Chapter 23

1518 Words
“Halo?” “Ya, Halo cukkkk, gimana hari ini?” “Alhamdulillah hari ini lumayan menyenangkan, di butik lancar semua. Meskipun kemarin sempat terbengkalai karena aku tidak ke butik tapi cuti sehari, tadi pagi pegawai beri tahu aku jika kemarin ada banyak costumer yang datang dan pulang sengan tangan kosong.” “Lalu?” “Aku sudah menghubungi mereka satu persatu, bahwa pesanan mereka sudah bisa di ambil di butik, dan beberapa juga saudah ada yang datang, meskipun sebagian juga belum.” “Semangat terus ya, sukses selalu kariernya.” “Terima kasih karena selalu mendukung ku, hingga sekarang.” “Aku senang jika melihat kamu senang, Raline. Kamu pantas bahagia dan gak harus memikirkan orang yang tidak memikirkan kamu.” “Sekali lagi terima kasih banyak, Ven.” “Ucukkk, harus istirahat sekarang, pasti lelah seharian kerja. Ven juga akan mandi dulu setelah itu makan malam.” “Ya, bye.” Panggilan itu pun berakhir. Aku meletakkan ponsel pintarku di atas nakas, dan masuk menuju walk in closet, mengambil piyama yang akan aku kenakan lalu aku gantung di pintu lemari, aku elus sejanak dengan senyum yang mengembang di wajahku, aku keluar dari walk in closet dan pergi menuju kamar mandi, aku melepas seluruh pakaian ku dan mengisi air hangat di dalam bathtub, mencampurkan sabun dengan aroma terapi yang menguar di dalam ruangan yang kecil itu. aku begitu menikmati kenikmatan dari dalam bathtub yang penuh dengan sabun itu, hingga akhirnya selesai juga, aku mengambil kimono dan handuk yang ku lilitkan di rambut coklatku yang sudah mulai memanjang. Aku berjalan keluar dari kamar mandi, mengambil ponselku di atas nakas dan langsung membuka pintu kamar, aku berjalan menuju dapur dan duduk di atas kursi meja makan, ku letakkan ponsel pintarku di atas meja, piring yang terbalik di atas meja itu aku balik dan segera ku isi dengan nasi juga lauk seafood yang tadi aku masak ulang. Aku menikmati makan malam ku sendiri, hah! Serba sendiri dah, ya begini sekarang jomblo dan gagal dah rencana nikah tahun depan, hampir tiga tahun bengun komitmen untuk nikah muda gagal, tapi tidak apa Tuhan pasti punya rencana lain untukku. Nikmat juga sayurku meskipun menikmatinya sendiri, tidak ada teman bicara ataupun tenan curhat atau tempat hanya sekedar untuk bercerita dan berkeluh kesah, hingga makan malam ku telah selesai aku meneguk habis air puti di atas meja dekat dengan piring bekas aku makan yang kini telah kosong. Baru saja aku meletakkan gelas kosong ku di atas meja, ponsel pintarku berdering, aku melirik ke arah ponselku, dan menggapainya. Aku menatap layar ponselku yang berdering itu, siapa yang melakukan panggilan telephon? Ternyata Nike, dia melefon ku? Ada apa? Apakah dia ingin nyengnyong lagi denganku? Hah! Entahlah, lebih baik aku angkat saja telefon darinya, agar aku bisa tahu apa tujuannya. Segera aku geser gambar hijau di layar ponselku dan terdengar suara dari seberang. “Haloooo.. Raline.. sedang apa kau sekarang?” tanyannya, reflek aku langsung menjauhkan ponsel pintar milikku dari daun telingaku, berdengung rasanya telingaku sakit sekali, mendengar suara cempreng dari Nike ini. “Baru selesai makan.” “Whaha, gimana, giman keluar lagi gak, enek gak? Mau muntah gak lo denger suara indah semlehoy gua tadi?” tanyannya dengan tampang tanpa dosanya itu, aku memutar bola mataku dan menghela napas lelah. “Saking semlehoinya aku dah gak bisa muntah lagi, dah ke telen.” Jawabku yang membuatnya tertawa terbahak-bahak. “Ada apa?” “Eh, besok temenin gue ya, ke mall.” “Mall?” “Ya, ke mall. Bisa lah ya, besok aku jemput deh di butik lo.” “Okay. Gak masalah, aku juga ada yang mau aku beli sih.” “Okay, fiks. Tunggu aku di butik lo besok.” “Siap.” Panggilan telepon itu berakhir. Aku menaruh kembali ponselku di atas meja makan itu dan aku menuangkan kembali gelas yang kosong, kini terisi dengan air putih langsung ku teguk habis air putih dalam gelas itu. aku menghela napas lalu berjalan menuju wastafel dan mencuci piring bekas aku makan. Setelah selesai mencuci piring aku langsung mencomot ponsel genggamku di atas meja dan berjalan menuju kamar tidur, aku berencana akan tidur lebih awal malam ini, aku melihat jam beker di atas nakas sudah pukul 9 malam, biasanya aku akan tidur pukul sepuluh atau 11 malam tapi malam ini aku akan tidur lebih awal saja. Aku menaruh ponselku di atas nakas dan menghempaskan tubuh lelahku di atas ranjang king size milikku ini. Tanpa aku sadari tidak lama setelah aku menjatuhkan tubuhku, aku langsung terlelap dalam tidurku. *** Beraktifitas seperti biasa, begitu juga pagi ini. Bangun tidur aku langsung menuju kamar mandi, sengaja pagi ini aku tidak membuat masakan untuk bekal, cukup makan roti dan segelas s**u hangat saja pagi ini. Ritual mandiku telah selesai sekarang aku berjalan menuju walk in closet dan mengganti pakaian ku, kemudian merias wajahku di depan cermin meja rias, setelah itu barulah aku keluar dengan menenteng tas dan blazer di lenganku, aku berjalan menuju meja makan dan menaruh tas selempang dan juga blazer ku di atas meja, aku membuat segelas s**u dan mengambil roti dari dalam kulkas yang kemudian aku lumuri dengan selai. Aku meneguk habis s**u hangat yang telah aku seduh, kemudian menyuapi rotiku ke dalam mulutku perlahan dengan nikmat, lalu aku mengambil tas selmpang di atas meja itu dan mengenakannya juga blazer ku aku bawa bersamaku namun bukan aku kenakan akan tetapi tetap aku jinjing dan keluar dari apartemenku menuju garasi, tempat biasa si putih bertengker. Seperti biasa aku akan memanaskan si putih terlebih dahulu barulah aku akan pergi meninggalkan gedung apartemenku itu. Setelah memanaskan si putih, aku langsung melajukan si putih ke jalan raya dan berbawur dengan kendaraan lainnya. Beberapa saat perjalanan dari apartemen menuju butik akhirnya sampai juga, aku langsung memarkirkan si putih dan masuk ke dalam butik. Ketika, kakiku melangkah masuk ke dalam butik langsung saja aku di sambut dengan cengir dari sahabatku itu, Nike Faradilla. Aku membulatkan mataku, menatapnya. “Sepagi ini?” “Kenapa? Jangan siang-siang say. Ini saja aku bolos kerja.” “Parah lu, nol.” “Hahaa, gak apa sih. Yok berangkat sekarang!” Sesampai di parkiran aku terdiam dan aku lihat dia tampak fokus dengan gawai yang ada di tangannya itu. “Mobil lu, mana?” tanyaku, ia mengalihkan pandangannya dari gawai miliknya ke arahku. “Gak bawa, hehee.. tadi aku minta antar sama sopir papa.” “Terus?” “Ya, gak terus lah, bawa mobil lu aja, cepatan.” Ucapnya dan aku berdecak melangkah menuju si putih. “Ayo, buruan!” ucapnya. “Sabar sih. Baru juga pukul 9 pagi.” “Ihh, jangan lama-lama, lelet lu.” “Apa? Lelet, jangan banyak protes deh, yang minta temenin siapa, pakai mobil siapa lagi?” “Ngomel aja lo, bawel.” Aku berdecap menatapnya. “Jadi gak nih?” kesalku. “Ya, ayok.” Aku melajukan kendaraan ku menuju tempat tujuan kami pagi ini, mall. “Lo, mau beli apa sih di mall?” tanyaku, saat kami ada di dalam mobil. “Ada deh, rahasia.” Ucapnya, aku lihat dia malah mengutak atik tombol dan mengganti lagu yang aku dengarkan, mencari lagu yang membuatnya merasa nyaman di telinganya. “Lo, mau beli apa?” lanjutnya, bertanya padaku. “Ada, yang mau aku beli juga, biasa lemari pendingin gua dah minta di isi.” “Kenapa? Kosong melonpong, ya? Tanyanya mengejek. “Ya, tau sendiri. Kalau udah kosong melompong ‘kan udah gak enak untuk di liahat.” “Ya, ya deh. Serah lu aja.” Beberapa menit perjalanan, akhirnya kami sampai juga di dalam gedung mall, aku perhatikan dia tidak banyak bicara, dia hanya tetap fokus dengan gawainya dan sesekali dia akan tersenyum menunjukkan cengirnya itu. Memasuki lantai dasar gedung langsung menuju lift dan kini kami telah berada di lantai 3 gedung ini. Aku masih terus mengekorinya, kemana dia akan menghentikan langkah kakinya itu. Ternyata dia memasuki restoran yang ada di lantai tiga ini, aku masih tetap mengikuti langkah kakinya. Nike menghentikan langkahnya tepat di depan sebuah meja yang terdapat seorang pria gagah disana. Dia terduduk langsung di hadapan pria itu, menyuruhku untuk duduk di sampingnya, dan aku juga ikut terduduk. Kami mengobrol biasa, sekedar basa basi perkenalan, hingga percakapan mereka terhenti ketika pria paruh baya menghampiri kami. “Ayah?” “Tuan Aprilonda.” “Ah? Tuan Deri? Apa kabar?” “Alhamdulillah sangat baik.” “Ada keperluan apa disini?” “Sedang makan siang dengan seseorang.” “Ah? Mereka?” “Yes.” “Ayah, hehe.. maaf ya, Nike bolos kerja.” “What? Ayah?” “Ya, Lion. Ini ayahku Deri.” “Tidak disangka-sangka, tuan Lion.” “Ya, kau benar tuan Deri, ternyata aku bertemu dengan putrimu.” Ucap Pria itu dan ayah Nike langsung pamit pulang. “Tuan Lion, sering-sering datang kerumah. Aku mengundangmu.” “Terima kasih, Tuan Dari.” Itu merupakan percakapan terakhir dari ayah Nike dan pria gagah itu, ternyata lelaki yang Nike temui merupakan rekan kerja dari ayah Nike sendiri, pantas saja Ayah Nike dan pria itu terlihat akrab karena mereka memang sudah lama kerja sama bisnis di perusahaan yang mereka dirikan masing-masing itu. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD