Keras Kepala, Cerewet, Huin Lizazhing!

2217 Words
“Lagian jadi orang ‘kok aneh banget!” ujar gadis itu seraya berkacak pinggang, “memangnya kamu pikir ada tujuan lain manusia datang ke tempat seperti ini, selain liburan, Ha!!” “Tentu saja, ada banyak tujuan manusia datang kemari! Salah satunya, melunturkan alam yang sudah kami rawat!” Pemuda itu juga tampak tidak suka dengan kedatangan sang gadis dan teman-temannya ke hutan ini. “ETHH! Kamu―kan juga manusia, berarti kamu juga termasuk salah satu orang yang sudah melunturkan alam. Haha, dasar aneh!” Gadis itu terdengar sedikit congkak. Ia tertawa lepas. Bahkan, ia berani menatap sini pada pemuda yang ada di depannya. Pemuda itu tidak menjawab. Dia menatap lurus ke depan. Tepat pada puncak air terjun. Gadis itu, mengikuti arah pandangan pemuda tersebut, cukup lama ia mendongak. Namun, tidak mendapatkan apa-apa. Hingga, membuatnya terlihat semakin penasaran. Hingga pada akhirnya, kembali menatap pria yang ada di hadapannya. “Anda, sedang melihat apa di atas sana?” tanyanya penasaran. Seraya ia terus berusaha mencari apa yang dilihat oleh, pemuda itu yang masih tetap diam. Tidak lama setelah itu, ia menoleh ke arah gadis itu sebentar. Namun ia masih bungkam. “Eh! Anda ini, ditanya malah diam saja!” sentak gadis itu. “Ikut saya, sekarang juga!” ujar Pemuda tersebut, dengan secepat kilat menyambar tangan gadis. Ia langsung menariknya ke dalam dekapan kokohnya. Setelah itu, keduanya seolah mengambang di atas Awang. Sang gadis berusaha berontak. Namun sayangnya, sama sekali tidak berhasil karena tenaga Pemuda tersebut jauh puluhan kali lipat lebih kuat darinya dan tubuh mungil, serta ramping. “He!! Kamu mau bawa aku ke mana!” bentak Lisa, “jangan macam-macam kamu, ya, nanti kalau teman-teman aku tahu, habis, kamu akan dihajar mereka!!” Gadis itu, masih berusaha untuk berontak dan berteriak! Ia juga berusaha memberikan ancaman. Namun sepertinya, hal itu akan sia-sia saja karena itu sama sekali tidak mengganggu sang pemuda. Pada akhirnya, ia menghabiskan energi. Kini ia terlihat sudah pasrah akan dibawa ke mana, oleh pemuda yang baru saja ditemuinya. Perlahan ia pun kehilangan kesadarannya. Pemuda tadi, membawanya dengan cara berpindah tempat secara cepat. Ketika sang gadis tersadar dari pingsannya. Betapa terkejutnya dia. Saat ini ia sudah berada di sebuah ruangan yang sama sekali belum pernah ia kunjungi. “Di mana, ini?” gumam gadis itu, seraya memegangi kepalanya. Di tempat lain, pemuda tadi tampak tengah duduk di singgasana. Ia menatap lekat sekuntum bunga mawar putih yang terlihat indah. Tiba-tiba, seorang wanita dengan pakaian khas menghampirinya. “Sembah abdi saya, Tuan Drago,” ujarnya seranya memberikan penghormatan. “Ada apa, Alena?” sahutnya singkat. “Nona, sudah siuman dari pingsannya.” “Benarkah? Dasar manusia lemah. Begitu saja, sudah pingsan.” Gadis yang dipanggil, Alena tadi menundukkan kepalanya. Sepertinya, ia tahu bahwa dirinya tentu tak memiliki hak untuk menjawab. Pemuda tadi yang ternyata bernama Drago menatap Alena. “Harusnya, kamu tahu, bukan, apa yang harus kamu kerjakan!” sentak Drago dengan nada yang tegas. “Baiklah, Tuan. Saya akan mengurus semuanya,” sahut Alena lembut, “kalau begitu saya akan menemui Beliau terlebih dulu.” “Aku tidak mau menunggu lama untuk itu, Alena!” “Baik, Tuan.” Dekorasi pada ruangan yang dihuni gadis tadi, tampak megah. Semua itu dikarenakan, ornamen ruangan tersebut hampir semuanya dilapisi emas murni. Dia memperhatikan sekeliling ruangan dengan wajah yang diselimuti kebingungan. Kamar itu benar-benar megah, dan udaranya pun terasa segar dan sejuk. Aroma khas hutan rimba. Menyeruak di ruangan itu, membuat siapa pun akan betah berada di sana. Dengan rasa penasaran yang besar. Gadis itu tampak berjalan menyusuri ruangan. Ia memperhatikan detailnya. Hingga, ia tiba pada sebuah jendela kaca yang sangat besar. Dengan terdapat tempat duduk, untuk menikmati pemandangan di luar. Ia tampak kagum pada window seat yang menambah kesan mewah pada kamar tidur yang ia tempati. Perlahan ia naik ke window seat dan dari sana ia dapat melihat hamparan putih membentang luas. “Wow! Ini di mana, sebenarnya?” lontarnya dengan rasa kagum yang membara. “Ini kayak kapas. Apa mungkin aku di atas awan?” “Ha! Masa iya?” Tumbuhan berwarna-warni. Ada juga, beberapa hewan yang belum pernah ia temui sebelumnya berkeliaran. Ia bagaikan tengah berada pada sebuah bangunan yang terletak di atas negeri awan. Tanah, tidak ada tanah sama sekali di sini. Semuanya hanya terlihat seperti lukisan. Seakan lebih tampak sepeti negeri dongeng. Di mana, apa pun yang ada di sana terlihat tidak masuk akal manusia. “Kriiit!” Tiba-tiba saja, terdengar suara pintu dibuka! Dan masuklah seorang wanita dari balik pintu. Sang gadis tampak waswas. Ternyata itu adalah, Elena orang yang tadi bicara dengan Drago. Kini Elena mendekati gadis itu dengan tersenyum ramah. “Siapa kamu? Kenapa saya ada di sini!” tanya gadis itu dengan penekanan nada. “Selamat datang di istana kembali, Nona Huin Lisazhing,” sahut Elena dengan penghormatan. “Dari mana kamu tahu namaku!” “Tenang, Nona. Saya Elena. Pengawal, sekaligus dayang pribadi, Anda.” “What! Pengawal, Dayang? Apa kamu sedang bercanda!” Di tengah ketegangan yang diciptakan Lisa. Drago datang. Ia berjalan mendekati Lisa dengan raut wajah yang datar. Setelah cukup dekat dengan, Lisa, ia malah menoleh pada Elena. “Bukankah sudah kukatakan, aku tidak ingin menunggu lama!” ujarnya dengan dingin. “Ampun, Tuan. Tapi, Nona masih membutuhkan waktu,” sahut Elena mencoba memberikan penjelasan. “ELU SIAPA SIH!! GUA DI MANA SEKARANG!!” pekikan Lisa, membuat Pemuda itu sedikit bergeming karena teriakannya. “WOI!! Cowok saiko lu, ya, main culik anak orang sesuka jidat lu aja!!” Lisa terus mengoceh, “bilang enggak ini, ada di mana! Gua mau pulang, Begooo!!!!” Lisa sudah berteriak dengan nada yang tinggi dan lantang. Tapi sepertinya, Drago menanggapinya dengan biasa saja. Seakan ia tidak mendengar apa-apa. Jarak keduanya, sudah semakin dekat dan hal itu membuat Lisa terlihat mulai panik. “Mau, ap-p-p-pa, lu!” Lisa berusaha memundurkan tubuhnya yang sudah semakin terdesak. Akan tetapi, Drago menatap tajam ke arah Lisa yang sudah tepat di bawah tubuhnya. Dia meletakkan tangannya pada bagian atas window seat. “Apa semua wanita memang suka berteriak Atau ini hanya salah satu kelakuan buruk dari manusia saja,” ungkap Drago dengan mantap. Tatapannya masih tertuju pada kedua manik mata Lisa. Nada suaranya yang berat, terdengar cukup membuat bergeming. Namun, seolah ada magnet yang menarik dari suaranya. Sehingga membuat ketagihan untuk didengar. “Apa maksud, lu ngomong begitu. Ha!” Lisa tampaknya kurang menyukai ucapan dari Drago. Drago tidak menjawab ucapan Lisa. Dia malah memperhatikan secara teliti wajah Lisa. Kemudian ia tersenyum. Dan di saat itu juga, Lisa terperangah. Meski hanya sekejap. “Apa, 'sih!!” bentak Lisa sepertinya dia merasa risi dengan perlakuan Drago. “Menarik juga,” gumam Drago dengan senyum simpul tersirat. “Apanya, yang menarik! Dasar cowok aneh!” “Apa kamu tidak pernah menggunakannya?” “Gelo, ya! Gunakan apa! Ih!” “Ini menarik sekali. Aku semakin penasaran.” Melihat Drago yang semakin tidak dapat ia mengerti. Lisa tampaknya, sudah tidak bisa menahan rasa kesalnya. Bahkan, ia kini memalingkan wajahnya. Tok! Tok! Krit! “Permisi, Tuan. Apakah, Anda memanggil saya?” ujar seorang wanita dengan nada yang sopan. Ia membungkukkan tubuhnya sebagai tanda hormat. “Bersihkan makhluk ini!” ujar Drago sambil menunjuk Lisa yang masih duduk di hadapannya. Mendengar perkataan Drago, Lisa langsung memalingkan wajahnya dan memandang penuh kemarahan. Seakan, dia merasa terhina dengan apa yang dikatakan oleh orang yang telah membawanya ke tempat ini. “Apa lu bilang? MAKHLUK! ‘LAH, LU KATA LU BUKAN MAKHLUK!!” Lisa tampak tidak terima dengan kosa kata yang digunakan pemuda tersebut, akan tetapi, orang yang diajak berbicara tidak merespons sama sekali. Dia hanya memandangi tubuh Lisa dengan saksama. “Untuk apa lu liat tubuh gua!” amarah Lisa kembali memuncak, “Woi!!! Psychopath! Saiko! Balikkan gua ke tempat teman-teman gua sekarang juga!” Berulang kali Lisa meneriaki Drago. Sayangnya, lagi dan lagi, ia bagaikan berbicara dengan batu. Lisa sama sekali tidak mendapatkan jawaban sepatah kata pun darinya. Lisa tampak semakin tidak terima dengan perlakuan Drago, dia turun dari window seat dan berdiri tepat di hadapan Drago dengan berkacak pinggang. Pemuda itu hanya menatapnya datar. Dia memberikan kode kepada wanita yang baru saja datang. Wanita itu maju ke hadapan Lisa. Diikuti dengan beberapa wanita yang lain dengan pakaian serupa. “Cepat bersihkan dia! Aku ingin membawanya ke Lagoi,” perintah Drago. “Baik, Tuan,” dengan disertai anggukkan kepala wanita itu langsung berusaha membawa Lisa menjauhinya. Setelah itu, dengan santai Drago berjalan meninggalkan, Lisa bersama dengan beberapa pelayan. Drago tampak sangat gembira. Ia kembali mengeluarkan kuntum mawar yang ia letakkan dalam saku jubahnya. Ia berjalan menuju taman. Sesampainya di sana. Ia menatap kosong pada hamparan putih di depannya. Ketika ia tengah terpejam, seolah mengingat sesuatu. Seketika ia kembali membuka mata dan langsung terlihat awas. Bruk! Brak! Secara mengejutkan, ada sebuah suara dari arah selatan. Drago menoleh. Pupil matanya seketika melebar. Seolah ia tidak menyukai sumber suara itu, secara spontan ia kembali menyembunyikan kuntum mawar miliknya. “Apa tujuanmu datang kemari!” tegas Drago dengan tatapan penuh amarah. “Haha, tidak perlu panik begitu ‘loh Kak. Aku kemari hanya ingin mengunjungi saudaraku,” sahut seorang pria lain dari arah Utara. “Tidak perlu basa-basi, apa yang kamu inginkan kali ini!” “Kakakku ini sangat tidak sabar. Baiklah, kalau begitu saya ingin menawarkan padamu sebuah kesempatan menarik.” “Saya tidak butuh kesepakatan apa pun darimu! Sekarang, silakan kamu pergi dari sini.” “Sombong sekali kau ini, Drago! Hia!” Secara tiba-tiba, pria itu menyerang Drago. Namun, Drago bisa mengatasinya dengan mudah. Drago tidak membalasnya sedikit pun, akan tetapi dia hanya menghindar. Brak! Bruk! Brak! Wish! Tap! Tap! Tap! “Ayolah, Drago, keluarkan kemampuan aslimu! Kali ini aku sudah mampu mengimbangi!” Drago hanya diam dan menghindari serangan dari pemuda itu, dia tampak mengatur jarak keduanya agar ia tidak terdesak. Sedangkan, di tempat lain. Para pelayan membawa Lisa yang masih hanyut dalam kebingungannya. “Mari, Nona. Silakan ikuti kami,” ujar Wanita yang tadi berbicara dengan Pemuda yang membuat Lisa kebingungan. “Tunggu, kalian ini siapa? Memangnya saya mau dibawa ke mana?” tanya Lisa dengan nada yang lembut pula. “Maaf, Nona. Kami semua hanya pelayan dari, Tuan Drago.” Wanita yang tampaknya seperti pimpinan dari semuanya menjawab. “Kalian bukan orang jahat, kan?” “Tidak, Nona. Tugas kami di sini untuk memberikan yang terbaik untuk, Nona.” “Benarkah? Soalnya, jaman sekarang banyak banget orang jahat yang berlagak baik.” Tampaknya Lisa masih sedikit memiliki rasa curiga. Bagaimana tidak, ini pertama kali dalam hidupnya menemui peristiwa seperti ini. Selama ini ia hidup damai bersama keluarganya. “Tidak akan ada yang berani menyakiti, Nona, di sini,” ujar wanita itu kembali. “Silakan, Nona. Mari ikut dengan kami karena biasanya, Tuan, tidak suka menunggu terlalu lama.” Lisa dibimbing menuju ke dalam sebuah ruangan. Pada sisi kiri kamar tidur yang ditempati Lisa sebelumnya, setelah pintu dibuka. Lisa kembali dibuat kagum dengan  menawannya ornamen kamar mandi yang dilapisi marmer. Dengan berbagai hiasan yang terbuat dari emas murni. Lisa melangkahkan kakinya memasuki kamar mandi megah tersebut, dengan mata yang tidak berkedip. Ia menikmati keindahan yang tersaji. “Jangan sampai melunturkan mantra yang melapisi tubuh, Nona. Jika itu sampai terjadi, maka, kita semua akan mendapatkan imbas dari kemarahan, Tuan Drago.” Pelayan yang tampak seperti pimpinan, menyampaikan peringatan pada pelayan yang akan membantu Lisa membersihkan tubuh. “Kalian membahas apa, ‘sih? Mantra, memangnya di tubuh saya ada mantra apa?” tanya Lisa dengan wajah yang penasaran. “Maafkan, kelancangan saya, Nona. Tidak terdapat apa-apa pada tubuh, Anda,” ungkapnya dengan wajah yang sedikit tegang. Lisa hanya memandangi wanita itu dengan kerut di bagian dahinya. Tampaknya, Lisa dapat membaca ada yang tidak beres. Maka dari itu, dia mencoba menyelidiki semua. “Silakan, Nona. Mohon, masuk ke dalam bak air ini, mereka akan membantu Anda,” ujarnya dengan wajah tertunduk. “Apa! jadi aku mandi di depan kalian semua!” pekik Lisa tampak tidak percaya. Semua pelayan saling melemparkan pandangan satu sama lain. Mereka semua tampak heran dengan sikap Lisa yang seakan enggan dibantu oleh mereka semua. Dan tentu saja, hal itu aneh. Karena setiap hari tugas mereka memang seperti itu. “Ada apa, Nona? Apa ada yang membuat Anda ketakutan?” tanya kepala dari pelayan itu. “Ha! Apa tidak salah, saya akan mandi di hadapan kalian semua?” Lisa mengulangi kembali kata-kata yang sebelumnya sudah diucapkannya. “Tidak apa-apa, Nona. Kami akan membantu Anda agar tampil semakin cantik di hadapan, Tuan,” ujar kepala pelayan dengan tersenyum pada Lisa. “Mari, silakan duduk di sini, Nona. Kita akan memulai dengan membersihkan semua kuku tangan, dan kaki, akan dilanjutkan pada bagian tubuh yang akan dipijat, selanjutnya Anda akan berendam pada cairan s**u yang dicampur dengan serbuk mutiara dan juga sari pati dari kembang kehidupan.” Setelah mendengarkan penjelasan tersebut, Lisa langsung didudukkan pada sebuah sofa yang terasa sangat nyaman. Tampak wajahnya masih diselimuti kebingungan dan keheranan, Lisa menuruti semua perintah para pelayan yang mulai merendam kedua kakinya menggunakan air hangat yang dicampurkan serbuk berwarna putih. Tanpa terasa hampir 3 jam semua proses yang dijalani oleh, Lisa. Akhirnya, semua itu usai. Kemudian, Lisa dipersilakan melihat dirinya pada cermin. Seketika, Lisa, seakan terkesima dengan penampilannya yang 180⁰ berubah menjelma bak seorang Putri Kerajaan. Ia terlihat sangat anggun. Mengenakan sebuah gaun. Dengan bagian terbuka pada area punggung.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD