Rencana

1003 Words
"Ayah, jika aku tidak menghapusnya maka ini akan membuat pipiku menjadi berjerawat dan aku tidak ingin pipiku ada jerawat. Aku ingin pipiku dan wajahku mulus," ujar Lalita dengan sombong karena wajahnya tidak ada jerawat. "Baiklah jika itu maumu maka silakan di hapus putri raja," ujar Ayah dengan sangat lemah lembut. Mereka berdua tertawa bahagia karena merasa hidup mereka sangatlah sempurna. Tiba-tiba ada seseorang yang membuka pintu kamar Ayah dan ternyata itu adalah Bibi. Lalita dan ayah langsung melihat ke arah pintu karena terkejut, "Maaf Pak di luar ada Arya katanya bdia ingin bertemu dengan non Lalita," ujar Bibi yang merasa tidak enak karena mengganggu kebahagiaan mereka berdua. "Oh ya sudah kalau begitu kami akan keluar." ujar Ayah yang menanggapi ucapan Bibi dengan senyuman hangat. Kemudian Ayah langsung menggandeng tangan putrinya untuk keluar menuju ruang tamu. *** "Arya..." teriak Lalita sambil berlari menuju Arya. Arya langsung membuka tangannya lebar-lebar agar bisa memeluk Lalita. Mereka berdua berpelukan karena mereka berdua benar-benar sudah dekat dari kecil. Sehingga mereka sudah tidak sungkan untuk memperlihatkan keromantisan di depan orang tua mereka. "Kenapa kau lama sekali pulangnya Arya?!" "Kau berjanji bahwa kau tidak akan lama-lama, tapi lihat kau pergi selama 5 hari dan kau berjanji kepadaku bahwa kau pergi hanya selama 3 hari!" Ujar Lalita dengan wajah yang cemberut. Arya tersenyum melihat wanita cemberut seperti itu, "Hei cobalah kau lihat wajahmu ini, Lalita. Kau sangat mirip dengan ikan karena memiliki mulut yang sangat panjang," ujar Arya yang menggoda Lalita. Ucapan Arya itu membuat Lalita semakin cemberut lalu tanpa aba-aba Arya langsung memeluk Lalita dan membisikkan sesuatu di telinga Lalita. "Hey cantiknya aku, kau tidak boleh cemberut seperti itu kalau kau cemberut seperti itu nanti kau cepat tua loh," ujar Arya yang tetap ingin menggoda Lalita. Lalita langsung mencubit pinggang Arya sampai dia mengaduh kesakitan "Aduh sakit.... Ya ampun, iya ampun aku tidak akan mengulangi perkataan seperti itu lagi," Balita tertawa terbahak-bahak mendengar permohonan dari Arya. "Makanya kau itu jangan bermain-main denganku. Lihatlah sekarang akibatnya! Rasakan itu." "Sudah sudah, ayo Arya duduk sini, Nak. Kau pasti lelah karena baru saja pulang dari luar kota," ujar Ayah yang mempersilahkan Arya untuk duduk. "Iya, Om." Sebelum Arya duduk dia mencium tangan Ayah terlebih dahulu barulah dia duduk di kursi tamu. Ayah benar-benar sangat kagum dengan sikap Arya karena menurut ayah Arya adalah laki-laki yang cocok untuk putrinya dia dan sangat ingin putrinya menikah dengan Arya. "Oh iya, Arya kemarin kau berlibur ke mana saja?" tanya Ayah kepada Arya. "Kemarin aku pergi ke pantai tetapi karena tiba-tiba keadaan nenek memburuk. Jadi kami harus pergi ke rumah sakit dan nenek 3 hari opname di sana," ujar Arya yang bercerita apa saja yang dia lakukan saat berlibur kemarin. Lalita langsung terkejut mendengar ucapan dari Arya, "Benarkah kalau nenek kemarin memburuk? Kenapa kau tidak memberitahu aku, Arya!" Ujar Lalita yang memukul dengan Arya dengan cukup keras. "Aduh maafkan aku, aku tidak sempat memberitahumu karena tidak ada sinyal di sana, hal itulah yang membuatku semakin sulit untuk menghubungimu, Lalita," ujar Arya meminta maaf kepada Lalita karena dia sama sekali tidak berniat untuk menutupi apapun darinya. "Ya sudah, kalau begitu aku ingin bertemu dengan nenek," ujar Lalita yang mengajak Arya untuk pergi menjenguk neneknya. "Apakah kami bisa pergi untuk menemui nenek, Om?" tanya Arya kepada ayahnya Lalita. Ayah Lalita terseyum, "Tentu saja boleh, Nak. Karena Om sudah sangat percaya kepadamu," "Dan Om juga tau kalau kau akan menjaga Lalita dengan sebaik mungkin." ujar Ayah yang benar-benar percaya kepada Arya. Arya tersenyum mendengar ucapan dari ayahnya Lalita dia merasa bahwa sebentar lagi dia akan bisa mengambil hati ayahnya Lalita. Setelah mendapatkan izin dari ayahnya Lalita langsung pergi ke kamar dan mengganti pakaiannya menjadi pakaian yang lebih sopan. "Arya, ayo kita pergi," ajak Lalita kepada Arya. "Iya, ayo!" ujar Arya yang berdiri dan berpamitan kepada ayahnya Lalita agar dia bisa minta izin untuk membawa Lalita sebentar ke rumahnya. Di dalam perjalanan Lalita sama sekali tidak bisa berhenti bicara dia hanya memarahi Arya karena dia tidak memberitahunya dari awal. "Aku tidak suka dengan sikapmu seperti ini Arya. Aku ingin kau selalu menceritakan apa yang kau alami," "Tapi lihatlah hal penting seperti ini tidak kau ceritakan kepadaku. Aku benar-benar marah padamu!" ujar Lalita yang bicara panjang lebar memarahi Arya. "Maafkan aku Tuan Putri, aku tidak sengaja melakukan kesalahan ini," ujar Arya yang yang berkata seperti seorang prajurit kepada putri raja. "Ah... kamu mah seperti itu!" "Oh iya, aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu jadi tadi aku sudah berhasil membujuk Ayah agar memperbolehkan aku untuk bekerja di perusahaan yang aku idamkan itu dari dulu," ujar Lalita yang bener-bener excited menceritakan hal ini kepada Arya. "Benarkah?" Tanya Arya seperti tidak percaya. Lalila mengangguk mengiyakan perkataannya tadi. "Wow, berarti aku harus bekerja disana juga, agar aku bisa menjagamu," ujar Arya yang masih terkejut mendengar ucapan Lalita. "Tapi bagaimana bisa Ayah memperbolehkan untuk pergi di sana? Bukanya dari awal SMA dia selalu memaksa untuk kau tidak bekerja di tempat lain selain di restoran?" tanya Arya yang bingung bagaimana hal itu bisa terjadi. "Arya, sekarang aku ingin bertanya. Apa yang tidak bisa aku lakukan?" tanya Lalita sambil menaikkan satu alisnya. "Wah iya aku lupa kalau sahabat ini adalah ratu drama terhebat di dunia," ujar Arya yang benar-benar salut dengan apa yang dilakukan oleh Lalita. "Itulah seharusnya kau belajar dariku Arya agar kau bisa merayu semua orang dan luluh kepadamu tapi kau tidak pernah mau belajar dariku," "Dan lihatlah Mamamu pun tidak bisa memberikan izin keluar dari rumah jika tidak bersamaku," ujar Lalita Lalita yang mengejek Arya. "Heii kau mengejekku ya??" "Hahaha... Maafkan aku ganteng," "Iya, akun memafkan kesalahanmu putri raja." Mereka berdua tertawa di sepanjang perjalanan mereka berdua sama-sama rasa nyaman, tetapi di antara mereka berdua ada satu yang memiliki perasaan lebih dan berharap perasaannya akan terbalaskan. Tetapi satu orang itu belum berani menyatakan perasaannya karena dia tidak ingin persahabatannya akan hancur hanya karena sebuah perasaan. Tapi dia tidak akan selalu menutupi perasaannya itu. "Suatu saat aku pasti akan mengatakan perasaan ini kepadanya." Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD