Two

1182 Words
Tiga Tahun Lalu "Jangan, Hansa! Kamu ini perempuan, Nak. Ayah tidak bisa membiarkan kamu merantau ke ibu kota apalagi harus berjauhan dengan Ayah. Tidak! Lebih baik kamu cari kerjaan saja di sini. Lagipula, di kota kelahiranmu ini juga kan masih banyak lapangan kerja yang gajinya menguntungkan. Lantas, kenapa kamu mengotot sekali ingin pergi ke ibu kota demi mendapatkan pekerjaan...." ujar Rian mendesah pelan. Pria berusia 45 tahun itu tampak tidak setuju saat putri sematawayangnya meminta izin untuk pergi merantau ke ibu kota. Selepas dinyatakan lulus D3 jurusan marketing, Hansa pun bertekad untuk mengepakkan sayapnya di kota yang keras seperti Jakarta. Ya, Hansa tahu betul resikonya seperti apa jika ia nekat untuk mencari pekerjaan dan hidup sendirian di sana. Tapi itulah yang Hansa inginkan. Dia ingin mandiri sembari merintis karirnya di ibu kota. Walau sang ayah bersikeras melarangnya karena merasa khawatir akan keselamatannya selama mereka berjauhan, tapi Hansa adalah tipikal perempuan yang pantang menyerah sebelum mendapatkan apapun yang diinginkannya. "Yah, jangan kayak gitu dong! Seharusnya Ayah dukung impian Hansa. Tau gak, Yah? Kemarin aja temen kuliah Hansa si Mita baru dilepas sama orangtuanya buat merantau ke ibu kota. Usia dia bahkan lebih muda satu tahun dari Hansa, tapi dia dikasih izin tuh sama ibu dan ayahnya. Masa Ayah gak izinin Hansa cuma karena Hansa adalah perempuan. Emangnya perempuan gak boleh merantau jauh dari kota kelahirannya gitu? Sekarang zaman udah serba canggih, Yah. Tapi bahkan Ayah masih aja berpikiran kolot!" ujar sang gadis mendengkus kasar. Rian merasa dilema. Di satu sisi, ia tidak ingin membuat putrinya menjadi sedih karena keinginannya tidak dapat ia penuhi. Tapi di sisi lain, Rian pun masih belum siap untuk memberikan izin kepada Hansa yang ingin mencari pekerjaan ke ibu kota sekaligus tinggal di kota besar tersebut. Mengingat selama ini Rian tidak pernah jauh dari Hansa, maka sangatlah berat bagi Rian untuk melepas putrinya yang ingin pergi merantau. Rian sadar, putrinya sekarang sudah besar dan bisa menentukan jalan yang dipilihnya sendiri. Tapi walaupun begitu, tetap saja di mata Rian putrinya itu masihlah putri kecilnya yang harus selalu ia jaga dan tidak boleh berjauhan dengan dirinya. Apalagi sedari bayi Rian tak pernah absen dalam mengurus Hansa. Semenjak ditinggal oleh sang istri untuk selamanya, Rian bahkan berjanji bahwa ia akan membesarkan Hansa tanpa perlu mencari pendamping lagi. Rasa cinta Rian kepada ibu Hansa sangatlah besar. Membuat ia lantas tak bisa berpaling kepada wanita lain meskipun sudah 20 tahun lamanya ia hidup menduda. "Yah, Hansa mohon... Hansa janji bakal jaga diri Hansa sendiri saat di sana. Lagipula Ayah juga kan bisa jengukin Hansa sesekali kalo kebetulan Ayah ke Jakarta buat antar barang. Kita bisa ketemu bahkan menghabiskan waktu selama yang Ayah mau. Tolong lah, Yah... Jangan batasi ruang gerak Hansa hanya karena Ayah belum siap ditinggal pergi Hansa. Seperti yang sering Ayah bilang sama Hansa sewaktu Hansa kecil dulu, gapailah cita-citamu setinggi langit! Pepatah itu bahkan masih tetap Hansa ingat sampai sekarang. Ayah tahu? Cita-cita Hansa hanya ingin mengepakkan sayap di udara. Artinya, Hansa ingin merintis karier Hansa sendiri di kota besar yang kebanyakan orang bilang bahwa kota besar adalah kota yang jahat. Hansa juga kepengin menguji nyali Hansa, Yah. Ayah kan tahu, sejak dulu Hansa suka banget memacu adrenalin. Ayah ingat gak waktu Hansa diam-diam belajar motor sama Kak Shadana? Padahal Ayah udah wanti-wanti ngelarang Hansa buat belajar naik motor. Tapi seperti yang Ayah lihat, berkat dari kenekatan Hansa akhirnya Hansa jadi bisa mengendarai motor. Coba kalo Hansa tetep patuh sama Ayah, mungkin sampai sekarang Hansa gak akan bisa tuh bawa motor sendiri!" tukas gadis itu panjang lebar. Membuat Rian seketika teringat pada masa di mana putrinya sering sekali melanggar setiap aturan yang sudah ditetapkan olehnya. Ya, Rian sadar betul jika putrinya sangatlah keras kepala dan tidak pernah mau mematuhi setiap aturan yang dia buat. Rupanya anak gadisnya itu mewarisi perangai mendiang istrinya yang juga sangat keras kepala dan tak mau mendengarkan omongan orang lain. Terbukti dari ia yang bersikeras mempertahankan kandungannya saat dokter berkata bahwa rahimnya begitu lemah dan ia disarankan untuk menggugurkan kandungannya saja agar tidak membahayakan nyawanya saat proses melahirkan nanti. Tapi begitulah mendiang ibu Hansa, dibanding mendengarkan perkataan dokter, dia justru malah terus mempertahankan kandungannya hingga akhirnya Hansa lahir ke dunia bersamaan dengan dirinya yang mengembuskan napasnya yang terakhir. Mengingat momen tersebut, tanpa sadar air mata pun mengalir secara perlahan di kedua belah pipi Rian. Hansa yang melihat sang ayah menangis pun lantas membelalakkan kedua matanya sembari menghampiri ayahnya. "Astaga, Ayah kenapa nangis?" pekik Hansa sambil langsung memeluk pria yang sudah berjuang keras membesarkannya itu. Terkadang, Hansa memang tak bisa mematuhi peraturan yang dibuat oleh ayahnya, tapi jika melihat air mata jatuh membasahi pipi sang ayah, tentu Hansa pun tak kuasa menahan diri untuk segera menghampiri Rian yang akan langsung di peluknya. Seperti saat ini, Hansa berusaha menenangkan sang ayah dengan cara mengusap punggungnya turun naik. "Maafin Hansa kalo penyebab air mata Ayah jatuh adalah karena Hansa. Tapi Ayah juga harus ngerti kalo Hansa masih punya impian yang perlu banget Hansa wujudkan. Hansa tahu, Ayah gak bisa melepas Hansa dengan begitu mudahnya. Tapi Ayah juga perlu tahu, Hansa janji untuk selalu menjaga diri dan kehormatan Hansa selama Hansa berada jauh dari jangkauan Ayah. Atau, apa perlu Hansa minta bantuan Kak Shadana aja buat yakinin Ayah soal kegigihan Hansa yang mau banget merantau ke Jakarta? Kalo memang itu diperlukan, maka Hansa akan panggil Kak Shadana biar dia ketemu sama Ayah...." urai gadis itu sembari menyudahi pelukannya. Untuk sesaat, Rian pun menatap putrinya dengan sedikit heran. Lalu sembari menyeka air matanya yang sudah berhenti mengalir dari sarangnya, pria itu pun kemudian berkata, "Memangnya Shadana sedang ada di sini?" "Astaga Hansa lupa kasih tau!" pekik gadis itu menepuk dahi. "Iya, Yah. Jadi Kak Shadana itu emang lagi pulang kampung setelah pengajuan cutinya dikonfirmasi sama pihak perusahaan. Tau gak, Yah... Betapa kerennya Kak Shadana sekarang. Semenjak kerja di perusahaan bonafit di ibu kota, Kak Shadana seakan bertransformasi dari itik buruk rupa menjadi angsa yang tampan. Ayah tau sendiri kan penampilan Kak Shadana dulu kayak apa? Uh sekarang mah beda jauh, Yah. Hansa aja sampai pangling pas pertama kali ketemu sama Kak Shadana lagi...." tukas gadis itu menggebu-gebu. Lalu Rian pun merasa penasaran akan apa yang sudah ia dengar dari cerita putrinya. Ya, Rian memang sangat tahu seperti apa penampilan Shadana dulu. Pemuda itu adalah anak dari teman kerjanya yang kebetulan teman karibnya Hansa juga. Walau usia Shadana terpaut tiga tahun lebih tua dari Hansa, tapi mereka cukup akrab dan dahulu kala sering sekali bermain bersama. Hingga saat Shadana diharuskan merantau ke ibu kota demi merintis karirnya, Hansa pun harus kehilangan teman berharganya sampai akhirnya mereka jarang bertemu. Tapi walaupun mereka sudah jarang bertemu dan berkomunikasi, Hansa dan Shadana pun masih berteman akrab seperti saat dulu mereka masih bersama-sama. Dan sekarang, Rian pun menjadi penasaran. Jika saja Hansa sudah berkata seperti tadi saat bercerita soal Shadana, maka Rian yakin sekali bahwa apa yang sudah dikatakan putrinya itu pasti memanglah benar dan akurat. Maka demi memastikan kebenaran ucapan sang anak, Rian pun lantas meminta Hansa untuk mengundang temannya itu sekaligus ingin bertegur sapa dengan sang pemuda yang sudah cukup lama meninggalkan kota kelahirannya tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD