00. PROLOG

645 Words
DUARRR!! JEDERRRR!!! DUARRR!! Suara petir dan kilat bersahut-sahutan membuat bising dan membuat setiap orang memilih untuk mengurung diri di dalam rumah. Malam ini, di hari ke tujuh di mana petir dan angin badai menerpa suatu kota kecil. Anak-anak kecil lebih memilih meringkuk di dekat sang Ibu demi mendapat ketenangan dari badai dan petir yang sedang terjadi di luar. "AKU TIDAK SALAH APAPUN! LAGIPULA KENAPA PHILIPS SEENAKNYA BISA MENURUNKAN KU KE BUMI?! YANG BENAR SAJA?! DI TEMPAT MAKHLUK FANA!" teriak seorang laki-laki di sebuah lapangan rumput luas, laki-laki itu tidak takut dan tidak peduli akan kilat petir yang sedang bergemuruh di atas kepalanya. Semakin keras laki-laki itu berteriak maka kilat petir dan angin badai akan semakin bergemuruh seakan ikut merasakan penderitaan yang tengah dirasakan oleh laki-laki itu. Hujan deras tidak dihiraukan oleh laki-laki itu, ia terus berteriak pada langit. Edzard namanya. Edzard terus berteriak seperti kesetanan, tidak peduli jika hujan deras mengguyur dirinya dan kilatan petir menyambar di langit sana karena hujan dan petir ini datang karena ulahnya sendiri. Kalau boleh memilih, Edzard pasti memilih untuk mendengarkan ucapan Ayahnya tentang larangan pergi ke sudut Negeri awan. Entah bisikan dari mana ia melanggar larangan ayahnya dan membuat dirinya di hukum turun ke Bumi, tempat hidup para makhluk yang Edzard benci. Di belakang sana, seorang perempuan cantik memperhatikan Edzard dari jauh. Perempuan itu tidak suka melihat Edzard berteriak seperti itu. Tapi keputusan dari Ayahnya dan Edzard sudah bulat yang mengharuskan kakaknya itu turun ke Bumi untuk melanjutkan hidupnya di tempat makhluk fana ini. Edrea, adik Edzard hanya bisa menatap nanar punggung Edzard dari jauh, mungkin saja Edzard tidak menyadari kehadiran Edrea di situ. Edrea menghela napas kemudian ia mengeluarkan sayap putih ungu yang tersimpan di dalam tubuhnya, lebuh tepatnya di punggungnya. Edrea mengepakkan sayap nya beberapa kali sebelum terbang meninggalkan Edzard yang terduduk dan menunduk dalam di padang rumput itu. *** Adreanne tengah menyeruput cokelat panas di salah satu Cafe di dekat sekolahnya. Mata Adreanne memandang keluar jendela, hujan deras disertai kilat dan petir masih menyambar dengan ganasnya di luar sana membuat Adreanne bergidik ngeri sejenak saat melihat keluar jendela. Sekilas Adreanne menyesal tidak mendengar ucapan Bundanya, sebelum ia berangkat untuk mengerjakan tugas sekolah bersama teman-temannya di sekolah, Bunda Adreanne berpesan agar membawa payung. Tapi Adreanne dengan santai nya bilang pada Bundanya kalau hari ini tidak akan terjadi hujan dan dia tidak membutuhkan payung yang di serahkan Bundanya tadi. Kalau tau hujan nya selebat dan separah ini, mending aku nggak ikut kerkol--kerja kelompok-- tadi! batin Adreanne sebal. Mata cewek itu masih tetap memandang keluar jendela, di mana rintik hujan masih turun dengan deras nya. JEDERR! Adreanne tersentak kaget, refleks ia menaikkan kakinya ke atas penyangga yang ada di bawah meja, ia takut kilat akan menyambar kaki jenjangnya. "Berhenti dong, petir. Aku mau pulang nih, bentar lagi malem. Pasti nanti Bunda marah-marah kalau aku pulang telat," keluh Adreanne dengan suara pelan. Ajaib, seketika hujan deras dan sambaran dari kilat petir berhenti dan digantikan dengan awan cerah seakan barusan tidak terjadi hujan deras disertai petir. Mata Adreanne membola melihat keluar jendela cafe, cewek itu mengucek-ngucek matanya beberapa kali untuk memastikan bahwa apa yang ia lihat tidak salah. Hujan deras disertai kilat petir yang mengguyur kota ini berhenti dengan cepat. Apakah karena permintaan ku yang ingin hujan ini berhenti makanya hujan itu berhenti? tanya Adreanne pada dirinya sendiri. Adreanne menggeleng dan menertawakan pikirannya tadi. Mana mungkin karena ucapannya hujan deras dan petir itu berhenti! Tidak mau ambil pusing, Adreanne pun beranjak dari tempat duduknya dan tak lupa ia mengambil tas ranselnya yang ada di kursi lainnya. Adreanne berjalan ke arah kasir dan membayar minuman dan camilan yang ia makan, setelah itu ia keluar dan pulang. Adreanne mengambil motor matic nya yang ada di parkiran dan cewek itu pun melajukan motornya membelah jalanan menuju rumahnya dengan kecepatan normal, sebab jalanan licin. Kalau ia kencang membawa motornya bisa-bisa kejadian yang tak diinginkan terjadi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD