mengambil sebuah kotak yang cukup besar, kemudian ia berikan pada Kris. "Happy ninth anniversary my beloved Krisna Rhys Martin, aku tahu ini sama sekali nggak romantis tapi aku harap kamu suka." Kris tersenyum senang melihat kotak yang diberikan oleh Alsa. Apalagi kotak itu berhiaskan logo ternama dari perusahaan jam tangan. Kris buru-buru membukanya. "Alsa, terima kasih! Gimana caranya kamu tahu kalau aku mengincar jam Rolex yang ini? Ini sangat ... aku bingung menjelaskannya. Terima kasih Alsa!" Kris menjawab dengan penuh semangat dan matanya tidak lepas dari jam tangan itu. Dia tersenyum seperti anak kecil yang baru saja dibelikan mainan baru. Kris merupakan seorang kolektor jam tangan. Mulai dari yang bisa dibeli di toko lokal sampai yang perlu pre-order berminggu-minggu, Kris memilikinya. "Sama-sama Kris. Sekarang dipakai ya!" Alsa memakaikan jam itu ke tangan Kris. "Aku tahu jam ini akan sangat cocok di tanganku. Apalagi ini hadiah dari kamu. Jadi setiap aku lihat jam bisa inget terus sama kamu. Hehe … terima kasih Alsa, aku sangat menyukainya." "Bisa aja kamu. Oh iya, setelah makan kita mau ke mana?" "Hmm ... kita akan ke suatu tempat, aku yakin kamu pasti suka." Setelah membayar makanan dan melalui perjalanan yang cukup lama, mereka sampai di sebuah taman yang terletak di pinggiran kota. Alsa belum pernah mengunjungi taman itu. Kris memegang bahu Alsa. "Sudah sampai. Yuk turun." Kris turun dari mobil lalu membukakan pintu untuk Alsa. "Ini di mana Kris? Kok tempatnya serem gini? Banyak pohon, gelap dan ... dingin," ucap Alsa sambil memeluk dirinya sendiri. "Udah kamu ikut aja, tapi sebelum itu matamu harus ditutup." Kris mengeluarkan kain untuk menutup mata Alsa, lalu memakaikannya. "Nah, yuk jalan. Hati-hati ya." Kris memandu Alsa berjalan sambil memegang bahunya. Kemudian mereka mulai berjalan ke area taman dalam. "Oke, kamu nggak akan membuangku ke jurang kan?" tanya Alsa. "Tunggu aja." "Kris aku belum mau mati," ucap Alsa sambil berusaha melepaskan tangan Kris dari bahunya. "Hahaha, kamu tidak akan mati Sayang ... nah kita sudah sampai. Udah boleh kamu lepas penutupnya." Alsa melepas penutup matanya dan mengerjapkan mata beberapa kali untuk menyesuaikan dengan cahaya yang ada. Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya, pemandangan yang berada di depan Alsa membuatnya takjub. Ada banyak lampu natal yang menghiasi pohon dan berbagai dekorasi lampu lainnya. Di pohon yang cukup besar itu juga digantung foto Alsa dengan Kris. Tidak hanya satu, tapi ada banyak foto. Alsa berjalan mendekati sebuah foto yang digantung tidak jauh darinya. Foto itu menyimpan memori dari seorang perempuan dan seorang laki-laki. Mereka berdiri saling berhadapan dan saling bertukar pandangan. Perempuan itu membawa setangkai mawar merah. Ya, dua orang itu adalah Alsa dan Kris sembilan tahun yang lalu. Saat Alsa tengah asik memperhatikan foto, terdengar suara gitar dari balik pohon. Mendengar suara itu, Alsa tergerak untuk mendekati sumber suara. Ia melihat Kris sedang memetik gitar sambil melihat ke arahnya dan mulai menyanyikan lagu Just The Way You Are milik Bruno Mars. “... Just the way you are.” Alsa tidak dapat berkata-kata lagi setelah mendengar suara Kris menyanyi. Karena seorang Krisna yang dikenal olehnya tidak bisa bermain gitar dan juga tidak bisa menyanyi dengan benar. Tapi sekarang dia menyanyi sambil memainkan gitar di depannya dengan sempurna. Dia berhasil membuat Alsa tersipu malu dengan lagu yang ia bawakan. Dalam keheningan, Krisna menaruh gitarnya dan mengambil buket bunga yang ada di sampingnya kemudian berjalan mendekat. "Tepat sembilan tahun lalu kita resmi menjadi sepasang kekasih dan aku hanya bisa memberimu setangkai mawar merah. Tapi sekarang aku bisa memberimu lima puluh kali lipat ... dan tidak hanya itu." Alsa mengambil mawar yang diberikan Kris. Kemudian Kris berlutut di hadapan Alsa dan mengeluarkan sebuah kotak kecil dari sakunya lalu membuka kotak itu. "Ceralsa Alethea Romanova, will you marry me?" Alsa menutup mulutnya, ia tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Kris melamarnya. Alsa terdiam cukup lama sebelum memutuskan jawabannya. "Yes," jawab Alsa. “Yeaayy!” “Selamat!” Teriakan beberapa orang di sekitar mereka. Alsa terkejut karena sama sekali tidak menyadari kalau ternyata sedari tadi banyak orang yang ada di sini dan orang-orang itu adalah keluarga mereka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD