Pengorbanan Diri

1323 Words
"Piringan matahari hampir lenyap di tepi langit, berganti malam yang dingin merasuk kulit. Kau bagaikan senja, yang datang sekejap membawa luka. Katanya kau hadir bagai lentera, penyambung hidupku yang dirundung duka, melambungkanku di atas mega. Lalu jatuh bersama rintik air mata, tak sempat aku goreskan tinta. Tuk menuliskan kisah hidupku yang gelita, kau yang datang lalu hilang entah kemana, jauh di dasar sukma aku cinta. Cinta yang menenggelamkanku, menghancurkanku. Di saat detik-detik berbahagiaku, kau meningalkanku." "Cleo, apa yang kau lakukan!" Suara teriakan Darren menggema sesaat setelah dirinya berada di pintu kamar Cleo. Jantungnya berdebar keras hendak meledak, menyisakan keping-keping yang berserak. Darren hendak melangkahkan kakinya, berlari untuk meraih tubuh Cleo tetapi tertahan seketika saat melihat Cleo yang menggerakkan kakinya untuk menggantungkan di pinggir balkon. "Berhenti! Atau akan melompat detik ini!" Dan perkataan itu langsung membuat jantung Darren memompa keras. Wajahnya pucat pasi seolah darah telah tersedot habis. Pikirannya kacau, napasnya tercekat. Membayangkan tubuh kecil Cleo terjatuh dari ketinggian yang sangat sungguh membuat Darren diterpa ketakutan yang luar biasa. Putranya itu tidak menyadari betapa inginnya dia melesat cepat hanya untuk menangkap tubuh Cleo lalu mendekapnya erat. Darren mengetatkan geramnya memberi instruksi kepada seluruh pengawal dan pelayan untuk mundur melalui isyarat matanya. "Cleo, jangan melompat. Itu sangat berbahaya, cepat turun dari sana sayang. Ayah akan mengabulkan permintaan mu." Darren melunak, menggigit bibirnya kuat-kuat ketika berucap pada Cleo. Cleo menggelengkan kepala lemah, air matanya bercucuran deras. "Kau pembohong! Aku membencimu!" teriak Cleo sekuat tenaga, menampakkan urat lehernya karena emosi yang sangat. Darren mengangkat tangannya untuk mengusap wajahnya dengan frustasi. "Tidak. Ayah berjanji akan memenuhi keinginan mu. Cepat turun Cleo, kau bisa saja terjatuh." Suara Darren yang gemetaran karena menahan tangis membuat seluruh mata memandang bersamaan ke arahnya. Tidak sekalipun Darren menampakkan kecemasan di wajahnya, terlebih lagi hendak menahan tangis karena ketakutan. Bahkan ketika Cleo demam berhari-hari, Darren hanya bergeming, diam dengan wajah datarnya. Dia hanya menjenguk Cleo ketika dirinya memiliki waktu saja dan itu dilakukannya pada saat putranya itu sudah terlelap. "Kau selalu saja bersikap seperti orang asing padaku. Membentak ku, bicara kasar, kau bahkan tidak pernah berbicara layaknya seorang ayah padaku. Kau hidup dengan dunia mu sendiri, sementara aku, kau meninggalkanku dalam kesendirian. Semua kemewahan yang kau berikan tidak memiliki arti bagiku! Aku tidak menginginkan semua itu." tubuh Cleo sedikit oleh dan kaki kirinya refleks menggantung di sisi balkon. Beruntung Cleo bergerak sigap menahan tubuhnya dengan menumpukan seluruh beban di kaki kanannya. Melihat itu jantung Darren seolah tercabut paksa. Dia seperti sedang menyaksikan detik-detik kematian, meregangkan nyawa dengan rasa sakit yang sangat. Darren merasakan nyeri yang teramat sangat, rasa takut ini sungguh menyiksa. Bahkan ketika Darren menarik pelatuk pistolnya dengan kejam tidak sedikitpun dia merasa takut atau berpikir dengan menimbang. "C-cleo, maafkan ayah. Tolong jangan seperti ini. Ayah berjanji akan memperbaiki sikap dan lebih menaruh perhatian padamu." Sekali lagi semua mata tertuju bersamaan ke arah Darren. Tampak jelas rasa syok bercampur terkejut yang kental di wajah mereka. Para pengawal dan pelayan itu langsung mengembalikan pandangan saat melihat mata tajam Darren menatap ngeri dengan memperingati. Ketakutan mulai menjalar, membuat seluruh tubuh mereka gemetaran. "Tidak! Aku tidak mau!" sahut Cleo dengan nada tinggi. "Lalu apa yang kau inginkan!" Darren berucap dengan nada tak kalah tinggi, kesabarannya mulai menipis. "Katakan apa yang kau inginkan Cleo." ucap Darren mengulang kalimatnya. Cleo terdiam sesaat, matanya menatap lekat pada Darren. Suaranya terdengar parau ketika berucap karena sisa-sisa tangisnya. "Aku telah meminta mu menikahi Aurora dan memberi mu kesempatan untuk berpikir sampai malam ini. Tetapi malam semakin menua dan kau sama sekali tidak menemui ku untuk memberikan jawaban." ucap Cleo dengan semangat penuh sambil menghapus air mata dengan jemarinya. Saat itu juga, kalimat umpatan langsung berkumpul di mulut Darren. Putranya sudah gila, bagaimana mungkin dirinya menikahi Aurora? Darren tidak bisa, dia harus bersikap tegas supaya Cleo mengerti bahwa dialah yang berkuasa disini. Dan perkataannya adalah perintah tanpa perlu penawaran sama sekali. "Tidak! Ayah tidak akan pernah menikahi perempuan itu! Kau boleh meminta apapun, tetapi tidak dengan menikahi Aurora." sahut Darren dengan suara menggelegar kejam. Cleo tertegun, air matanya kembali berderai. Pandangannya kosong, mulutnya gemetaran ketika berucap. "Jadi kau lebih memilih aku mati daripada memenuhi keinginanku, begitu?" tanyanya dengan suara lemah tak berdaya. Darren menarik rambutnya untuk melampiaskan rasa frustasinya yang semakin dalam. "Mengertilah Cleo, pernikahan tidak akan berhasil jika tidak ada cinta. Ayah tidak menyukai perempuan itu dan begitu pun sebaliknya. Kau harus paham akan hal itu." Darren memberanikan diri untuk melangkah, pelan dan hati-hati, mencoba meraih perhatian Cleo. "Tapi aku sangat menyukainya ayah? Tidak bisakah kau menurunkan sedikit ego mu untukku?" suara Cleo yang tercekat dipaksakan untuk berucap hingga membuat suasana itu hening dipenuhi kesedihan. Darren mengangkat tangannya melewati kepalanya, menunjukkan sikap menyerah. Dia tak lagi sanggup melihat ekspresi wajah Cleo yang sangat menderita. Dia sudah kehabisan kata-kata tak lagi mampu harus berbuat apa. Ketika langkah Darren semakin mendekat ke arah pintu balkon, dia langsung berhenti, tidak ingin mengambil resiko. Matanya yang biru berkaca-kaca ketika berucap. "Baiklah. Ayah akan menikahi Aurora." ucap Darren dalam satu tarikan panjang. Mendengar itu, wajah Cleo seketika bersinar. Matanya melebar senang sementara bibirnya mengurai senyum cemerlang. Karena rasa bahagia yang luar biasa, Cleo kehilangan tingkat kewaspadaan hingga membuat kakinya terpeleset dan terjatuh. Namun, Keberuntungan masih berpihak padanya karena saat ini tangannya telah digenggam oleh Darren erat-erat. Rupanya lelaki itu melompat cepat ketika melihat tubuh Cleo yang oleng dan dengan sigap menangkap pergelangan tangan Cleo sehingga membuat tubuh lelaki itu menggantung di sisi balkon. Suara teriakan yang saling bersahutan seketika memenuhi kamar itu. "Cleo, jangan lepaskan tangan Ayah." ucap Darren dengan suara mendesis lalu menarik tangan Cleo dengan kuat. Tubuh Cleo segera ditangkap oleh Darren untuk kemudian membawa ke dalam pelukannya. Darren melingkarkan kedua tangannya ke punggung Cleo, mendekapnya erat seolah takut lepas dari pandangannya, kemudian wajahnya menunduk lalu menghadiahkan kecupan beruntun di kepala putranya. Darren merasakan tubuh Cleo yang menggigil, sementara bibirnya mulai membiru. Jantung Darren semakin berpacu cepat ketika melihat Cleo sudah pingsan. Wajah Darren berubah panik, dia lalu menempelkan wajahnya di wajah Cleo, menyerap rasa dingin yang berasal dari tetesan-tetesan embun. Dipeluknya erat-erat putranya itu lalu mengusap-usap punggungnya memberi ketenangan. "Panggilkan dokter!" Suara teriakan itu langsung menyentak mereka dari rasa syok bercampur takut yang luar biasa. Secepat kilat mereka berhamburan keluar melakukan semua perintah Darren. "Tuan, dokter Evan akan segera tiba. Lebih baik tuan muda dibaringkan, pakaiannya harus segera diganti." Anthonio berucap dengan napas terengah, masih belum sadar sepenuhnya dari rasa syok. Darren mengangguk, kemudian membawa Cleo dalam gendongannya. Ketika kepala Cleo telah menyentuh permukaan ranjang, Darren tidak bisa menahan diri untuk menempelkan dahinya di dahi Cleo. Putranya telah selamat, tidak ada yang terjadi. Semua baik-baik saja. Dia berhasil menyelamatkan putranya. Darren tidak bisa membayangkan bagaimana dirinya yang tanpa sadar melompat ke pinggiran tebing untuk menangkap tubuh Cleo. Dia bahkan hampir terjatuh karena kehilangan keseimbangan. Beruntung Darren langsung sigap menumpukan bobot tubuh besarnya di kedua kakinya. "Ambilkan pakaiannya. Biar aku saja yang mengganti" Darren berucap tanpa menoleh ke arah Anthonio. Anthonio mengangguk lalu menolehkan kepalanya ke arah pengawal yang berjaga di depan pintu. Anthonio berucap lewat isyarat matanya. Setelah memberi perintah Anthonio kembali menolehkan pandangan pada Cleo yang terbaring lemah di ranjang. Seketika kepalanya terangkat dan matanya berpindah saat mendengar Darren kembali bersuara. "Bawa Aurora padaku. Jika dia menolak, bakar dan musnahkan seisi panti itu. Dia harus bertanggungjawab atas semua ini." ucap Darren dengan mengatupkan gerahamnya sambil tersenyum misterius. Perempuan itu akan ku beri pelajaran hingga membuat hidupnya hancur berantakan." sambungnya kemudian dalam hati. Hai hai.... Kami kembali, hihihi Teman- teman jangan lupa tap love yah, gak maksa sih. Kalau menarik di hati readers sekalian gpp dong love nya di tap.? Maaf kalau gak post tiap hari sebenarnya lagi nunggu ACC kontrak dulu. Doain yah cepat Clear, biar up terus deh.... Oh iah kalau ada saran dan masukan boleh banget loh, dipersembahkan untuk memberikan komentar yang positif di novel ini. Terimakasih semuanya, sampai jumpa di next chapter ✌️?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD