Prolog

585 Words
Seseorang tiba-tiba mendorong tubuhku melesak kembali masuk ke kamar mandi. Napas hangatnya membuatku sesak. Bau busuk alkohol yang dulu sangat kusuka, menusuk penciumanku hingga mendorong sesuatu dalam perut ingin keluar. Mual. Aku sangat mual. "Fay!" Mataku melebar sempurna, lelaki yang sudah kulupakan keberadaannya kini berdiri di depanku dan berbuat kurang ajar. Ke mana semua orang? Kenapa pria ini bisa masuk ke kamarku? "Bah! Bu! Mas Indra! Tolong Lian!" Aku berteriak sekuat tenaga. Berharap satu dari mereka datang dan menolong. Tidak ada suara sesiapa. Rumah ini sangat sepi. Ya Tuhan, aku baru ingat tadi pagi Ibu bilang akan ke rumah Bude dengan Abah. Karena perjalanan lumayan jauh, tidak mungkin mereka berboncengan, Mas Indra pasti menyetir mobil untuk mereka. "Diam Jalang!" seru Fay meremas mulutku hingga rasa sakit dan perih menyusul kemudian. "Tidak! Kamu mau apa di sini?" Ya Tuhan aku sangat takut. Apa yang akan pria ini lakukan? Handuk yang terlilit di tubuh bahkan tak menutupi dengan benar. "Heh!" Fay memiringkan senyum. "Kamu sudah tau aku akan datang rupanya." Matanya melotot memandangi tubuhku. Jika aku tak bisa memilikimu setidaknya biarkan aku yang merasakannya pertama kali." "Tidak, Fay. Aku akan menikah! Lepaskan kumohon!" Aku meronta sekuat yang kubisa sampai memohon-mohon padanya sambil menangis. 'Ibu, Abah ... aku takut.' Upayaku gagal, pria itu sedang tidak waras karena di bawah pengaruh alkohol. Tubuh ini tak bisa bergerak karena sudah terkunci olehnya. Air mata semakin deras seiring perbuatan kotor yang Fay lakukan padaku. ______ Suara-suara obrolan terdengar dari arah depan, tak lama menyusul suara derit pintu terbuka. Keluargaku sudah datang. "Li!" Ibu memanggilku. "Li!" Suara itu makin mendekat, karena tak ada jawaban. "Li kamu kenapa?" Ibu bertanya sembari menghambur ke arahku. Ia mulai panik melihatku menangis lebih keras karena kedatangannya. Apa yang terjadi antara aku dan ibu, memancing Abah dan Mas Indra turut masuk ke kamar. "Kamu kenapa Li?" Abah juga bingung melihat keadaan anaknya. Lidahku masih kelu, aku merasa jijik pada tubuhku yang kotor. "Katakan, Li. Jangan buat Ibu dan Abah bingung." Ibu mulai mendesak. Sekilas kulihat Mas Indra bergerak ke luar kamar seperti mencari sesuatu. Tak lama ia kembali. "Bah, ada yang mendobrak pintu belakang!" seru Mas Indra. Pintu itu pasti Fay yang mendobraknya. Lelaki k*****t yang nekad merenggut kehormatanku. Aku tidak akan memaafkanmu, Fay! Tidak akan! "Apa ada maling? Apa kamu dilukai?" Ibu yang sudah duduk di hadapan, memegang dua pundakku. "Jawab Li, jawab!" teriaknya lagi. Apa yang harus kukatakan? Aku terlampau takut. Semua akan menghancurkan masa depanku. Bagaimana dengan pernikahan dengan pria bernama Ubaidillah anak Kiai dari Pesantren Nurul Falah? Tidak semua gadis punya kesempatan bisa menikah dengan pria sebaik dia. Aku takut, jika aku jujur keluargaku akan membatalkan pernikahan ini. ____________ Lelaki yang sudah menikahiku, seperti panik mencari sesuatu. Ia bolak-balik sprei yang sudah berantakan karena malam pertama kami jadi semakin berantakan. Sementara aku menarik selimut menutupi tubuh. "Ada apa, Gus?" "Mana? Ke mana bercak darahnya?" Ia bertanya tanpa melihat ke arahku. Gawat, apa dia akan tahu bahwa aku tak perawan lagi? Bagaimana aku akan menjelaskannya? Sampai bosan ia tak menemukan apa yang dicari, Gus Bed beralih padaku. Ia manatap lekat-lekat sampai kulihat dua manik mata hitam miliknya. "Dik, katakan padaku sejujurnya. Kenapa tak ada bercak darah? Bukankah saat lamaran kamu bilang, kamu masih perawan?" Suara itu menekan dengan wajah yang mulai merah padam. Allahu ... aku takut. Ini kah yang dimaksud ujian hijrah? Aku memang pernah jadi pecandu narkoba. Tapi aku bukan seorang p*****r atau pun pezina, dan kini haruskah hidup bertahan dengan kebohongan dan menjadi noda dalam pesantren? BERSAMBUNG respon banyak kita gaskeun.?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD