Chapter 23

1738 Words
Kami di sambut dengan ramah di sana, dan sementara Rumi menyelesaikan amanah yang di berikan padanya, aku akan bermain-main dulu dengan anak-anak panti di sini. Aku sangat senang bisa bertemu mereka, aku juga merasa lebih nyaman. “Halo, adik-adik. Lagi pada ngapain nih?” “Halo kakak. Lagi mainan.” “Oh, masih pada main ya?” “Ya, nama kakak siapa?” “Nama kakak, Raline. Kalian biasa panggil kakak, kak Line.” “Ya, kak Line cantik.” “Wah, kalian pintar. Puji kakak nih? Hahah, ya sudah. Kakak sudah memperkenalkan diri kakak nih, sekarang giliran kalian ya.” Setelah Raline mengajak anak-anak panti mengobrol dan memperkenalkan diri, aku menyuruh anak-anak itu untuk balik memperkenalkan nama mereka masing-masing. Anak-anak itu begitu bersemangat, melihat semangat mereka membuatku ikut merasakan apa yang sedang meraka alami juga. Aku mengajak mereka bermain bersama dan juga belajar bersama mereka, ini benar-benar sanagat menyenangkan, apa lagi melihat dan menyaksikan anak-anak itu tertawa bahagia. Setelah Rumi selesai dengan tugasnya ia ikut nimbrung bersama kami dan main bersama, kami larut dalam suasana yang menyenangkan itu. Dari pagi hingga siang begini, kami, aku dan Rumi bermain bersama anak-anak panti, hingga tiba waktu menunjukkan pukul 11 siang. Umi memanggilku, aku langsung menghampiri umi, ternyata umi mengajakku untuk membantunya masak makan siang, aku dengan petuh mengikuti umi ke dapur dan membantu umi memasak makan siang. Tetapi ternyata panti kedatangan tamu yang merupakan relawan panti dari komunitas yang sering mengunjungi panti, mereka membawa nasi kotak, jadi kami akan mengadakan makan siang bersama. Aku di dapur membantu beberapa saja karena tidak terlalu repot, semua makanan sudah ada nasi kotak mungkin hanya menambah sedikit saja siapa tahu masih kurang, aku membantu umi dan rekannya yang lain menyiapkan makan siang kami seisi panti. Aku belum tahu pasti komunitas apa yang datang ke panti tapi dengar-dengar, dari komunitas motor, dan ternyata komunitas itu juga memang sudah sering datang ke panti itu. Setelah selesai membantu umi, menata makan siang, aku pergi keluar dan ternyata lumayan ramai yang datang, kebanyakan laki-laki tetapi bukan berarti tidak ada perempuannya. Aku mendekati Rumi di tempat kami main bersama tadi sudah banyak dari anak-anak komunitas, mendekati dan mengajak anak-anak panti main bersama dan mereka juga terlihat sudah sangat akrab. Ketika aku akan mendekati Rumi ternyata Rumi sedang mengobrol dengan seorang pria dan itu sepertinya salah satu dari anak komunitas, aku mulai mendekati mereka dan pria itu berbalik badan saat ada seorang perempuan yang menghampirinya. Aku melihat ada tawa dan senyum manisnya di sana berbicara dengan seorang perempuan itu, dan sepertinya perempuan itu adalah salah satu dari bagian komunitas mereka. Di tempat ini dan tidak terlalu jauh dari mereka aku menatap mereka dalam diam, ada rasa yang lain yang aku rasakan. Hingga aku tidak menyadari kehadiran umi di belakangku, umi menyentuh lenganku yang langsung membuat aku terkejut, berbalik dan melihat umi disana yang tampak raut wajah bingung. “Kenapa berdiri diam disini?” “Gak apa umi.” “Kamu sudah memanggil mereka agar kita bisa makan bersama.” “Be, belum umi.” Ucapku tampak gugup dan bingung harus bagai mana aku juga menoleh ke arah belakang kemudian menatap umi, umi tersenyum padaku. “Ya sudah, biar umi saja yang panggil mereka, kalau kamu mungkin sedikit gerogi ya?” tanya umi dengan senyum ramahnya. “Maaf umi, saya malah bengong dari tadi.” “Gak apa. Ya udah umi panggil mereka dulu, kamu bisa duluan ke dalem ya.” “Terima kasih, umi.” Ucapku dan aku langsung masuk kedalam, aku merasa tidak enak badan sekarang. Setelah itu aku masuk kembali dan bergabung dengan para pengurus panti lainnya. Tidak lama dari aku masuk, Rumi juga ikut masuk dan duduk di sampingku. Rumi mengajakku berbicara, dan kami berbincang-bincang dan aku larut dalam obrolanku dengan Rumi hingga lupa jika di sekitarku ada Barack dan komunitasnya. Awalnya aku tidak tahu jika ada yang memperhatikan aku, jika manik mataku tidak menoleh ke arahnya, dia orang yang ingin aku hindari, tapi kami lagi selalu di pertemukan oleh alam dunia ini terasa sempit, kami selalu bertemu. Aku merasa hening tidak ada suara manusia yang bicara, Rumi yang mengajak aku mengobrol suaranya tidak terdengar oleh telingaku aku hanya mendengar suara angin bertiup menerpa rambutku yang menjuntai, kami saling tatap dan ia menampilkan senyumnya hampir saja seperti terhipnotis aku akan ikut tersenyum kalau saja perempuan yang ada di sebelah Barack tidak memanggil dan mengalihkan perhatian Barack dariku, aku yang baru tersadar kembali menatap Rumi dan memperhatikannya meski manik mataku kadang suka mencuri pandang pada Barack. Aku tidak menyadari ada seseorang yang datang mendekati aku, dia Noe teman Barack. Ketika ia menepuk bahuku aku yang terkejut refleks menoleh ke arahnya dan ia mengajak aku dan Rumi mengobrol, hingga kami menciptakan obrolan yang seru, hingga semua orang sudah pada kumpul di ruangan itu, kami siap untuk makan siang bersama. Setelah menyantap makan siang aku dan perempuan yang lainnya membantu umi ntuk membereskan bekas kami makan siang, Rumi berjalan mendekati aku di dapur, aku yang sedang mencuci piring di wastafel, Rumi menaruh tumpikan piring kotor didekatku dan kembali mengajak aku bicara, mungkin Rumi tidak ingin melihatku jenuh tidak ada teman ngobrol saat cuci piring, sampai akhirnya cucian piring itu selesai. Saat aku dan Rumi akan keluar, dari dalam di ruang tamu ini aku dapat melihat Barack dengan teman-temannya yang lain tengah berbincang dengan anak-anak panti di halaman, aku terdiam menatapnya, dan Rumi memperhatikan aku. “Kenapa gak di samperin?” “Gak harus lagi.” “Kenap gitu? Bukannya di pacar kamu?” “Ya, itu dulu.” “Maksudnya?” “Udah lah aku malas bahas.” “Raline, kita mau pulang sekarang?” tanya Rumi meminta pendapatku, dan tiba-tiba Noe datang menemui aku. “Hei, Raline. Aku mau bicara dengan kamu.” “Sekaang?” tanyaku, Noe tersenyum dan mengangguk. “Oke, mau bicara apa?” “Ya, gak disini juga kali.” “Terus dimana? Emang penting banget ya?” “Ya, obrolan kangen aja sih.” “Rumi, gak apa aku tinggal sebentar ya. Setelah ini baru kita pulang.” Ucapku dan Rumi mengangguk. Ya, aku dan Noe pergi jalan-jalan di sekitar panti kami mengobrol, yang awalnya mengobrol biasa kini obrolan kami menjurus pada hubunganku dengan Barack. “Noe, jika kamu mengajak aku bicara hanya untuk bertanya tentang hubungan aku dengannya, sekarang harus aku jelaskan sama kamu. Bahwa aku dan Barack sudah tidak ada hubungan apapun lagi, jadi aku mohon sama kamu, jangan bicara tentangnya saja.” Kesalku. “Aku pikir kamu masih mencintai Barack, Raline. Begitu juga dengan Barack dia masih sangat mencintai kamu, meski sejujurnya aku melihat ada yang berbeda dari barak sejak hampir satu tahun ini lebih tepatnya sejak insiden prank itu.” Ya, insiden prank Barack saat mendekati hari ulang tahunnya. Sejujurnya aku juga sangat menyesalinya, jika waktu bisa di putar kembali aku tidak akan pernah membuat ide gila itu, yang membuatnya sangat marah dan aku tidak tahu apa yang terjadi padanya saat itu. “Dia berbeda karena aku tahu betul dia dulu saat kamu bilang ingin mengakhiri hubungan, tapi Raline dia masih tetap Barack yang sama seperti dulu.” “Bagaimana dia dulu?” “Dia, dia sangat kacau dan suka main ke klub malam tidak hanya sekedar minum dia juga pernah dekat dengan seorang wanita pemotor juga tapi komunitas yang berbeda, and you know lah seperti apa yang akan terjadi dengan mereka saat itu. Tapi sejak hari ulang tahunnya dan kamu sudah kembali, perlahan dia mulai berubah kembali menjadi lebih baik tapi tetap saja ada yang berbeda dari dirinya.” “Aku sangat menyesal, tatapi mungkin ini sudah jalan kami, tidak di takdirkan untuk bersama. Dan, tadi aku melihat dia selalu bersama dengan seorang perempuan, mungkin dia sudah punya pacar baru, dan jangan bicara tentang hubungan kami lagi, tidak baik bisa aja nanti akan melukai hati seseorang.” “Siapa? Maksud kamu, Putri?” tanya Noe aku hanya mengedikkan bahu, ya aku juga belum tahu siapa nama perempuan itu kan, tapi yang selalu dekat dengan Barack ya ada satu perempuan mungkinsaja namanya Purti itu. “Dia teman dari pacarnya Setya. Jadi si Putri ini disuruh ikut motor Barack, tapi ya aku gak tahu juga kalo dia selalu ngintilin Barack.” “BTW, Noe. Aku mau pulang, gak enak juga Rumi nungguin dari tadi.” “Ya, ati-ati ya.” Ucap Noe dan aku tersenyum lalu mengangguk dan pergi lebih dahulu dari Noe mendekati Rumi dan umi disana. Aku dan Rumi pamit pergi, pada umi dan seluruh penghuni panti. Di perjalanan aku hanya diam dan Rumi juga fokus dengan jalan, tak lama Rumi kembali mengajak ku bicara, tapi rasanya aku tidak mood lagi. “Ya, kumat deh. Kalo ada masalah itu keluarin biar plong bukan di pendam sendiri. Mumpung ada aku nih, pangeran baik hati, siap menjadi pendengar setiamu.” “Lagi gak pingin ngomong apapun.” Ucapku, Rumi menghela napas. “Kebiasaan dari suka diem aja, aku lebih suka kamu yang dulu. Kalau ada masalah dan unek-unek itu di keluarin, aku lebih suka kamu yang bawel dengan sifat manja kamu itu.” “Rumi, aku bukan anak kecil lagi.” “Aku tahu kalau sahabat aku ini bukan anak kecil lagi, tapi kan disini hanya ada kita berdua gak ada yang liat juga kan, jangan sok cantik deh, yang jaga image biasanya juga suka jambakan.” “Stop, berisik tahu.” Ucapku sambil mengambil napas lalu aku hembuskan perlahan. “Aku pingin pingin camping.” “Camping?” aku mengangguk dengan senyumku. “Tapi gak hari ini kan?” lanjutnya bertanya. “Ya, harus hari ini lah.” “Mana bisa.” “Bisa aja.” “Aku yang gak bisa.” “Kenapa?” “Cutiku dah cukup satu hari minggu ini.” “Makanya buka resto sendiri dong.” “Tenang lagi, di susun.” “Baguslah.” Ucapku, ia mengangguk dengan senyumnya. “Jadi butuh hiburan?” tanyanya. “Kenapa? Mau nemenin aku happy-happy hari ini?” “Ya, bisa. Mau ikut gak?” “Kemana?” “Ada deh.” Ucap Rumi yang memutar stirnya dan membawaku untuk pergi ke suatu tempat, yang aku sendiri belum tahu akan di bawa Rumi pergi kemana. Tapi seharusnya aku menikmati perjalanan ini kan, Rumi sudah mengorbankan waktunya untukku hari ini, tapi tidak juga sih, karena kami selalu ada timbal balik, meski tidak meminta, jika tadi aku yang menemani Rumi mungkinsekarang dia yang akan menemaniku, lebih tepat dia akan menghiburku hari ini, yang entah aku akan di bawa kemana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD