bc

Love of My Life #sequel Darling Enemy

book_age16+
8.9K
FOLLOW
56.8K
READ
billionaire
possessive
pregnant
dominant
goodgirl
brave
maid
office/work place
enimies to lovers
first love
like
intro-logo
Blurb

Pandan Wangi Aditama Perkasa--designer lulusan Parson, The New School For Design, melamar pekerjaan sebagai OG di PT. INTI GRAHA ANUGRAH, demi sebuah misi khusus. Untuk mencari tahu siapa penghianat yang akhir-akhir ini melakukan switch dengan ADITAMA GROUP. Perusahan properti milik keluarga besarnya. Di tengah-tengah misi yang sedang dijalankannya, Denver Delacroix Bimantara--teman sekaligus musuh masa kecilnya, muncul sebagai sahabat baik sang atasan, sekaligus diduga sebagai sang penghianat.

Dalam situasi yang rumit dan serba terjepit, mampukah Pandan menyelesaikan misinya? Sementara akibat kekeraskepalaan dan harga dirinya, ia kini telah berbadan dua. Bagaimana kisah mengharu biru Pandan berjuang mempertahankan kelangsungan perusahaan keluarganya? Dan bagaimana pula akhir kisah asmaranya, yang selalu saja berlabuh pada orang yang salah?

"Walaupun cinta gue selalu nyasar dan tersesat di hati orang yang salah, tapi kali ini gue yakin kalau cinta gue akan berhenti di titik yang benar. Soalnya hati gue, udah gue unduh pakai aplikasi waz*."

-Pandan Wangi Aditama Perkasa-

"Ngapain susah-susah nyari cinta, kalau yang sudah teruji ketahanannya dari segala sisi sudah ada di depan mata? Cinta gue itu kayak batere jadul kucing hitam disambar petir. Kuat dan tahan lama. Percayalah!"

-Denver Delacroix Bimantara-

chap-preview
Free preview
Episode 1
Pandan Wangi Aditama Perkasa dengan cekatan mengaduk kopi dan teh yang diraciknya dalam waktu yang bersamaan. Pagi-pagi seperti ini sudah menjadi tugasnya untuk menghidangkan minuman bagi para staff dan karyawan PT. INTI GRAHA ANUGRAH. Sudah seminggu ini, ia menjadi OG di perusahaan kontruksi kompetitor kakaknya. Bayangkan, ia yang seorang fashion designer lulusan Parsons School of Design College New York, bekerja menjadi seorang OG. Dan semua ini ia lakukan demi kakaknya, Putra Lautan Aditama Perkasa. Lautan akhir-akhir ini mengeluhkan tentang tender perusahaan yang selalu kalah di akhir eksekusi. Padahal saat presentasi, para client kerap memberi applause atas ide-ide inovatif perusahaan mereka. Namun apabila sudah sampai pada nominal budgeting yang ditawarkan, perusahaan kakaknya selalu dikalahkan oleh PT. INTI GRAHA ANUGRAH ini. Kakaknya curiga kalau ada sesuatu dengan perusahaan ini. Karena angka-angka yang ditawarkan oleh perusahaan kakaknya hanya berselisih tipis di atas kompetitornya ini. Mereka seolah-olah telah mengintip terlebih dahulu, berapa harga-harga yang perusahaan kakaknya tawarkan. Baru perusahaan kompetitor ini menambahi sedikit angka di atasnya. Untuk itulah, Pandan Wangi menyamar dengan menjadi OG di perusahaan ini. Ide menjadi seorang OG ini sebenarnya ia dapat dari Vanilla. Sahabatnya yang kini sedang bahagia-bahagianya menjadi seorang ibu baru. Menurut Vanilla, menjadi seorang OG adalah jalan pintas agar bisa mendekati semua jajaran di perusahaan tanpa kentara. Karena dari mulai staff kelas teri sampai kelas piranha, semua akan bersinggungan langsung dengannya tanpa ada yang curiga secara berlebihan. Ya, apa berbahayanya seorang OG bukan? Dan sekarang di sini lah ia berada. Alih-alih bekerja sebagai seorang designer dengan dengan gaun-gaun glamournya, ia malah terdampar di pantry dengan penampilan standar seorang OG. Berkemeja putih polos dan rok hitam kaku sederhana. "Eh anak baru, lo kalo kerja yang bener dong? Dari tadi gue lihat lo cuma ngaduk-ngaduk kopi doang. Cepetan anterin semua minuman ke meja masing-masing staff. Setelah itu, lo buatin lagi segelas kopi untuk anak Pak Darwis yang baru mulai ngantor hari ini. Ruangannya yang biasa dipake Pak Darwis ya? Awas jangan salah!" Pandan nyaris menjatuhkan gelas segelas kopi. Ia kaget karena diomeli tiba-tiba Mbak Nanik. Salah seorang OG senior di kantor ini. Pandan mengelus d**a. Memang nasib anak baru di mana-mana sama saja apapun tingkat jabatannya. Baik itu seorang manager atau OG sekalipun, kalau masih new comer pasti akan ditindas habis-habisan. Sabar, Ndan. Ini kan demi misi perusahaan. In hale exhale, sabarrr... Pandan mulai menyusun minuman di atas baki besar dengan cermat. Enam gelas di sisi kanan, dan enam gelas lainnya di sisi kiri agar seimbang. Ia kemudian mengangkat ke dua belas gelas itu dan mulai bergerak membagikan minuman. Terdengar suitan nakal dan gombalan dari para karyawan saat ia melintasi meja-meja mereka. Pandan hanya membalas dengan seulas senyum sopan. Laki-laki di mana-mana sama saja. Melihat kening yang mulus sedikit, pasti sudah sibuk menggoda. Beberapa staff wanita memperlihatkan ekspresi tidak suka melihat kehadirannya. Pandan tahu, mereka merasa kalah saing dengan dirinya yang hanya seorang OG. Tapi Pandan menanggapinya dengan biasa-biasa saja. Ia tidak mau memusingkan hal-hal yang tidak penting untuk di pikirkan. Buang-buang tenaga saja. Haters gonna hate 'kan kata Mbak Taylor Swift? Pandan menyisakan satu gelas kopi di baki dan bergegas ke ruangan yang bertuliskan Presiden Direktur. Ia mengetuk beberapa kali, tetapi tidak mendapatkan jawaban. Karena pekerjaannya masih banyak, ia bermaksud meletakkan kopinya di meja anak Pak Darwis saja. Dengan begitu urusannya selesai. Pandan mendorong pintu dengan siku kanan, karena tangan kirinya sedang memegang baki minuman. Pandan terpaku saat masuk ke dalam ruangan. Ia dihadiahi konten 17 tahun ke atas secara live. Pandan hanya mematung saat melihat seorang pria berpakaian formal sedang berciuman ala french kiss dengan seorang wanita muda yang pakaiannya sudah acak kadul tidak karuan. Kedua orang ini sama-sama tidak dikenali oleh Pandan. Tetapi pemuda yang sedang sibuk bertukar saliva dengan wanita yang duduk di atas pangkuannya itu, wajahnya sebelas dua belas dengan Pak Darwis. Pasti pemuda inilah anak Pak Darwis yang akan menggantikan posisi ayahnya mulai hari ini. Kinerja hari pertama yang luar biasa bukan? Karena kedua orang di depannya ini tidak jua menyadari kehadirannya, Pandan berinisiatif untuk membuat clue. Ia berdehem kecil. Berhasil, kedua kepala di hadapannya ini sontak berpisah. "Apakah kamu tidak diajarkan sopan-santun oleh orang tuamu tentang adab mengetuk pintu? Anda ini sungguh tidak sopan!" Menyadari kehadirannya, anak Pak Darwis segera menurunkan si wanita dari pangkuannya. Si wanita buru-buru membetulkan penampilannya. Sepertinya si wanita malu karena kepergok sedang melakukan adegan yang tidak senonoh. Di kantor lagi. Pandan mengernyitkan kening kala  memperhatikan wanita ini lebih dekat. Astaga! Wanita ini adalah istri dari seorang pengusaha ternama yang baru saja menikah beberapa bulan lalu. Pantas saja wanita ini terkejut. Takut skandalnya terbongkar rupanya. Cuih! "Kedua orang tua mengajari saya dengan amat sangat baik, Pak. Makanya sebelum masuk tadi, saya telah mengetuk pintu berulang-ulang kali. Karena tidak mendapat jawaban barulah saya membukanya. Bapak mungkin tidak mendengar karena saat itu Bapak sedang sibuk." Sahut Pandan sopan namun dingin. "Kalau tidak mendapat jawaban, kenapa kamu malah masuk saja. Bukankah kamu tahu kalau ini kantor, heh?" Bentak anak Pak Darwis lagi. Kesabaran Pandan mulai menguap. "Justru karena ini kantor lah  makanya saya berani masuk. Lagi pula saat itu pintu ruangan ini memang sudah sedikit terbuka. Makanya saya berani masuk. Mengenai apa yang sedang berlangsung di dalam ruangan yang Bapak sebutkan sebagai kantor tadi, itu semua di luar pemikiran saya. Karena setahu saya kantor adalah tempat untuk bekerja," tukas Pandan pura-pura polos. Tetapi ia tau kalau anak Pak Darwis ini menangkap sindirannya. Tak kala ia melihat anak Pak Darwis  murka, Pandan buru-buru meralat ucapannya. Bagaimana pun ia masih dalam keadaan menjalankan misi. Jadi ia tidak boleh sampai dipecat. "Tapi kalau menurut Bapak saya bersalah, saya minta maaf. Saya berjanji lain kali saya tidak akan mengulangi perbuatan saya lagi. Permisi." Pandan meletakkan segelas kopi di atas meja. Membungkuk sopan dan segera berlalu dari ruangan anak Pak Darwis. Ia sadar, untuk ukuran seorang OG, ia sudah terlalu berani. Seharusnya tadi ia bisa sedikit menahan diri. "Tunggu dulu! Kamu ini hanya seorang OG tapi sudah berani menyindir-nyindir saya. Kamu mau saya pecat?" bentakan anak Pak Darwis ini seketika menghentikan langkah Pandan. Begini ya rupanya menjadi orang kecil? Tidak ada sedikitpun keadilan yang mereka dapatkan. Salah sudah menjadi nama tengah mereka secara permanen.  Dari sudut mata, Pandan memindai si wanita yang serba salah tadi menghampiri anak Pak Darwis sembari berbisik pelan. Anak Pak Darwis  mengangguk-anggukkan kepalanya beberapa kali. Si wanita kemudian bergegas pergi seolah-olah tidak melihat Pandan dan tidak ada kejadian apa-apa. Luar biasa! "Tidak masalah kalau Bapak  mau memecat saya? Tetapi maaf, Bapak harus bisa membuktikan kalau saya memang melakukan kesalahan fatal sehingga saya layak untuk dipecat." Jawab Pandan sopan. Namun ada ketegasan dalam setiap suku katanya. Anak Pak Darwis tiba-tiba saja berdiri dari kursi dan menghampirinya yang sedang berdiri di tengah-tengah ruangan. "Anda masih berani menyahuti kata-kata saya?" Anak Pak Darwis sekarang menunjuk-nunjuk wajahnya dengan geram. Pandan diam saja. Tetapi benaknya terus berpikir. Ia harus menemukan senjata yang sekiranya yang bisa membungkam anak atasannya ini. Sampai satu clue masuk dalam benaknya. "Saya bukannya menyahuti kata-kata, Bapak. Saya hanya bertanya apa kesalahan saya sampai saya harus dipecat? Maaf jika kata-kata saya membuat Bapak tersinggung. Sekali lagi, saya minta maaf." Pandan membungkukkan sedikit tubuhnya. Ia pura-pura mengalah demi untuk menaikkan ego anak atasannya. Ia sedang mempraktekkan ilmu tarik ulur yang kerap kali dipraktekkan ayahnya. "Ingat Nak, kalau menghadapi lawan yang keras, jangan ikuti kekerasannya. Kita harus lentur dan menarik ulur. Tapi beri tekanan pada poin-poin penting yang harus diwaspadainya." Inilah saatnya anak atasannya ini menyadari poin-poin yang harus ia waspadai. "Oh ya, kalau tidak salah ibu tadi itu menantunya Pak Hendrawan bukan? Mudah-mudahan saja Pak Hendrawan tidak tahu kalau menantunya sering main ke sini ya, Pak?" Timpal Pandan kalem. Ancaman terselubungnya mulai ia eksekusi. Wajah anak Pak Darwin memucat mendengar kalimat ambigunya. Sepertinya atasannya ini baru sadar akan konsekuensi memiliki affair dengan istri orang. Rasain lo! Hehehe. "Kamu ini," Tok... tok... tok... Kalimat anak Pak Darwis diinterupsi oleh ketukan pelan di pintu. "Siapa?" Auman sang atasan membuat telinga Pandan berdenging. Anak atasannya ini pasti geram sekali karena terintimidasi oleh seorang OG. "Saya Verina, Pak. Di depan ada teman lama Bapak yang ingin bertemu katanya." Pandan mendengar suara Mbak Rina, menjawab takut-takut. Mungkin Mbak Rina jiper karena mendengar bentakan atasan barunya, yang bahkan belum ia ketahui namanya ini. "Oh Pak Denver Delacroix Bimantara kan? Suruh beliau masuk saja." Pandan yang mendengar nama Denver disebut beserta nama Delacroix Bimntara di belakangnya seketika gugup. Putra sulung Om Arkansas rupanya teman lama atasannya ini. Ai mak jang, alamat terbongkarlah samarannya ini. Pandan dengan cepat memasang masker. Sebisa mungkin ia menutupi wajahnya agar tidak dikenali. Misinya bisa gagal di tengah jalan kalau Denver sampai membuka penyamarannya sebelum waktunya. Suara pintu yang dibuka dan ditutup kembali membuat Pandan berkeringat dingin. Ia bermaksud keluar ruangan dan menyelipkan tubuhnya di samping Mbak Verina. "Mau kemana kamu OG? Urusan kita belum selesai. Buatkan segelas kopi lagi untuk tamu saya. Setelah urusan saya dengan teman saya selesai, baru kita akan menyelesaikan permasalahan kita. Mengerti kamu?" Pandan hanya menganggukkan kepalanya dan buru-buru ngacir ke pantry. Masalah kita? Lo aja kali. Cuih! "Selamat." Ucapnya lirih saat  berhasil mencapai pantry tanpa dikenali oleh Denver. "Selamat apa? Kamu cuma disuruh mengantarkan segelas kopi ke ruangan Pak Arsene, malah nyangkut lama di sana. Kamu berniat menggoda si Arsene ya?" celetukan Mbak Nanik membuat Pandan mengelus d**a. Ia kaget melihat kemunculan tiba-tiba rekannya. "Jangan mimpi kamu. Si Arsene itu pacarnya berganti setiap minggu. Kamu jangan kege-eran  kalau dirayu-rayunya tadi. Dia itu tidak pernah serius dengan perempuan. Apalagi yang kelasnya jauh di bawahnya seperti kamu. Nanti habis manis sepah, dilepehin kamu. Mengerti?" tegur Mbak Nanik lagi. Pandan buru-buru mengangguk. Ia menyadari walaupun di ucapkan dengan kalimat yang sadis, tapi apa yang di katakan oleh Mbak Nanik itu benar adanya. Orang-orang seperti Pak Arsene, yang namanya baru saja ia ketahui dari Mbak Nanik ini, pasti merasa seperti Tuhan karena memiliki segalanya. Mereka suka mempermainkan perasaan orang sesuai dengan keinginan mereka. Orang-orang seperti ini sangat jarang mengenal kata cinta. Bagi mereka cinta itu adalah saat para wanita beramai-ramai berusaha meraih perhatian mereka. Mereka tidak tau saja bahwa yang dicintai oleh wanita-wanita itu bukan diri mereka pribadi , tapi uangnya. Mereka menganggap orang lain bodoh, padahal mereka sendiri juga bodoh. Kebodohan memang tidak mengenal status bukan? "Kopi saya masih sama seperti dulu ya, OG yang namanya nyontek nama beras. Hitam pekat tanpa pemanis buatan. Jangan seperti waktu dulu. Kamu mencampurkan garam alih-alih gula." Sebuah suara bariton menyapa pendengarannya. Denver Delacroix Bimantara. Sepertinya Denver telah mengenalinya dan mengikuti hingga ke pantry ini. Kepalang basah, nyebur aja sekalian. "Tenang saja Bapak yang namanya nyontek nama kota di Amerika sana. Saya tidak akan mencampurkan garam lagi ke dalam kopi, Bapak. Tapi saya hanya akan meneteskan sedikit saliva saya di dalam kopi Bapak, agak Bapak menjadi sedikit penurut pada saya." Sahut pandan kalem. Kadung ketahuan, mau bagaimana lagi? "Ah, kalau begitu saya ingin mencicipi saliva kamu langsung dari sumbernya saja." Pandan membelalakkan matanya saat Denver memajukan tubuhnya dan semakin mendekati dirinya. Denver  ini dari dulu memang gila. Kalau ia sudah punya mau, apapun akan ia terabas. Sifatnya sebelas duabelas dengan ayahnya, Om Arkanas. Pandan mundur-mundur risih hingga punggungnya membentur bak pencuci piring. Namun Denver malah makin dekat dan terus mendekatinya. Tepat pada saat wajah Denver menunduk dan hanya berjarak beberap senti meter dari wajahnya, sebuah suara  menginterupsi. "Eh Den, lo ngapain mepet-mepetin OG gue begitu?" Pandan menarik nafas lega. Untuk pertama kalinya ia bersyukur saat melihat wajah anak atasan songongnya. Dengan cepat ia segera berkelit dan kembali meracik kopinya. "Mata OG lo kelilipan makanya gue bantu niupin matanya. Ia kan OG? Eh  nama kamu siapa?" Denver pura-pura bertanya. Aktingnya juara sekali. "Nama saya Pandan Wangi, Pak." Jawab Pandan hati-hati. Ia tentu saja tidak menyertakan nama Aditama Perkasa di belakangnya. "Apakah mata kamu sekarang sudah lebih baik? Kalau belum, apa perlu saya bantu untuk meniupnya sekali lagi?" Tanya Denver sambil tersenyum iblis. Manusia m***m akut satu ini memang menyebalkan!

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
95.7K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.4K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.5K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.5K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook