Part 1. Suami Protektif

1072 Words
Siang ini terasa begitu panas. Ice cream menari-nari ria di atas kepalaku. Namun, aku harus menelan kenyataan pahit. Suamiku tak akan mengizinkan aku mengkonsumsi ice cream untuk saat ini karena baru saja sembuh dari influenza. Suamiku, Kak Theo, melototi layar laptopnya tanpa berkedip. Jari-jarinya bergerak lincah di atas keyboard komputer. Keberadaanku sama sekali tidak menganggunya. Padahal aku berada di atas pangkuannya dan menyandarkan kepala manja ke bahunya sembari menatap wajah tampannya dari bawah. Sisi lainku ingin membelai perut sixpacknya yang sangat ku sukai tapi urung niat kala mengingat betapa mudahnya Kak Theo tergoda oleh sentuhanku. Jangankan menyentuh perut sixpacknya, menyentuh d**a bidangnya dengan jemari kecilku saja sudah membuatnya tergoda. Jika tidak mau di serang, ya, harus menjaga sikap. Tapi yang membuatku kagum, Kak Theo hanya tergoda oleh sentuhanku. Pernah dulu sekali aku melihat Kak Theo digoda oleh rekan bisnisnya. Bukannya tergoda, Kak Theo malah mendorong wanita yang menggodanya hingga terjatuh menyedihkan ke lantai yang dingin. Oke, lupakan tentang wanita yang suka menggoda suamiku. Jika mengingatnya, aku menjadi sebal sendiri. Ingin ku acak-acak wajah bibit pelakor seperti mereka. Kembali, ku perhatikan wajah tampannya dari bawah tanpa merasa bosan. Rahangnya yang tegas, hidung mancung, bibir tipis berwarna merah, dan bulu mata yang sedikit lentik. Wajahnya memang selalu berhasil membuatku berdecak kagum dalam diam. Tidak ku tunjukkan secara terang-terangan padanya agar dia tidak menjadi songong. Kadang, Kak Theo memang ngeselin banget orangnya. Tanpa di duga perutku tiba-tiba saja berbunyi, ketikan Kak Theo terhenti. Aku segera memeluknya untuk menyembunyikan rasa maluku. "Queen laper." rengekku teredam d**a bidangnya. Elusannya di punggungku terasa. Dia terkekeh geli dan menciumi puncak kepalaku dengan gemas. "Istriku ternyata kelaparan ya. Maafin aku ya, bee? Aku terlalu sibuk dengan kerjaanku." Aku mengangguk pelan di dadanya sembari menikmati elusan lembutnya. "Kamu mau makan apa, bee? Biar ku pesanin." Menjauhkan wajahku dari d**a bidangnya, menatapnya dengan tatapan berbinar. "Queen mau makanan yang pedas-pedas." Kak Theo sontak menggeleng tegas. "Selain itu." Bibirku cemberut kala keinginanku ditolaknya mentah-mentah. "Yah, Kak Theo mah gitu ke Queen." "Aku hanya gak mau kamu sakit perut, bee." "Ihh!! Queen mau yang pedas-pedas pokoknya." Tok tok tok. Ketukan pintu di luar membuatku merenggut kesal. Menganggu saja. Pasti itu si centil. "Masukk!!" perintah Kak Theo dingin. Lihat, dia begitu dingin ke orang lain. Hanya kepadaku dia hangat. Aku sangat merasa bahagia dengan hal itu karena dengan sifat dinginnya itu aku menjadi tahu kalau aku begitu berharga baginya. "Tunggu bentar ya, bee. Nanti kita lanjutkan." Lanjutkan apa? Perdebatan gitu?? "Maaf menganggu, pak." Suara yang sengaja dimanis-maniskan itu membuatku mendadak mual. "Ada apa?" Padat, singkat, dan jelas. Punya suami dingin dan cuek ke orang lain itu untung banget deh pokoknya. "Ada berkas yang harus bapak tanda tangani." jawabnya dengan nada menggoda. Ah ya, nama sekretaris Kak Theo ini Jessy Madelyn. Wanita ini, menyukai suamiku, terlihat dari tatapan dan tingkahnya. Jessy juga sering menatapku dengan tatapan tidak suka tiap kali tatapan kami bertemu. Wanita berusia 25 tahun di depanku ini memiliki tubuh yang sexy. Lebih sexy dari tubuhku. Miris rasanya kalau membandingkan tubuhku dengan tubuhnya. Tapi tak apa lah, cinta sejati itu bukan melihat dari bentuk tubuh tapi ketulusan hati. Aku hanya bisa berharap Kak Theo gak kepincut sekretaris sexynya. Hah! Jangan sampai lah. Aku gak mau ya kalau sampai diselingkuhin. Rasa kesal itu semakin menjadi kala Jessy menunduk hingga menampilkan asetnya, dia melirikku sinis. "Kau boleh pergi." ujar Kak Theo dengan nada pengusiran. Jessy tersenyum manis. Namun, di mataku malah terlihat memuakkan. Entah lah ya kalau di mata Kak Theo. "Ah ya, pak. Orangtua saya mengajak bapak makan malam. Apakah bapak menerima ajakan mereka??" "Saya tidak bisa." "Padahal mereka sangat berharap bisa makan malam bapak. Sekalian membahas bisnis katanya." "Jadwal saya padat." "Bukan kah bapak tidak ada jadwal malam ini??" "Jadwal bersama istri maksudnya. Saya ingin membuatnya segera hamil anak saya. Sudah, pergi sana." Ya ampun Kak Theo, mulutnya.. Aku kan jadi malu. Dasar Kak Theo m***m. Jessy pergi dengan wajah masam. "Kalau bukan karena kinerjanya yang bagus, sudah ku tendang dia dari perusahaan, bee." celetuk Kak Theo sembari menelusupkan wajahnya ke leherku. "Bagaimana kalau Queen saja yang menjadi sekretaris kakak?" Kak Theo seketika menatapku. "Gak! Kamu gak boleh kerja! Kepala keluarganya aku, jadi, aku lah yang harus bekerja." "Tapi kan Queen bosan gak ada kerjaan." renggutku. Kak Theo tersenyum tenang. Menangkup kedua belah pipiku. Menatapku dalam. "Dengerin aku, bee. Aku gak mengijinkan kamu kerja karena gak mau kamu kelelahan. Kerjaan kamu cukup membuatkan makanan untukku, menyambutku ketika aku pulang kerja, dan melakukan hal-hal ringan lainnya." Percuma saja rasanya aku bersekolah di Oxford University tapi cuma berakhir sebagai pengangguran. "Lagipula kalau kamu bosan, kamu bisa 'kan main ke kantor, nonton drakor, memasak, atau pun melakukan hal lainnya." Aku mengembungkan pipi kesal. "Gemesnyaa." Kak Theo malah menciumi pipiku berulang kali hingga membuatku terkikik geli. "Udah ih, kak. Geli tau." "Makanya jangan terlalu menggemaskan. Aku jadi pengen makan kamu, bee." Setelah berkata demikian, Kak Theo malah mengigit pipiku dan menghisapnya seolah permen lolipop. Aku menutup bibirnya kesal. "Kak, Queen laperr. Jangan cium-cium pipi Queen lagi." Kak Theo menjilat telapak tanganku, hingga aku refleks menjauhkan tanganku dari bibirnya. Kak Theo tertawa dan mendekapku erat. "Kamu mau pesan apa hm??" "Roast Meat aja, kak." Roast Meat atau daging sapi panggang. "Ada lagi, bee?" "Hm, Eton Mess." Eton Mess, salah satu makanan manis yang terkenal di Inggris selain muffin. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuatnya halal karena hanya terbuat dari buah-buahan semacam stroberi atau blueberry, merangue (kue busa), dan di tambah krim. Aku suka. "Ice cream coklat." Aku mengedip-ngedipkan mata imut agar Kak Theo luluh dan berakhir membelikanku ice cream. Namun sayangnya Kak Theo menggeleng tegas. "Kak, cuma dikitt." bujukku. "Gak, bee. Kamu baru aja sembuh. Emang kamu mau sakit lagi hm??" Tentu saja tidak. "Queen gak akan sakit lagi, kak. Boleh, ya, ya, ya??" bujukku lagi seraya menangkup wajah tampannya. Kak Theo lagi-lagi menghela nafas. "Ini untuk kebaikan kamu juga, bee. Pokoknya gak ada ice cream. Aku cuma gak mau kamu sakit. Melihat kamu sakit, aku merasa menjadi suami yang tidak becus sama sekali." Seketika aku memeluk tubuh tegapnya. "Jangan pernah berpikiran seperti itu, kak. Ini salah Queen. Kalau saja Queen gak ngeyel dan makan banyak ice cream, Queen gak akan sakit. Maafin Queen." "Bee, bee. Kenapa kamu semenggemaskan ini? Aku jadi pengen makan kamu." bisik Kak Theo serak dan langsung menyosor bibirku. Menciuminya seolah tidak ada hari esok. Kembali lagi deh mesumnya ckck. -Tbc-
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD