Five

2008 Words
Dhafin Ryszard, dia adalah seorang pria tampan, mapan, dermawan dan menawan. Ya, siapa yang tidak mengenal Dhafin? Pemilik tunggal Ryszard Advertising yang memiliki setiap cabang di berbagai kota di Indonesia bahkan di dua negara tetangga lainnya. Pria matang yang kelewat tampan ini sering kali menyibukkan kesehariannya dengan mengurus semua pekerjaan yang bisa dihandlenya di waktu yang bersamaan. Untuk itu, sangatlah wajar jika Dhafin jarang terlihat di perusahaan pusat sebagaimana dirinya yang menduduki jabatan paling tinggi di perusahaan tersebut. Semenjak ayahnya meninggal dunia dan sempat mewariskan seluruh harta peninggalannya kepada dirinya yang kebetulan tak memiliki adik kandung alias anak tunggal, maka segenap perhatian Dhafin pun tertuju fokus pada perusahaannya yang kian berkembang pesat. Selama ini, ayahnya berusaha keras untuk melebarkan sayap ke setiap pelosok yang sekiranya menguntungkan bagi pemasukan perusahaan pusat. Maka setelah ayahnya tiada pun, sudah menjadi kewajiban Dhafin lah untuk melanjutkan upaya sang ayah dalam melesatkan perkembangan perusahaannya yang tak bisa ia lalaikan apalagi jika hanya untuk bermain-main semata. Di usianya yang sudah menginjak kepala tiga, Dhafin bahkan sudah tidak memiliki waktu lagi untuk bermain-main. Setiap waktu luang yang ia punya, tak jarang ia isi oleh berbagai kegiatan yang bermanfaat. Tidak seperti kebanyakan pria berusia 30-an lainnya yang senang berpoya-poya bahkan bermain wanita sesuka hatinya, Dhafin justru lebih menjatuhkan pilihan waktu luangnya kepada sejenis kegiatan yang menyehatkan. Misalnya, dia akan menyuruh asistennya untuk mengatur jadwal bermain golf di akhir pekan. Atau, Dhafin akan menghabiskan setengah hari dari waktu liburnya dengan membentuk otot-otot tubuh di tempat fitnes yang sudah menjadi langganannya selama tiga tahun ini. Sungguh Dhafin hanya ingin membugarkan tubuhnya saja mengingat ia adalah seorang pria aktif yang hobinya pulang pergi keluar kota. Malah, sesekali Dhafin pun akan mengadakan perjalanan ke negara tetangga hanya untuk memeriksa anak cabang yang ditangani oleh orang kepercayaannya di sana. Meski tidak secara keseluruhan dihandle oleh Dhafin, tapi suatu waktu ide dan inovatifnya akan selalu dibutuhkan oleh mereka yang masih mempunyai kaitan khusus dengan perusahaan pusat yang dikelolanya. Dan malam ini, setelah sekian lama ia tak menginjakkan kaki di sebuah kelab malam, akhirnya Dhafin memiliki kesempatan juga untuk mengunjungi kelab malam yang ia ketahui bahwa pemiliknya adalah kerabat jauh dari mendiang papanya. Haris Dinata, pemilik kelab malam di ibu kota yang cukup mempunyai banyak pengunjung tetap dan juga dikenal dengan pelayanannya yang memuaskan siapa pun yang sempat berkunjung ke kelab tersebut. Mengingat Dhafin ada urusan juga dengan asisten pribadi sekaligus teman karibnya yang bernama Shadana, maka ia memilih kelab malam tersebut sebagai tempat di mana ia akan sedikit melakukan meeting dadakan bersama dengan Shadana yang beberapa saat lalu sudah ia hubungi melalui saluran telepon. Dhafin menuruni McLaren 720S-nya setibanya ia di halaman sebuah kelab malam bernama "Fantastic". Ya, kelab malam milik Haris Dinata yang kalau tidak salah ingat, akan segera diwariskan kepada putra pertamanya bernama Ervan Dinata. Dhafin sempat mendengar kabar bahwa Ervan yang usianya lebih muda 3 tahun dari dirinya itu telah ditetapkan sebagai penerus Haris Dinata dalam mengelola kelab malam tersebut. Sementara itu, Haris mungkin akan mewariskan separuh aset yang dimilikinya kepada anak keduanya yang berjenis kelamin perempuan. Mengingat Haris hanya memiliki dua anak, dan salah satunya adalah perempuan, maka wajar saja jika Haris lebih mempercayakan kelab malam miliknya tersebut untuk diturunkan kepada putra pertamanya. Sebab akan terasa aneh apabila Haris malah mewariskan tempat sejumlah manusia yang doyan clubing tersebut kepada anak perempuannya yang bahkan masih menduduki bangku SMA. Sekiranya, seperti itulah yang Dhafin tahu. Namun selebihnya, ia sama sekali tidak tahu menahu bahkan mungkin Dhafin pun tidak ingin terlalu tahu dengan urusan orang lain yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan dirinya pribadi. Seorang pria berbadan kekar dengan setelan hitam-hitam yang memberikan kesan garang dan cukup ngeri lantas menghampiri Dhafin ketika pria itu sempat memanggilnya dengan kode yang ia berikan melalui jentikan jemarinya. Kemudian, setelah pria kekar itu datang mendekat, dengan santai Dhafin pun menyerahkan kunci mobilnya kepada si pria kekar tersebut. "Dhafin Ryszard. Tolong amankan mobil saya di tempat paling aman yang ada di lingkungan kelab ini," gumamnya datar tapi tentu saja berkharisma. Membuat si pria kekar itu lantas mengangguk patuh dan ia mulai undur diri untuk melakukan tugasnya selagi Dhafin mulai melangkah tegap menuju ke arah pintu masuk yang masih dijaga oleh satu orang pria berbadan kekar lainnya dengan setelan serupa yang dikenakan pria kekar berambut pelontos tadi. Bedanya, pria kekar yang menjaga pintu masuk ini memiliki rambut panjang yang ia ikat menjadi satu. "Selamat malam! Bisa tunjukkan kartu identitasnya," cetus pria berkucir satu itu meminta. Berusaha menerapkan aturan utama di mana ia ditugaskan atasannya untuk memeriksa kartu identitas bagi siapapun yang hendak memasuki kelab. Dengan sikap tenang yang dimilikinya, Dhafin pun mengeluarkan dompet kulit bermerek ternama dari dalam saku celana belakangnya. Setelah itu, ia pun mencabut sebuah kartu nama yang kemudian ia serahkan langsung kepada di pria berkucir tersebut. Sesaat setelah membaca nama lengkap yang tertera di kartunya, pria berkucir itu lantas sontak membungkuk penuh hormat di kala dirinya baru mengetahui bahwa rupanya pengunjung satu ini adalah Dhafin Ryszard si pebisnis ternama yang sudah melanglang buana dengan eksistensinya yang tak pernah padam. Seakan merasa malu pada apa yang sudah dilakukannya sebelumnya, pria berkucir itu lantas mengangguk santun seraya berkata, "Maaf, Tuan Ryszard... Saya tidak tahu jika Tuan adalah--" "Gak masalah. Saya justru salut sama kinerja kamu. Tanpa memilih-milih orang, kamu sudah berhasil menunaikan tugas yang kamu emban. Good job, saya hargai kepatuhanmu ini," potong Dhafin menunjukkan rasa salutnya. Membuat si pria berkucir merasa terharu hingga di detik selanjutnya ia pun telah membukakan pintu masuk kelab tersebut supaya pria terhormat seperti Dhafin Ryszard ini bisa segera masuk dan mungkin bisa masuk ke dalam kategori pengunjung kelas kakap yang kebetulan hadir di malam minggu ini. Sambil sempat menepuk akrab bahu si pria berkucir, Dhafin pun segera melenggang masuk melewati pintu yang masih ditahan si pria berkucir selama Dhafin belum melangkah jauh masuk ke dalam. Sampai setibanya Dhafin di dalam ruangan, beberapa saat ia pun sempat mengedarkan pandangan matanya di tengah kedua tangannya yang ia taruh di masing-masing pinggangnya. Lalu tak lama kemudian, ia pun dihampiri oleh seorang pelayan yang lekas beramah tamah kepada pengunjung kelas kakap yang dengan mudahnya ia kenali. Meski cahaya lampu didominasi oleh kerlap kerlip berbagai warna, tapi bahkan pelayan berusia paruh baya itu pun masih bisa mengenali dengan jelas wajah rupawan seorang Dhafin Ryszard yang sering kali ia temui di berbagai majalah bisnis yang pernah iseng dia baca di kala waktunya beristirahat. Lalu tanpa perlu berlama-lama lagi, pelayan bername tag Wisnu itu pun lantas sigap menggiring tamu agungnya menuju ke wilayah VVIP yang letaknya berada di lantai dua. Namun di tengah ia yang hendak mengikuti langkah si pelayan, tiba-tiba saja perhatiannya pun seketika teralihkan pada sebuah pemandangan yang entah kenapa cukup berhasil mengusik ketenangannya. Dilihatnya dari arah berdiri, ia mendapati seorang perempuan muda sedang didekati oleh dua orang lelaki yang berusaha menggodanya. Jika diperhatikan secara baik-baik, terdapat setengah rasa takut dari bahasa tubuh si perempuan. Meski tidak begitu menonjol, tapi Dhafin tahu bahwa perempuan itu seperti sedang membutuhkan sedikit perlindungan agar dia tidak perlu menghadapi para penggoda itu yang terlihat sudah mulai keterlaluan. Merasa tidak bisa hanya diam dan berpangku tangan apalagi sampai memilih untuk mengabaikan, Dhafin pun sigap menghentikan langkah si pelayan yang segera diberitahunya bahwa ia tidak perlu ruangan VVIP untuk sementara ini. Walaupun pelayan bernama Wisnu itu sempat akan sedikit protes kepadanya, tapi dengan kemantapan hatinya Dhafin pun menegaskan bahwa dia sedang ingin berbaur dengan pengunjung lainnya di lantai satu ini. Untuk itu, seolah tidak bisa lagi dibujuk dengan cara apapun, akhirnya Wisnu pun memutuskan untuk mengalah dan membiarkan tamu agungnya itu mengambil pilihannya sendiri. Sementara Wisnu, dia lantas undur diri yang sama sekali tidak sempat Dhafin gubris mengingat ia yang langsung pergi begitu saja tanpa perlu mengatakan apapun lagi kepada pelayan tersebut. *** Di tengah Hansa yang sedang terpekur sendiri memikirkan nasib percintaannya yang tak mujur, justru tiba-tiba ia dihampiri oleh seorang lelaki berdagu lancip. Mula-mula, lelaki itu mendudukkan diri di kursi sebelah Hansa. Lalu dengan lancang, ia pun menyentuh bahu Hansa sembari berkata, "Halo, Manis. Sendirian aja nih gue perhatiin. Kalo gue temenin lo ngobrol-ngobrol, lo keberatan gak?" Mendapati ada tangan asing yang menempeli bahunya seperti itu, dengan cepat Hansa pun menepis tangan tersebut diiringi dengan raut muka tak senangnya. "Tolong ya, itu tangannya dijaga! Kenal juga enggak, udah main pegang-pegang aja," ujar Hansa yang kala itu sempat terkesiap kaget karena mendadak ada yang mendekatinya. "Wow, galak banget sih. Tapi beneran deh, gue malah suka sama yang galak-galak di awal modelan lo gini. Biasanya, yang galak itu suka jadi liar pas udah di r4njang. Kalo gak percaya, yuk kita buktiin!" tukas lelaki itu mengerling nakal. Lalu tanpa segan ia pun memerkan senyuman m3sumnya yang sontak membuat Hansa tersulut emosi. "Jaga ya omongannya! Gue bukan cewek murahan. Dan tolong, lo mending pergi aja dari sini. Gue beneran enggak selera buat sekadar nanggepin ocehan gak berfaedah dari cowok songong macem lo ini!" tandas sang gadis meradang. Di detik berikutnya, ia pun sudah bangkit dari duduknya dan mulai menunjukkan sikap penuh waspada. Sebelum sempat si lelaki berdagu lancip itu kembali bersua, tahu-tahu seorang lelaki lainnya telah datang mendekati si dagu lancip. "Ada apa nih? Dapetin target kok gak bilang-bilang sama gue. Udah berani main belakang lu sekarang!" seru lelaki itu menuding. Menatap si dagu lancip dengan sorot kesal bercampur curiganya. "Yeee buat apa juga gue bilang-bilang. Barang bagus begini haram hukumnya buat gue bagi-bagi. Lo emang kawan gue, tapi untuk urusan beginian, lo mesti nerima kalo gue anggap lo lawan buat rebutin ini cewek," ujar si dagu lancip menunjuk ke arah Hansa. Dan dalam sekejap, gadis itu pun membelalakkan kedua matanya di tengah emosi yang membumbung tinggi. "Hei, kalian pikir gue ini cewek apaan, hah! Gue bukan cewek murahan, dan gue gak sudi ya saat kalian anggap kalo gue adalah barang yang patut kalian rebutin. Amit-amit jabang bayi deh kalo gue sampe harus milih di antara kalian. Jangankan mau milih salah satunya, niat buat kenalan biasa aja gue ogah!" raung Hansa menyalang. Merasa sudah kelewatan karena dua lelaki itu telah menganggap dirinya seperti sebuah barang yang pantas dijadikan sebagai bahan rebutan. Mereka pikir Hansa ini cewek apaan! Hanya karena Hansa duduk sendirian di kelab malam dengan pakaian seksi yang dikenakan, bukan berarti mereka bisa menjadikan Hansa sebagai barang rebutan juga dong. Sembarangan! Niat hati ingin mencari hiburan, tapi yang ada malah dia sendiri yang ingin dijadikan sebuah hiburan. Cowok-cowok b3rengsek! Hansa harap, kedua lelaki itu lebih baik segera enyah dari hadapan Hansa yang mulai merasa risih. Alih-alih mengindahkan raungan sang gadis, salah satu dari kedua lelaki itu justru malah dengan berani mendekati Hansa yang sempat lengah. Tanpa ragu, dia bahkan berniat menarik tangan gadis itu jika Hansa tidak keburu memundurkan langkahnya. "Awas ya kalian! Berani macem-macem, gue teriak." Hansa mengancam. Namun kedua lelaki itu, dibanding merasa terancam setelah mendengar seruan si gadis, yang ada mereka malah saling menatap dan kemudian tergelak serempak menertawakan ancaman tak berguna yang sempat gadis itu layangkan kepada mereka. "Teriak aja sesuka hati, siapa juga yang bakal ngegubris. Di mana-mana, kalo cewek udah berani masuk kelab malam apalagi dengan pakaian yang seksi dan mengundang b1rahi lelaki, itu artinya dia udah bukan cewek baik-baik lagi. Lo bilang apa tadi? Lo bukan cewek mur4han ya? Lah terus, kalo lo merasa mahal, ngapain juga lo ada di sini kalo bukan buat menjajakan diri dengan cara yang cuma-cuma," urai si lelaki teman si dagu lancip. Membuat Hansa merasa tertampar karena perkataan lelaki itu sudah sangat kelewatan. Bersamaan dengan Hansa yang siap menumpahkan air matanya, tiba-tiba seorang pria datang menghampiri dan tahu-tahu melingkarkan lengan kekarnya di pinggang sang gadis seraya berkata, "Jangan pernah ganggu gadis ini. Dia milik saya. Kalau kalian berniat untuk cari perempuan yang mau diajak senang-senang, maka bukan gadis ini orangnya. Sebelum saya meminta petugas sini untuk mengusir kalian, lebih baik kalian segera pergi karena saya gak akan segan-segan buat bikin kalian babak belur andai kata kalian gak mengindahkan perkataan saya ini!" tandas pria itu dengan sorot seriusnya. Membuat kedua lelaki tadi merasa ciut dan pada akhirnya mereka pun memilih untuk sama-sama melenggang meninggalkan pria rupawan tersebut yang sudah sempat memberi keterangan hak kepemilikan pada gadis yang sudah mereka ganggu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD