1. Kisah Kasih di SMA

1204 Words
"Len." "Ya?" "Ini ..." Sebungkus cokelat bentuk hati, seseorang serahkan padanya sambil bilang, "Tolong kasih ke Bang Gilang." KYAAA! "Makasih." Begitu bunyinya. Jerit-jerit murid perempuan yang menonton salah satu teman mereka menyerahkan cokelat di hari kasih sayang kepada Marlena yang merupakan adik Regilang Utama. Padahal Lena belum mengiyakan. Cokelat itu sudah ditangan, entah bagaimana prosesnya, murid perempuan satu angkatan itu sudah ngacir entah ke mana. Huh! Selalu saja. Yang untungnya Lena hanya merasakan satu sekolah dengan satu abangnya. Apa kabar kalau Bang Genta dan Bang Ginandar pun se-SMA? Bisa-bisa nasib Lena mirip tokoh cerita di komik online-nya. Begini saja sudah nyaris serupa. Merepotkan! Kenapa Bang Gilang harus jadi cassanova di SMA yang sama dengannya?! Super sialan. "Titip salam ya, adik ipar!" Gitu deh. Yang ngaku-ngaku calon istri Regilang. Iyuh! Kakak kelas Lena, seangkatan sama Bang Gilang. Padahal nih, ya. Awal masuk SMA, semasa MOS, Lena dicatat sebagai siswi yang patut dijauhi akibat paras cantik bak pahatan Dewi Yunani, barangkali gara-gara dia masuk SMA ini, siswa yang jadi pacar siswi di sini ... belingsatan naksir Marlena. Sekadar informasi, Lena cantik sekali. Kulitnya putih langsat, rambut panjang sepinggang, tinggi dan proporsional seperti model majalah kenamaan. Bibir Lena dibentuk sensual oleh Yang Maha Kuasa, bola matanya jernih sewarna almond, hidung kecil dan mancung, pokoknya pujaan kaum Adam pencinta Hawa. Bayangkan saja! Diketahui sebagai adik bungsu Regilang Utama, dari namanya: Marlena Utama. Lambat laun, Lena didekati. Bahkan dibaik-baikin sama mereka dengan maksud terselubung, mau mencuri hati. Makin ke sini makin MAKIN! Meja Lena penuh cokelat, lokernya banyak disisipkan surat sampai ke kolong meja. Iya sih, bukan dari kaum wanita pencinta Regilang saja, tapi ada juga ... sebagian, berisi surat pernyataan cinta dan ajakan bertemu untuk Lena dari si pengirimnya. Satu, yang Lena terima ... saat itu. "Buang kertasnya, kita jadian. Simpan, dan itu artinya penolakan. Lena, make me yours. Silakan, kamu yang menentukan." Tertanda: Aji-nomoto^^ XII IPA 3. Humoris. Tulisan di kertas menjijikkan itu baru saja selesai Lena baca. Ugh! Betul-betul menjijikkan. Tentu saja, Lena pilih buang. Yang artinya-- "Yes!" Aji muncul menyaksikan. "Kita jadian." Salah satu teman Bang Gilang. Oh ... Tentu. Nggak mungkin Lena simpan selembar kertas yang kotor di atas mejanya, kan? Tulisan itu dibaca karena besar di bagian nama: LENA. Menarik perhatian. Demikian, begitu kisahnya. Sukma Aji Tunggarega. Nama aslinya. Fix. Jadian. Satu sekolah tahu semua kalau Marlena Utama adalah pacar Aji-nomoto 12 IPA 3. *** "Bang Genta! Bang!" "Apa, sih, teriak-teriak. Katro!" balas Nandar. "Bang!" Gilang hampiri kakak kedua. "Bang, Bang!" Masih sama hebohnya saat sebut-sebut nama Bang Genta. Kali ini berisik sama Nandar yang sedang menuangkan air teko ke gelasnya. "Apa?" "BANG GILAAANG!" Lena masuk, lari-lari susul abang nomor tiga. Nandar kalem, dia legut air dukunnya di detik Gilang bilang, "Lena punya pacar!" Byur! Mampus. Wajah ganteng Genta kena sembur adiknya. Astagfirullah. Padahal dia baru saja berpijak di tempat ketiga saudaranya kumpul, salah dia berdiri di depan Nandar. "Kamu--" "PACARAN?" Genta dipangkas Nandar. "LENA?" Peduli setan atas apa yang terjadi barusan. "Dek, kamu pacaran?!" Lena ngos-ngosan. Pulang sekolah kejar-kejaran sama Bang Gilang. Gimana, sih! "Siapa yang pacaran, Nan?" Itu ibu. Kesayangan mereka di setelah ayah tiada. Ibu masih bernyawa. "Lena, Bu." Gilang si ember bocor! Bukan Nandar yang jawab. Padahal kan sebelum ini, Lena pernah jadian juga. Dulu, pas masih SMP dan abangnya yang itu sekolah SMA. Pacaran diam-diam, nggak ketahuan keluarga, sebab Lena sudah prediksi ... akan gempar seperti saat ini. Tak peduli sebab pacaran karena nggak ada pilihan. Kertas kotor isi suratnya Aji kan memang layak buang. Sudah Lena tolak, malah penolakan Lena yang ditolak. Pokoknya, pacaran! Marlena Utama 10 IPA 4 VC Sukma Aji Tunggarega 12 IPA 3. Gitu lah, ya. VC = Vacar. Anggap demikian. "Lena, kok pacaran? Pesan Ayah kan belajar yang betul biar lolos buat masuk universitas kenamaan kayak Bang Genta." Bibir Lena mengerucut. Terpaksa, kok. Cuma nggak said apa-apa. "Awas kalo nilainya buruk rupa. Abang disiplinkan kamu ke Mas Reinal. Mau?" Ih, nggak! Ogah. Teman Bang Genta seram-seram wajahnya, Mas Reinal sekalipun. Walau predikat seram urutan pertama Lena berikan kepada Tuan Wiliam Budiman ... yang panjang rambut beserta bulu-bulu di wajahnya. Ugh. *** "Genta ada?" Oh. Kembali ke masa kini, Lena baru saja pulang dari kampusnya. Pintu utama diketuk, ada tamu, rupanya itu ... "Masih di kantor, Pak." Teman abangnya. Wiliam Budiman. Rautnya sedatar papan kuburan. Sulit ditebak ada apa di dalam isi otak. Pak Wili mengangguk, kemudian pergi tanpa pamit. Lena pun tutup lagi pintu rumahnya, tepat di setelah mobil hitam Wiliam meninggalkan pekarangan. "Halo, Jim?" Jimmy. Teman kampus Lena, laki-laki. Agak melambai orangnya, tapi sudah punya pacar cantik seperti Lena. "Beb, kumpul skuy!" Lena letakkan tas di ranjang, dia pun duduk di sana. Bahunya menjepit ponsel agar dekat ke telinga. Sementara tangannya sibuk membuka gesper roknya. "Kumpul di mana? Sama siapa? Kapan?" "Geng kita aja. Tambah satu, Yayank gue ikutan. Kafe You And Me, tar malem. Yuk!" Lena letakkan gesper di kastok, dia pegang ponsel dengan tangan kirinya. "Nanti gue izin Bang Genta dulu, ya." "Pasti diizinin, yakin. Kafenya kan depan perumahan lo, Beb." "Oke, deh. Barkabar aja kalo udah di sana." "Siap, Sist. See you." "Hm." Sambungan nirkabel pun diakhiri. Oke sip. Lena mau cuci muka, cuci kaki, cuci tangan, sekalian cuci perut kalau bisa. Uh, mulas. Dari tadi pengin nyepam di toiletnya. *** "Mau ke mana?" Saat Lena siap untuk pergi ke perkumpulan gengnya. Suara Bang Nandar mencegat langkah. "Bikinin kopi dulu. Dua, ya." Ish! As always begitu. Lama-lama geram juga, kan, si Bungsu? Ayolah, dia ini bungsu! BUNGSU! Harusnya hidup bagai ratu. "Bikin sendiri dong, Bang! Lena buru-buru, udah ditunggu. Assalamualaikum-- ABANG!" Kerah baju bagian belakangnya malah ditarik, menahan. Lena menghentak kesal. Melotot geram kepada kakaknya yang itu. "Aku mau keluar, tau!" "Iya, bikinin kopi dulu. Abang mau cari berkas di kamar. Gih!" Alhasil, mau tak mau, ikhlas gak ikhlas, Lena buatkan dua cangkir kopi sesuai maunya Bang Nandar. Sabar, Lena, sabar. Dia aduk-aduk cairan hitam itu sebelum kemudian lengser ke ruang tamu, menyuguhkan. "Silakan, Kak." Ganteng. Cowok itu senyum. Teman Bang Nandar. "Makasih, Dek. Maaf ngerepotin." "Ah, iya ... gak apa-apa. Nggak repot kok, Kak." Bohong! Tadi Lena ngamuk-ngamuk ke Bang Nandar perkara buatkan kopi. Semoga omelannya tidak sampai didengar pria ini. Ah, tapi ... mustahil, sih. Pasti dengar. Ya sudah lah, Lena pun pamit kembali. Meski kakak-kakak ganteng itu sempat menawarkan Lena untuk tetap menemani, sebelum Nandar tiba di ruang ini. "Cakep ya, Len?" Terkesiap. Astagfirullah. Sejak kapan dia ngintip-ngintip teman Abang?! "Biasa aja tuh." Alah! Pipi Lena bersemu karenanya. Oh, bukan. Ini bukan karena naksir, tapi malu kepergok ngintip cowok good looking teman Bang Nandar. Yang sepertinya Lena pernah lihat. "Mahardika Wiratama." Huh? "Apa?" Tampang Lena persis kambing dungu. Yang Nandar sentil jidatnya. "Udah sana! Katanya mau pergi." Oh iya, lupa. Lena pun pamitan lagi. Tentu, pamit juga ke teman Bang Nandar yang tadi disebut ... Mahardika Wiratama. Eh, wait! Mahardika ... serius, MAHARDIKA?! Mahardika Wiratama, eh? Benarkah itu? Mahardika yang itu? Yang ngerayu Bang Nandar biar bisa dekat sama Lena, huh? Yang kemarin kirim pesan dan ... dan itu MAHARDIKA WIRATAMA? Ganteng. Maaf, seheboh itu sampai-sampai namanya Lena sebut berkali-kali dalam hati. Wah ... Status jomblowatinya bisa goyah kalau mendapat serangan cogan semacam MAHARDIKA WIRATAMA! ***

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD