1. First Saw Her

3118 Words
“Kita harus cari siapa pembunuh mama. Gue pengen ngomong sesuatu yang bakal bikin dia menyesal, setelahnya gue serahin semuanya ke polisi.” Dareen mengetuk pisau di atas piring makan sembari melampiaskan emosinya. Dareen Arsenio adalah laki-laki berusia 22 tahun yang baru saja menyelesaikan pendidikan S1 nya di luar negeri. Dareen adalah anak tertua dari keluarga Arsenio. Kini, dia tengah mengemban peran yang cukup berat yaitu menjalankan perusahaan milik papanya. Sifatnya yang tegas, tenang, serta bijaksana membuat papanya tak ragu untuk menyerahkan semua tanggung jawab perusahaan kepada anak sulungnya itu. Adelard Arsenio, anak kedua dari pasangan Harun Arsenio dan Mila Andriani itu bergeming, dia sama sekali tak bereaksi dengan apa yang baru saja kakaknya katakan. Berbeda dari Dareen kakaknya, Adelard cenderung lebih cuek dan dingin, dia tak banyak bicara. Namun, remaja 18 tahun ini dikenal sebagai pribadi yang cerdas. Memenangkan berbagai macam olimpiade di sekolah dari SD hingga SMA sudah sering dia rasakan. Terhitung sudah 2 tahun setelah kepergian Mila, mama mereka. Dari hasil autopsi forensik, Mila meninggal akibat keracunan. Yang mana Mila telah menjadi korban pembunuhan. Hal ini mengundang hasrat bagi ketiga putranya untuk mencari keberadaan sang pelaku. Kini pembunuh Mila tengah melarikan diri, sampai sekarang polisi masih terus mencari dan menyelidiki dimana keberadaan pelaku tersebut. Tentunya, ketiga putranya juga tidak tinggal diam. Mereka juga berusaha untuk terus melakukan penelusuran terhadap kematian mamanya. “Gitu doang? Kenapa gak kita abisin aja sekalian?” tanya Galen si putra bungsu. Galen Arsenio, remaja berusia 16 tahun ini baru saja menginjak bangku SMA. Meskipun begitu, ambisi dan semangatnya selalu lebih berkobar dari kedua kakaknya. Dia memiliki sifat yang gegabah, rasa ingin tahunya dan dendam yang menyulut hatinya sangat membuat dia bersemangat untuk menemukan siapa pelaku pembunuhan dari orang yang paling ia cintai itu. Dareen menangkal cepat pertanyaan Galen, “Gak bisa, sama aja kita bunuh dia nanti. Pokoknya kalian harus tenang, cepat atau lambat kita bakal tau siapa pelakunya.” Galen mendengkus kasar, seolah dia tidak puas dengan pernyataan Dareen. Bagaimana bisa Dareen bersabar untuk ini? Yang Galen inginkan hanyalah membalas perbuatan pembunuh mamanya secara setimpal. “Permisi, den. Ini kopinya diminum dulu atuh.” Bi Arum, asisten rumah tangga di rumah ini, ia menghidangkan secangkir kopi panas dihadapan Dareen. Sudah puluhan tahun Bi Arum bekerja dengan keluarga Arsenio, yang tentunya ia tahu bahwa ketiga putra Arsenio ini tengah menyelidiki siapa pembunuh mama mereka. “s**u aku mana, Bi?” pinta Galen. Bi Arum menepuk dahinya kasar. “Oh iya, Den, Bibi lupa. Bibi ambilin dulu, ya.” “Lagaknya ketua geng motor, tiap pagi mintanya minum s**u,” kekeh Adelard. Dareen yang tengah asik menyeruput kopi pun hampir tersedak akibat ejekan Adelard. Dia turut menertawakan adiknya yang pemarah dan sok jagoan itu. Membuat Galen menatap mereka berdua geram dengan tatapan ketus serta sinis yang menjadi andalan ketika dia sedang kesal. “Lo bisa diem gak? Emang gak boleh ketua geng minum s**u?” Kini lemparan pertanyaan Galen semakin mendapatkan gelak tawa dari Adelard dan Dareen, membuatnya semakin kesal dan ingin memaki kedua kakaknya itu. “Eh tuan tuan muda ini pada ngetawain apa, atuh? Kok renyah banget, kasih tau Bibi dong.” Bi Arum yang selalu ingin tahu baru saja datang dengan segelas s**u hangat untuk Galen. “Udah deh, Bi, diem. Mending sana lanjut beresin dapur!" cela Galen. Jam dinding sudah menunjukkan pukul tujuh lewat lima belas yang artinya proses belajar mengajar akan segera dimulai. Adelard dan Galen pun bersiap untuk berangkat ke sekolah, sedangkan Dareen bersiap untuk pergi ke kantor. Galen yang notabene adalah seorang anak geng motor—selalu mengendarai motor gede untuk pergi ke sekolah. Jaket kulit warna hitam, sarung tangan, serta helm yang melekat di kepalanya adalah satu kesatuan yang tak boleh tertinggal. Lain halnya dengan Adelard, dia yang dikenal dingin dan tak banyak bicara, serta tak suka dengan apapun yang berbau geng—mengendarai mobil sedan yang telah diberikan oleh papanya ketika dia memenangkan olimpiade matematika saat kelas 11 dulu. Meskipun berbeda, pesona keduanya selalu sama dihadapan para siswa di SMA Lentera Bangsa. Keduanya memiliki pesona yang memikat dengan segudang prestasi dan talenta yang mereka miliki. Adelard adalah seorang siswa yang pintar dan berprestasi. Dari segi paras, Adelard memiliki wajah yang tampan dan tegas. Rambutnya yang tertata rapi dengan tubuh tinggi dan kekar membuat aura positifnya terpancar. Tapi satu kekurangannya, dia sangat sulit tersenyum. Dia bahkan sangat cuek dan sering berperilaku dingin terhadap sekitar. Namun, bagi para siswi disini, sifat Adelard tersebut lah yang membuat mereka semakin tertantang dan penasaran dengan sosoknya. Selain itu, Adelard juga gemar melakukan olahraga tinju, tak ayal jika dia memiliki tubuh yang kekar dan proporsional. Karena pada dasarnya, Harun Arsenio selalu mendidik anak-anaknya untuk bisa melakukan bela diri. Galen Arsenio juga tak kalah populer. Meskipun dia baru saja menginjak bangku SMA, pesona yang dia tonjolkan mampu membuat hati para siswi bergejolak. Bagaimana tidak, Galen adalah ketua geng motor dengan sejuta pesona, wajahnya yang ketus dengan alis tebal membuat parasnya semakin indah dipandang. Tubuh tinggi dengan kulit sedikit sawo matang menambah kesan eksotis dan gagah. Geng motor yang diberi nama Orion tersebut memiliki 4 anggota pentolan diantaranya; Galen Arsenio, Finn Rainer, Eric Saguna, dan Ian Zayden. Keempat pentolan ini memiliki paras yang sempurna, menjadi sasaran para siswi di sekolah bak makanan sehari-hari. Bahkan mereka sering merasa pusing dengan tingkah siswi-siswi yang sering mencari perhatian pada mereka. Tak hanya itu, keahlian bela diri mereka juga patut diacungi jempol. Karena pada dasarnya Galen dan kawan-kawan membentuk geng ini bukanlah untuk melakukan kejahatan, membuat keonaran, atau melakukan balap liar. Galen ingin membuktikan kepada orang-orang yang memandang miring tentang geng motor, terutama pada Dareen dan Adelard. Dia ingin membuktikan bahwa geng motor juga bisa melakukan hal-hal positif untuk sekitar. Seperti nama gengnya, Orion merupakan salah satu rasi bintang paling terang dan indah di langit malam. Rasi ini mungkin merupakan rasi yang paling terkenal dan mudah dikenali di angkasa. Galen ingin jika gengnya ini bisa membawa nama besar geng motor dikemudian hari. Dia percaya bahwa geng motor Orion akan menjadi geng besar yang banyak memotivasi banyak orang, sehingga merubah opini buruk mereka tentang geng motor. Karena pada dasarnya banyak sekali hal positif yang telah dilakukan oleh geng motor Orion, seperti melakukan santunan terhadap kaum duafa di berbagai daerah terpencil, melakukan amal untuk pembangunan jembatan, membantu relawan turun kejalan, dan masih banyak lagi. *** Pagi ini terasa lebih cerah dari sebelumnya, sinar matahari yang begitu hangat berhasil menyentuh kulit Galen. Taman dengan pohon yang cukup rindang adalah tempat favorit Galen dan ketiga temannya untuk berbincang sebelum bel masuk berbunyi. Galen melihat ketiganya yang sudah lebih awal datang dengan berbagai candaan yang mereka lontarkan. Suara Ian yang cukup memekakkan telinga membuat Galen menyunggingkan senyum manisnya. “Hei, bro!” sapa Galen kepada ketiga temannya itu. Selayaknya anak motor, mereka memiliki varian unik untuk bersalaman. Kegiatan yang selalu mereka lakukan saat bertemu dan berpisah dengan tujuan solidaritas. Mulai dari high five, mengepalkan tangan lalu saling memadukan, melentikkan jari dengan mengikuti gaya ombak, serta memadukan bahu layaknya ingin bertarung. Entah lah, tapi itu semua terlihat konyol namun kompak. “Buset, parfume lo ganti lagi, Gal?” Ian mengendus tubuh Galen. Ian adalah anggota Orion yang paling ceria dan lucu, satu-satunya anggota yang tidak memiliki tatapan beringas. “Lo mau? Nanti ambil di markas.” Ian mengangguk setuju lalu mulai naik keatas punggung Eric. Dia tertawa bahagia sambil memukul mukul pundak Eric, membuat Eric memekik kesakitan. Finn yang menyaksikan dua sahabatnya ini hanya bisa menggelengkan kepala sambil tertawa lepas. Disela canda tawa mereka, tiba-tiba Adelard datang dengan wajah lempeng dan jutek andalannya. Galen sudah paham bahwa kakaknya ini tidak suka dengan sesuatu yang berbau geng motor, dan ia menduga bahwa kedatangan Adelard adalah untuk memarahinya. Ah, sudah basi baginya. Karena dari awal Adelard sudah mengingatkan Galen untuk keluar dari geng Orion, tapi dia tetap kukuh dan semakin membabi buta dengan menjadi ketua geng. Namun, Adelard tidak pernah menaruh dendam pada Galen, dia hanya menyayangkan keputusan adiknya itu. Pada dasarnya hanya satu kekhawatiran Adelard, yakni takut jika adiknya ini terjerumus pada pergaulan yang tidak baik. Bukan hanya Adelard, tapi Dareen juga sangat menentang hal itu. Namun, Dareen lebih memilih untuk bersikap masa bodoh dengan apa yang telah dipilih oleh Galen. Terlebih jika tidak ada sesuatu yang membahayakan nyawa Galen ataupun perbuatan di luar batas. Dareen masih bisa bertoleransi, tapi, jika sesuatu buruk terjadi dan mencoreng nama baik keluarga Arsenio, Dareen lah yang akan maju paling depan. “Nanti gue mau ngomong hal penting sama kalian,” tutur Adelard tanpa babibu. Keempat adik kelasnya itu saling menatap, lalu berganti menatap Adelard kebingungan. Tak ada satupun yang mau menjawab, masih mematung dengan pikiran melayang. “Di markas kalian,” lanjutnya. Masih, keempatnya masih mematung dengan Ian yang tak mengatupkan mulutnya sejak tadi. Hingga Adelard menghilang tanpa bayang dan sehelai rambut pun yang tertinggal, Eric mulai berdecak, “Ngapain sih kakak lo?” Galen hanya mengedikkan bahunya, sementara Finn tengah asik memetik kan jarinya berulang kali dihadapan Ian. Harap-harap Ian segera mengatupkan mulutnya sebelum ada lalat yang mulai tertarik untuk masuk ke dalamnya. *** Pukul lima sore dimana matahari mulai bersembunyi dari aktivitasnya menyinari hari Adelard. Kini Adelard tengah membelah jalanan ibu kota yang padat akan manusia yang sudah letih, manusia yang sama-sama ingin segera menikmati indahnya berteduh dan beristirahat. Ia ingat akan janjinya tadi, bertemu dengan anak-anak Orion di markas mereka. Adelard masih bisa mengingat jelas bagaimana reaksi keempat pentolan Orion tadi saat menyaksikan dirinya yang datang tiba-tiba untuk mengajak mereka bertemu. Membuat seulas senyum terpancar dibibir Adelard, mereka terlalu konyol. Keempatnya terheran karena mereka tahu bahwa sebelumnya Adelard sangat tidak sudi untuk menginjak markas Orion. Ketar ketir di hati mereka menjelajah seluruh tubuh, pikir buruk akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Lagu When I Was Your Man milik Bruno Mars mengiringi perjalanan sunyi Adelard, karena ia yang terlalu cuek dan malas berbicara, satu bait lirik pun tak terucap dari mulutnya. Hingga terlintas satu nama di dalam benaknya. Hyuna, gadis cantik yang dua tahun lalu sempat menghiasi harinya. Namun, kini telah usai. Hyuna telah merenggang nyawa 2 hari setelah kematian mamanya. Ditengah lamunannya, tanpa sadar ia hampir saja menabrak wanita yang tengah melintas asal di hadapannya. Membuat dirinya harus mengerem secara mendadak. Untung saja tidak ada sedikitpun bagian tubuhnya yang terluka. Adelard segera melepas seat belt nya sesaat dia menyadari bahwa wanita tersebut tengah terbujur lemas di jalan. Dia segera berlari untuk memastikan kondisi wanita itu. “Astaga!” seru Adelard. Gadis itu mengerjap setengah sadar, melihat wajah laki-laki yang baru saja mengangkat tubuhnya untuk duduk. Di ingat-ingat olehnya siapa sosok yang familiar itu. Hingga sayup-sayup angin mengantarkannya pada kejadian 2 tahun silam. “Tante udah lenyapin dia, sekarang hidup kamu dan tante bisa terjamin. Kamu bisa lanjutin SMA kamu di ibu kota. Kamu bisa hidup enak seperti teman-teman kamu yang lain.” Gadis itu mengerjapkan matanya berulang kali untuk dapat dengan jelas mengamati siapa laki-laki yang tengah menatapnya miris ini. “Ini foto anaknya Om Harun, pacarnya sekarang juga udah lenyap. Sekarang giliran kamu yang dapetin dia. Kamu jangan sampai nyesel, Je!” suara itu kembali mengisi pikirannya. Membuatnya mengerjap sambil terus menggelengkan kepalanya. Benar saja, apa yang baru saja dia lihat memanglah tak salah. Foto itu dan laki-laki di depannya ini memiliki wajah yang persis. “Lo gak apa-apa?” tanya Adelard memastikan. Terlihat gadis itu masih tertegun, ada tatapan ketakutan saat melihat wajah Adelard. Tidak, dia tidak takut karena Adelard hampir saja menabraknya. Namun, dia mulai teringat dengan siapa sosok di hadapannya ini. “Hei, lo sakit?” Kini Adelard mulai sedikit mengguncang tubuh gadis itu. Nihil, Adelard tak mendapat respon darinya. Dia hampir lelah, tatapannya kini berganti pada bagian-bagian tubuh gadis itu. Memastikan bahwa tidak ada bagian tubuh yang terluka. Gadis ini memang tidak terluka, tapi dari yang Adelard lihat, gadis ini terlihat lemas dengan wajah pucat disertai demam yang tinggi. Tanpa pikir panjang, Adelard langsung menggendong gadis itu ke dalam mobil dan segera membawanya ke rumah sakit. Adelard terus melirik ke sebelah kemudinya, memastikan bahwa gadis itu masih bernapas atau tidak. Dia takut jika saja gadis itu merenggang nyawa maka dia yang akan disalahkan. Setelah beberapa saat, gadis itu membuka matanya. Dengan gemetar, dia meraih tangan Adelard. “Kamu mau bawa aku kemana?” “Lo sakit, gue mau bawa lo ke rumah sakit.” Sepertinya tatapan serta intonasi ketus sudah menjadi bagian dari diri Adelard. “Nama aku Jehan ...." “Gue gak nanya nama lo.” Raut wajah gadis bernama Jehan itu seketika berubah masam, Adelard benar-benar tidak menghargainya. Sifat ketus dan dingin Adelard membuat Jehan tidak nyaman berlama lama duduk bersama seperti ini. Jika Jehan kuat, dia akan turun dan pergi seorang diri ke rumah sakit. Kini perjalanan pun terasa sangat jauh bagi Jehan, entah karena ia tidak mengenal kota ini atau karena ia tengah duduk bersebelahan dengan manusia sedingin kutub utara ini. Yang jelas, kesan pertama Jehan terhadap Adelard cukup buruk. Bahkan Adelard sama sekali tidak mengajaknya bicara sekadar basa-basi untuk memecah suasana ataupun menghilangkan rasa bosan. *** “Perbanyak istirahat, jangan terlalu stres, dan tetap konsumsi makanan bergizi, ya. Saya permisi dulu.” Dokter laki-laki berkacamata itu meninggalkan Jehan dan Adelard. Adelard mulai menatap Jehan dengan tatapan ketus nan tajam. Tatapan yang cukup Jehan benci. Tatapan yang membuatnya teringat tentang dosa-dosa dimasa lalu. Dosa-dosa yang tidak seharusnya dia tanggung. “Lo siapa?” Adelard membuka suara. Bibir Jehan bergetar, saliva nya terasa begitu sulit untuk ditelan, serta lidahnya yang tiba-tiba keluh membuatnya sulit untuk menjawab pertanyaan Adelard. Adelard membuang napas, rasanya sia-sia dia mengajak Jehan bicara. Terlebih dia harus kehilangan waktunya untuk pergi ke markas Orion. “Oke terakhir. Lo tinggal dimana? Biar gue anter pulang, waktu gue gak banyak.” Adelard mendekatkan tubuhnya, membiarkan Jehan menatap matanya bulat-bulat. “Aーku, aku baru pindah kesini. Aku belum ada tempat tinggal,” balas Jehan dengan suara gemetarnya. “Lo pindah sendiri?” Jehan mengangguk. “But why?” “Aku udah gak punya keluarga lagi, satupun. Orang tua aku udah meninggal.” Adelard membuang muka, mengusap wajahnya kasar, Tuhan, apa lagi ini? “Kasih gue waktu 5 menit buat berpikir.” BRAKK Suara pintu yang tertutup keras akibat ulah Adelard membuat insan didalamnya tersentak hebat. Tak hanya itu, beberapa anggota keluarga pasien di ruang sebelah yang tengah duduk diruang tunggu pun merasa kaget dan menatap Adelard heran. Adelard memijat pelipisnya, apa yang harus ia lakukan? Membawa gadis asing kerumahnya? Gila, bisa-bisa Dareen dan Galen akan berpikir yang tidak-tidak padanya. Sebenarnya mudah saja bagi Adelard untuk meninggalkan Jehan sendirian. Terlebih Adelard sudah bertanggung jawab dengan membawa Jehan ke rumah sakit. Namun, sejatinya Adelard memiliki hati yang lembut, ia adalah sosok yang sering merasa iba. Apalagi Jehan adalah seorang perempuan, jika Adelard meninggalkannya sendiri maka sama saja, dia akan menganggap dirinya sebagai pecundang. Namun, hari mulai larut, Adelard tidak bisa jika hanya berdiri sambil berpikir jalan keluar yang tak berujung ini. Satu-satunya jalan adalah membawa Jehan pulang. Sekali lagi dia memantapkan hati dengan pilihannya kali ini. Akhirnya Adelard segera mengunjungi Jehan yang ternyata sudah tertidur pulas. Nyata waktu 5 menit yang diminta Adelard adalah sebuah kebohongan, bahkan ia telah menghabiskan waktu 30 menit untuk berpikir. “Hei, bangun!” pinta Adelard. Jehan sedikit menggeliat lalu perlahan membuka matanya. “Eh?” “Ikut gue pulang.” *** Pukul delapan lewat lima menit, terhitung sudah tiga jam Galen dan kawan-kawan menunggu kedatangan Adelard. Padahal Ian dan Finn sudah repot-repot membersihkan markas, dengan Galen yang terus berpikir dan menerka-nerka apa maksud kedatangan Adelard, serta Eric yang asik bertelepon dengan beberapa gadis cantik di sekolah. “Ini Kak Delard kemana sih? Sia-sia dong gue sama Finn beres-beres dari tadi. Ah, gila. Sampai encok nih!” gerutu Ian pada ketiga temannya yang mana mereka tak begitu menghiraukannya. Eric yang tengah asik dengan ponselnya itu mendapat lemparan sebuah lap meja kusut dari Finn yang berhasil mengenai wajahnya. “Lo enak modusin cewek mulu, gak pernah bantuin kita. Makan tuh lap meja!” emosi Finn. Ian tergelak puas, “Gue setuju sama lo, Finn. Buaya kayak gini harusnya dikasih pelajaran!" “Kalian bisa diem nggak sih?” sambar Galen. Satu kalimat saja berhasil membuat mereka bergidik ngeri, tak ada satupun yang bersuara. Kini yang ada hanya suara jam dinding dan suara perut Ian yang beberapa kali berbunyi. Kini Galen merogoh saku jaketnya, mencari cari benda pipih yang akan dia gunakan untuk menghubungi kakaknya. “Halo, kak. Lo dimana? Apa ada masalah di jalan?” “Gak ada, tapi gue nggak bisa ke sana sekarang. Maaf banget, nanti gue kabarin lagi kalo mau ke markas.” “Gak ada kendala? Terus lo sengaja nggak dateng?” “Ada sedikit masalah yang bikin gue nggak bisa dateng, Gal. Gue nggak akan ingkar janji, ini masalah cukup bikin gue pusing.” “Masalah apa?” Sayang, belum sempat mendapatkan jawabannya, Adelard sudah mematikan sambungan telepon secara sepihak hingga membuat Galen uring-uringan. Kakaknya itu memang sangat menguji kesabaran. “Kenapa, Gal?” tanya Finn memastikan. Galen mengangkat bahu, “Ada sedikit masalah katanya.” “Masalah apa?” kini Ian yang bertanya. “Gak tau. Lo tau sendiri kan, Adelard itu gak jelas.” “Emang paling bener kakak lo itu dicariin pacar, Gal,” tutur Eric, “ya nggak, Yan?” Ian mengangguk setuju. “Lo aja, Yan, yang jadi pacarnya bang Delard,” goda Finn. “Dih, ogah! Gue masih lurus kali. Cinta gue cuma buat Shenna seorang.” Galen hanya bisa menggeleng melihat kelakuan teman-temannya ini. Sebuah keributan yang cukup konyol juga tak begitu berarti, tapi akan selalu dirindukan oleh Galen. *** Jehan menatap takjub pada bangunan indah nan megah dihadapannya. Benar-benar seperti sebuah istana kerajaan yang ada di dunia nyata. Jehan tak menyangka bahwa ia bisa menginjakkan kakinya di rumah Adelard. Sebenarnya Jehan merasa enggan karena bukan ini tujuannya. Ia hanya ingin menyelesaikan masalah yang telah diperbuat oleh tantenya dimasa lalu, tapi apa boleh buat, ia harus terjebak didalam sebuah lubang yang tak pernah ia gali. “Ayo masuk, lo mau berdiri aja disini?” tanya Adelard, sedang Jehan masih mematung dihadapannya. “Lo dengerin gue nggak, sih?” Adelard mencibir, dia amat tidak suka jika seseorang tak memperhatikannya. Jehan tersentak lalu mengikuti langkah Adelard. Hatinya miris, tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Bertemu dengan Harun Arsenio? Tidak, ia menggeleng cepat. Memudarkan lamunannya tentang pikiran yang menyudutkan dirinya. Bi Arum menyambut kedatangan keduanya, seperti biasa, Bi Arum yang selalu penasaran langsung menyasar Jehan sebagai bahan pertanyaan. “Eh, Den, siapa itu?” Bi Arum tersenyum centil seolah menggoda Adelard. “Anterin dia ke kamar tamu, kasih baju ganti, terus bikinin dia makan.” Adelard menatap Bi Arum yang tengah melongo, lalu pergi begitu saja tanpa persetujuan. Lagipula, Bi Arum tidak akan membantah perintahnya. “Ayo, neng.” Bi Arum menuntun Jehan untuk pergi ke kamar. . . (Bersambung)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD