Bab 8 - Keraguan

1437 Words
“Hm... Aku—“ “Selamat pagi anak-anak!” seru seorang guru wanita yang terlihat baru saja memasuki kelas dengan langkah santainya hingga membuat Asa sontak menghentikan ucapannya. “Pagi Bu!” balas semua murid serempak. Para murid akhirnya memulai pelajaran Biologi pagi ini. *** Sementara itu Jay terlihat sibuk berkutat di depan laptop di ruang kerjanya. Ia bahkan terlihat mengenakan kacamata silver dengan frame kotak yang kini membuatnya kian mempesona. Tok tok tok... “Permisi pak,” ucap seorang wanita dari luar pintu. “Iya, masuk.” ujar Jay seraya menatap ke arah pintu ruangannya sekilas. Seorang wanita dengan rambut pendek, dan pakaian khas seperti sekretaris pun memasuki ruang kerja Jay sembari membawa beberapa berkas di tangannya. “Iya ada apa Fania?” tanya Jay pada wanita tersebut. Jay terlihat menumpukkan sikunya di atas meja dengan jari-jarinya yang saling bertautan. “Ini Pak, saya hanya ingin mengantarkan beberapa berkas yang butuh tanda tangan Bapak,” “Oh, letakkan saja dulu di sana,” perintah Jay seraya menunjuk bagian kiri dari mejanya yang terlihat kosong dengan bibirnya. “Baik Pak,” Fania pun meletakkan berkas-berkas tersebut di tempat yang telah Jay perintahkan. “Oh, iya Pak. Selamat ya atas pernikahan Bapak kemarin. Maaf saya baru bisa ngucapin sekarang, karena kemarin saya buru-buru pulang karena ada urusan mendadak.” Jay terlihat menunjukkan senyum tipisnya, “Oh iya gak apa-apa. Santai saja, makasih ya.” Fania mengangguk pelan lalu membasahi bibirnya, “Hm, Pak. Ngomong-ngomong istri Bapak cantik dan dia terlihat masih muda. Apakah dia benar masih muda?” Jay sontak terdiam sejenak, bola matanya tampak bergerak-gerak pelan sebelum menjawabnya, “Hm, iya dia memang masih muda. Saya dan dia terpaut 13 tahun.” “Oh, dan saya dengar dia anak Pak Sam ya?” tanya Fania kembali. “Iya, apa kamu tidak lihat kalau Pak Sam juga duduk di kursi pelaminan sebelah saya kemarin?” “Oh iya-iya Pak. Saya lupa hehe ... Kalau begitu saya permisi,” tutur Fania dengan senyum kecil di wajahnya. “Oke,” Fania pun keluar dari ruang kerja Jay lalu kembali menutup pintu dengan pelan. *** Kringgg... Bel istirahat pertama akhirnya berbunyi, saat yang paling dinantikan oleh seluruh murid tak terkecuali dengan Asa dan Yenny yang langsung bergegas menuju kantin. Setelah memesan makanan dan minuman di kedai soto langganannya, mereka pun akhirnya memilih tempat yang masih kosong sembari menunggu pesanan datang. Beruntung masih ada beberapa tempat kosong di kantin yang masih tersisa karena saat jam istirahat pertama ini kantin tampak penuh dengan siswa yang lapar dan berniat untuk mengisi perutnya. Asa terlihat duduk santai sembari menyilangkan kakinya, dan Yenny duduk di hadapannya. “Oh, iya Sa. Lo tadi mau ngomong apa ya? Tadi, kan kepotong pas Bu Asri masuk.” Asa pun mengangkat sebelah alisnya dengan bola mata yang bergerak mencoba mengingat perkataannya tadi. “Oh, itu gue mau bilang kalau gue kemarin memang ada acara keluarga gitu.” Yenny terlihat menganggukan kepalanya paham, “Oh, pantas aja lo ngga bisa dihubungi kemarin.” “Hm, memangnya ada apa, kok lo nelpon gue?” tanya Asa. “Hm, ngga apa-apa sih. Mau ngajak jalan-jalan aja,” “Oh ... Eh btw gue pengen nanya sesuatu deh sama lo,” Yenny teelihat memasang wajah bersiap untuk mendengarkan dengan sikunya yang bertumpu di atas meja dan jari-jarinya yang dikepalkan menahan dagunya. “Mau nanya apa Sa?” Asa sedikit mengigit bibir bawahnya pelan dengan bola mata yang bergerak ke arah lain, sebenarnya ia sedikit ragu untuk menanyakan ini pada Yenny. “Err, Yen, lo tahu ngga kewajiban seorang istri kalau sudah menikah itu apa aja?” “Hm, tahu dikit sih. Nih ya, lo dengerin. Kewajiban seorang istri itu menaati semua perintah yang baik dari suami, menjaga nama baik dan kehormatan suami, memegang kepercayaan satu sama lain, melayani suami seperti membuatkan sarapan, makan siang, dan makan malam untuknya, membereskan rumah, mengurus anak-anak, dan juga memberikan pijatan bila suami lelah setelah pulang kerja.” Sedari tadi Asa tampak mendengarkan dengan baik dan sesekali menganggukan kepalanya, “Oh begitu. Lo kayaknya paham banget ya,” “Oh, iya dong. Oya satu lagi jangan dilupakan yaitu 'melayani suami' saat diminta.” ujar Yenny kembali sembari menekankan kata melayani suami yang memiliki arti lain dari yang disebutkan sebelumnya. “Loh, bukannya melayani suami tadi sudah?” “Ini memiliki arti lain Sa, masa lo ngga tahu sih. Biasanya kalau pasangan habis nikah pasti ada uhuy uhuy-nya.” jawab Yenny dengan smirk dan kerlingan mata yang nakal. “Hah? Uhuuy-uhuyy, apaan tuh?” tanya Asa dengan dahi yang mengernyit. “Aduh, Sa masa ngga tahu sih. Itu malam pertama,” jawab Yenny sedikit berbisik. Tuk! “Yeuu ... otakku lo tu ya m***m banget.” ujar Asa seraya melayangkan getokan kecil di kepala temannya itu. “Aduh, sakit tau Sa!” protes Yenny meringis kesakitan sembari mengusap kepalanya. “Habisnya lo kenapa jadi bahas ke arah sana.” “Ya ampun Sa, kalau pasangan baru itu biasa begitu. Kalau ngga begitu, ngga mungkin punya anak.” Asa terlihat berpikir sejenak, sebenarnya yang dikatakan Yenny itu memang ada benarnya. “Eh, tapi rasa malam pertama itu gimana sih?” tanya Asa penasaran karena ia memang belum pernah melakukannya dan dia masih ragu jika melakukannya dengan Jay. “Hm, setahu gue sih enak, nikmat gitu. Tapi, sakit dan bahkan di keesokan harinya kita bisa sangat lelah dan sulit berjalan kalau mainnya kasar.” jelas Yenny yang terlihat seperti sudah berpengalaman. Raut wajah Asa berubah ketika mendengar rasa malam pertama itu, ia sedikit bergidik ngeri ketika mendengar rasanya sakit dan bisa membuat tidak bisa berjalan. Namun, ia segera menampik pikiran-pikiran seperti itu. “Lo kok paham banget sih? Jangan-jangan Lo udah—“ “Eh, belum, Astaghfirullah! Gue belum pernah berbuat yang ngga-ngga ya. Gue masih perawan serta ting-ting,” Yenny dengan cepat memotong perkataan Asa ketika arah pembicaraan Asa terdengar seperti menaruh curiga padanya. “Habisnya lo kayak udah berpengalaman banget. Memangnya lo tahu semua itu dari mana?” “Dari Mama. Gue sering sharing sama Mama buat edukasi untuk gue ke depannya. Biar nanti pas gue nikah, gue ngga lupain kewajiban gue sebagai istri.” Asa sontak terdiam dengan wajah yang sedikit tertunduk ketika Yenny telah selesai menjelaskan. “Eh, tapi Sa! Lo tumben banget nanya yang beginian? Biasanya 'kan lo ogah membahas tentang 18+.” “O-oh ngga apa-apa sih, gue cuma kepengen tahu aja. Gue 'kan juga udah dewasa, ngga masalah 'kan kalau gue tahu.” “Ya, ngga masalah juga sih.” Selang beberapa menit kemudian pesanan mereka akhirnya datang dan mereka pun menyantap makanan yang telah mereka pesan dengan lahap. *** Malam harinya, Jay baru saja tiba di apartemennya. Ia langsung memasukan mobilnya ke dalam garasi. Setelah itu ia melangkahkan kakinya ke arah ruang tamu yang tidak jauh dari letak garasi. Namun, sontak matanya membulat seraya memasang tampang dingin ketika mendapati tas Asa masih berada di atas sofa, buku-buku tampak berserakan di meja dan lantai, bahkan bantal-bantal sofa terlihat tidak pada tempatnya, tidak tertata rapi dan bahkan ada yang berada di lantai. Ia pun menghembuskan napas berat dan menutup matanya sejenak, ia menggertakan giginya hingga pembuluh darah di lehernya terlihat. “Asaaa!” teriak Jay dengan lantang. Namun, sekian detik kemudian, Asa tak kunjung meresponnya, hingga membuat Jay naik pitam, “Asaa, kemari! Kamu dengar saya ngga!” “Iya Om, sebentar Om, aku lagi sibuk di dapur nih!” jawab Asa akhirnya, ia menjawabnya tidak kalah keras. Jay pun berdecak ketika mendengar respon dari Asa yang begitu lama hingga akhirnya ia memilih untuk segera menghampiri Asa yang berada di dapur. “Apa yang sedang kamu—“ Asa terlihat berbalik ke arah suaminya. Ia terlihat mengenakan apron berwarna kuning dengan hiasan bunga matahari full print. Ia terlihat sibuk memasak di dapur, bahkan sampai wajah dan apronnya belepotan terkena tepung. “Oh, Om sudah pulang? Aku sedang memasak Om,” “Apa yang kamu lakukan dengan dapur saya?!” tanya Jay dengan keras. Ia tidak habis pikir dengan keadaan dapurnya kini yang lebih terlihat seperti kapal pecah. Pantrynya tampak kotor dengan tumpahan minyak dan juga tepung, lantai yang kotor karena tumpahan tepung dan bekas jejak kaki dan jangan lupakan wadah kotor yang berserakan di mana-mana. “Hm, maaf ya Om. Aku cuma mau coba memasak untuk makan malam kita. Tapi, nanti aku janji bersihin kok.” “Saya ngga mau tahu ya, setelah saya mandi, saya mau semua kekacauan yang ada di sini dan di ruang tamu harus segera kamu bersihkan!” Masih diselimuti amarah, Jay langsung berbalik meninggalkan dapur tanpa menunggu jawaban dari Asa. “Huhh ... Galak amat sih Om, aku 'kan jadi takut.” gumam Asa sembari mengerucutkan bibirnya sempurna. Ia kembali melanjutkan memasak untuk makan malam hari ini. Sebenarnya di rumah, ia jarang sekali memasak, hanya sekali-sekali biasanya membantu Mamanya di dapur. Namun, karena ia ingin menjadi istri yang baik, jadi ia mencoba untuk memasak buat suaminya. Tapi suaminya malah pulang dan langsung meluapkan emosinya begitu. Setelah usai memasak, Asa benar-benar menuruti perintah dari suaminya yaitu segera membersihkan ruang tamu dan dapur sampai bersih dan kinclong. Sesekali ia tampak mengilap keringat yang bercucuran dari dahinya dengan lengan baju tidurnya, rasanya benar-benar melelahkan. TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD