Skizofrenia

970 Words
Skizofrenia sering disamakan dengan psikosis, padahal keduanya berbeda. Psikosis hanya salah satu gejala dari beberapa gangguan mental, di antaranya skizofrenia. Berdasarkan WHO, diperkirakan lebih dari 21 juta orang di seluruh dunia menderita skizofrenia. Penderita skizofrenia juga berisiko 2-3 kali lebih tinggi mengalami kematian di usia muda. Di samping itu, setengah penderita skizofrenia diketahui juga menderita gangguan mental lain, seperti penyalahgunaan NAPZA, depresi, dan gangguan kecemasan. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2013, diperkirakan 1-2 orang tiap 1000 penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa berat, termasuk skizofrenia, dan hampir 15 persen penderitanya mengalami pemasungan. Skizofrenia Bukan Gila Meski skizofrenia dan gila sama-sama merupakan gangguan mental, tetapi predikat “GILA” sebaiknya tidak digunakan untuk pengidap skizofrenia. Sebab, ungkapan tersebut akan membuat masyarakat takut dan memandang pengidap skizofrenia sebagai orang aneh yang harus dijauhi. Menurut dr AA Agung Kusumawardhani, spesialis kesehatan jiwa, penderita skizofrenia memang bisa sembuh, tetapi tidak bisa pulih 100 persen. Dengan kemajuan obat-obatan, kekambuhan bisa dicegah. ... "ODS yang sudah pulih tetapi tidak meneruskan konsumsi obat-obatan dan terapi, kemungkinan akan kambuh kembali. Secara umum orang dengan Skizofrenia (ODS) diharuskan mengonsumsi obat jangka panjang. Namun, sejumlah penelitian mengungkapkan, jika gangguan kejiwaan itu ditemukan sedini mungkin dan langsung diobati, kemungkinan mengonsumsi obat seumur hidup sangat kecil. - Seorang wanita duduk termenung di sebuah taman. Sesekali dia menatap jalan dan tersenyum. Universitas Malay, Fakultas Kedokteran. Di sebuah sudut taman, dia seolah menanti seseorang. “Mauren... Mauren...” “Kamu sudah datang...” “Astaga...” Eth memeluk wanitanya erat. “Bagaimana kamu bisa sampai ke sini, Mauren...” “Aku naik pesawat tadi siang, aku bingung kenapa aku berada di Jakarta. Padahal hari ini Pak Tono yang masuk. Lagi pula, aku tidak ingin absen, Eth...” Ethan mendongak, dia menahan air mata. Ah, rasanya pria itu ingin gila saat ini juga. Beberapa kali dia menghentakkan kaki agar tangis tidak pecah. “Eth...” Pria itu membuang wajahnya saat Mauren memanggil. “Eth...” Dia tidak ingin menjawab. Tapi dengan cepat dia meraih tangan Mauren, Ethan berjalan cepat! Menuju sebuah mobil yang dia sewa di bandara. “Kita mau kemana...?” Ethan terdiam, dia tidak ingin menjawab apapun kalimat yang keluar dari bibir Mauren. “Cit....” Ethan memparkirkan mobil dengan kasar di depan sebuah hotel. Mauren menatap hotel tersebut. “Kita sudah semester enam, aku tidak boleh absen...” Mauren berteriak, sambil berusaha membuka pintu yang sudah di kunci oleh Ethan. “Buka...” Mata Mauren menatap Ethan kesal! “BUKA, ETHAN!” Pria itu menatap nanar sang kekasih, rasanya dia bisa gila berulang kali karena ini. Ethan menggigit bibirnya sendiri. Melihat Mauren, Eth sangat ingin menghukum dirinya sendiri. “Uugh...” Mauren berhenti memukul Ethan saat bibir pria itu, meraup bibirnya. Ethan menekan tengkuk Mauren! Dia menakan bibir itu dengan kuat. Bibir mereka tidak juga terlepas, tangan Ethan sudah membuka kancing baju kemeja putih Mauren. “Eth...” Mauren memukul tubuh Ethan... “Eth...” Mauren memohon... Ethan menulikan telinganya, dengan napas tersengal dia memundurkan kursi Mauren dan menindih kekasihnya itu. “Ampun, Eth...” Mauren mulai menangis... Tangisan itu pun semakin kuat. Ethan kembali ke kursinya, dia memutar balik mobilnya ke arah bandara. Tidak butuh waktu lama, kini mereka sudah sampai. Ethan merapikan baju kemeja Mauren. Mengancingnya satu persatu, perlahan... “Maafkan aku...” Mauren tidak menjawab. Eth, menarik tangan Mauren. Tiket sudah di beli olehnya. Sebentar lagi, keberangkatan kelas bisnis. Ya, mereka pulang ke Jakarta. ‘Ping’ “Kamu, Oke...” “Oke...” Jawab Ethan pada ponselnya. Hah, menghela napas panjang. Rasanya sungguh sesak! Ini bukanlah yang pertama Mauren begini, Ethan tidak akan pernah lelah, dia tidak akan berubah pada Mauren. Malam, akhirnya mereka sampai. Ethan membuka rumah, dimana Jay dan Mauren tinggal. Perlahan, Ethan membuka mobil dan menggendong Mauren. Dia membawa wanita itu ke atas tempat tidurnya. Melepaskan sepatu Mauren, membersihkan wajahnya dari make-up dan mengganti pakaiannya. Sekarang Mauren sudah tertidur dengan nyaman. Dia menatap ke arah meja, di sana tergeletak sebuah kertas yang sudah di tanda tangani. Eth, mendekat dan membacanya. “Kamu benar-benar mengambil jalan ini, Jay...” gumam Ethan. Ethan mengambil berkas itu, lalu dia meninggalkan Mauren sendiri, Ethan tahu kekasihnya akan tidur dengan nyaman, karena dirinya pun sempat memberikan penenang. Ethan menjalankan mobil! Dia menyusuri jalanan, tidak ada yang tidak bisa dia lakukan untuk Mauren. Tidak ada kata lelah baginya. Mauren cintaku.... Akhirnya mobil Ethan, sampai di kediaman Satria. “Dimana, Jay! Beritahu aku dimana dia, b******k!” Satria tidak bisa menjawab karena kerah bajunya kini sudah di tekan oleh Eth. Satria sudah memberi kode pada Eth agar menahan diri. “Ah... uhuk, uhuk... Jay di kamar mandi, dia baru datang! Dia juga kacau Eth, kamu pikir apa hak dirimu untuk marah. Jay lebih menderita di banding kekasihmu itu. Jangan gila!” Satria mendorong Ethan dengan telunjuknya. “Jika kamu melakukan ini sudah tiga tahun! Maka Jay sudah bersabar lebih dari sepuluh tahun. Haruskah kami semua selalu mengingatkan kamu. Dia tidak pernah meniduri istrinya, karena apa! Karena KAMU, b******k!” Ethan terdiam, tidak lama Jay pun keluar dari kamar mandi. Tubuh pria itu membatu saat melihat siapa pria yang kini menjadi tamu Satria. Huh... helaan napas itu tedengar sangat nyaring. “Ada apa kamu kemari...? apa karena surat bodoh itu...? atau karena dia kambuh lagi...?” Jay mengambil posisi ternyaman di sofa. Mana tahu sebentar lagi, Eth akan menyerang dirinya. “Apa kamu tidak bisa sampai akhir...?” “Aku belum GILA...” Jay melempar bantal kecil pada sofa ke tubuh Ethan. Ethan memejamkan mata, lalu dia duduk di hadapan Jay, Satria yang ada di sana pun melihat langkah kaki Ethan. Dia tidak ingin pria itu memancing keributan. “Ini milik kamu! Kamu dan Mauren, SAH BERCERAI...” “Kami memang bukan suami istri secara agama!” ucap Jay kesal sambil menatap Ethan. “Jangan katakan apapun lagi, aku lelah sekali...” pria itu mengangkat kakinya naik ke atas sofa. “Aku akan menikah dengan MAUREN.” “Terserah, ETHAN, aku benar-benar tidak pernah menyentuhnya. Aku tidak peduli lagi, tapi kamu, tetap sahabatku, dan aku akan menceritakan semua dari awal. Tapi tidak sekarang! ini bukanlah waktu yang tepat untukmu dan yang lain. Percayalah pada hatimu sendiri. **
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD