Doctor Adam Castello

1125 Words
“Dok! Tolong putri saya, Dok! Di dalam itu ada perempuan gila yang mau balas dendam dan mencelakai putri saya!” rayu Marissa pada seorang pria jangkung nan tampan yang sedang menghampiri mereka. Kemejanya digulung hingga ke sikut. “Ini adalah ruangan USG khusus untuk pasien gawat darurat, orang luar selain dokter dan perawat tidak ada yang bisa masuk seenaknya,” jawab pria itu dengan nada aneh. “Hoh! Tidak mungkin perempuan itu bisa menjadi seorang dokter, gak… gak, deh! Jangan bercanda, Kalian!” Marissa menggoyangkan tangannya dengan senyum sinis. Tidak mau memperpanjang masalah, pria itu lantas masuk ke dalam ruangan USG di mana pasien sedang ditangani. “Dokter Adam!” Keisya seketika memalingkan wajahnya dan menoleh ke samping melihat siapa yang datang. Deg! ‘Pria ini? Bukankah dia yang waktu itu….’ Keisya dengan cepat memalingkan wajahnya semula agar pria itu tidak bisa mengenalnya. lanjut melakukan pemeriksaan dengan menekan pada bagian rusuk pasien. “Apakah sakit?” tanya Keisya. Wajah meringis dari pasien itu sudah cukup menjawab pertanyaan Keisya barusan. “Dok, boleh saya pinjam stetoskop?” tanya Keisya pada salah seorang dokter magang. “Ini, Dok!” Dengan cepat, ia menyerahkan pada Keisya. Keisya lalu melekapkan ke bagian d**a pasien, mendengarkan dengan saksama, kemudian mengembalikan stetoskop tadi pada pemiliknya. “Hubungi radiologi untuk imbasan CT, sepertinya patah tulang rusuk, jika tulang rusuk yang patah itu bergerigi maka harus dengan tindakan operasi yang segera agar tidak merusak aorta,” perintah Keisya dengan mantap. “Kenapa tidak mau melakukan rontgen?” tanya pria tadi dengan nada santai. “Karena untuk patah tulang rusuk yang baru, rontgen sering bermasalah untuk mendedahkannya. Jadi, lebih baik melakukan imbasan CT untuk menghemat waktu.” Jawaban tegas dan tidak goyah dari Keisya mengundang senyum pada wajah pria tampan itu. “Bagus! Aku suka caramu bekerja,” balas Dokter Adam, “Sus! Hubungi radiologi untuk melakukan imbasan CT, kemudian hubungi orto untuk persiapan selanjutnya,” perintah Dokter Adam tegas. “Baik, Dok!” Kepala Perawat IGD, Suster Lily bergegas melakukan perintah dari atasannya itu. Sepertinya dia tidak mengenalku, aman deh, kalau begitu, batin Keisya dalam diam. Ia mengurut pelan dadanya. Sementara Dokter Adam keluar untuk menemui wali dan menjelaskan kondisi pasien saat ini. Para suster juga sibuk melakukan pekerjaan mereka. Keisya menghampiri Sania yang menatap padanya dengan wajah pucat. “Kei…,” lirih Sania. “Mbak Sania jangan bicara dulu,” tahan Keisya pada kakak Dimas, mantan tunangannya. Ia menggenggam erat telapak tangan wanita itu. “Sus, tolong perhatikan tanda vitalnya, ya!” pesan Keisya, kemudian melangkah keluar dari sana. Setelah tiba di ambang pintu ruangan, sekali lagi Keisya harus menghadapi wajah sombong Marissa. Kali ini malah ada Dimas dan calon istrinya yang turut berada di sana. ‘Kei… harus profesional, oke! Ingat, mereka itu wali pasien yang kamu tangani, bujuk Keisya pada dirinya sendiri agar mengesampingkan masalah pribadi di antara mereka. “Hei, kamu Keisya! Kamu apakan putri saya, hah?” tanya Marissa dengan nada berang. “Saya berusaha untuk menyembuhkan pasien, Nyonya. Silakan menunggu dengan sabar, sementara pasien masih dalam penanganan,” balas Keisya dengan sabar dan profesional. “Cih! Sok belagu kamu! Apa kamu kira dengan kamu menjadi seorang dokter, aku bisa menerima kamu sebagai menantu? Haha!…. Mimpi!” semprot wanita paruh baya itu dengan nada sombong sekali. Tatapan dan gestur tubuhnya terkesan meremehkan Keisya. “Maaf, Tante, saya juga ….” “Kamu pikir aku percaya kalau kamu masih seorang perempuan suci, hmm?” Marissa memicingkan matanya menatap pada Keisya, memotong cepat kalimat dokter cantik itu. “Maksud Tante apa?” tanya keisya, masih lagi dengan nada tenang, berusaha untuk tidak tersulut emosi. “Hanya orang bodoh saja percaya dengan gaji se-uprit kedua orang tua kamu yang hanya seorang PNS, apakah bisa menunjang biaya kamu sekolah dokter, hmm? Aku yakin sekali kamu dibiaya oleh pria seorang om-om!” tuding Marissa lagi, membuat Keisya mengurut dadanya pelan. Sabar, Keisya, ingat, jangan kurang ajar sama yang lebih tua, batin Keisya. Marissa menarik dengan lembut seorang wanita cantik dan modis ke depan dengan wajah bangga. “Kenalkan, ini Sarah Elyana Mangkualam, artis papan atas yang menjadi calon istri Dimas,” ucapnya lagi dengan nada lantang. Bukannya marah, Keisya malah menyunggingkan senyum, “Selamat, ya, Tante, selamat, Dim! Jangan lupa undang aku nanti, ya,” balas Keisya ikhlas, “sekarang saya harus tinggal dulu karena masih ada pasien yang butuh penanganan di sana,” tunjuk Keisya pada beberapa orang pasien yang terbaring di atas brankar. Meskipun Keisya ikhlas melepas Dimas, tetapi rasa sakit itu masih menyiksa batinnya. Mereka sudah pacaran sedari SMA sampai mereka masuk ke perguruan tinggi yang sama dan tiga bulan yang lepas, Dimas dengan teganya memutus pertunangan mereka hanya karena sebuah kesalahpahaman kecil yang dicipta sendiri oleh mamanya Dimas. Tadi, di saat Keisya mendapatkan penghinaan dari Tante Marissa, Dimas hanya diam dan memalingkan wajahnya. Keisya bersyukur bisa lepas dari pria itu. Berpisah adalah lebih baik daripada dirinya harus dianggap sampah oleh keluarganya Dimas. Gadis itu menapak menuju salah seorang pasien dan membaca data medisnya. “Apakah pria itu yang membuat kamu mau bunuh diri waktu itu, hmm?” tanya satu suara bariton dari samping. Suara itu sukses membuat Keisya memejamkan matanya. Malunya pas ke ubun-ubun, ingin sekali rasanya Keisya berlari keluar dari IGD dan cebur ke laut. “Dokter Keisya Lestari!” panggil suara itu lagi, membuat Keisya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Saya tidak mengerti apa yang Dokter Adam bicarakan,” kelit Keisha. Namun wajahnya sudah memerah menahan malu. “Moral of the story, jangan terlalu mencintai, takutnya nanti kamu punya pikiran mau bunuh diri saat berpisah.” Wejangan dari Dokter Adam pada Keisya membuat gadis itu tidak bisa berkelit lagi. “Jadi, Dokter benar-benar mengingat wajah saya, ya?” tanya Keisya tanpa menoleh pada lawan bicaranya. Dokter Adam mengangguk cepat dengan ekspresi yang menggemaskan. “Jadi, sekarang kamu sudah bisa move on?” tanya pria tampan itu lagi. “Belum sepenuhnya, Dok, tapi saya akan berusaha melepas semuanya dengan ikhlas,” balas Keisya jujur. Tidak mau munafik. “Bagus! Ingat, pekerjaanmu menyangkut nyawa pasien, kamu harus fokus pada pekerjaanmu, lupakan pria b******k seperti itu. Kamu pantas untuk mendapat yang lebih baik,” ujar Dokter Adam, kemudian pergi setelah memeriksa data pasien. Keisya tersenyum menatap punggung pria yang tampan paripurna itu. “Makasih, Dok,” lirihnya. “Awas, Dok, jangan sampai jatuh cinta pada Dokter Adam,” usik satu suara. Ternyata Suster Sarah. “Eh, Sus, ya enggaklah. Emangnya kenapa kalau jatuh cinta pada Dokter Adam?” tanya Keisya penasaran. “Persaingan sengit, Dok! Dokter Adam Castello adalah dokter most wanted PHI. Jadi, daftar penggemarnya itu puuaaanjanggg … sekaliii,” balas suster itu, kemudian tertawa lucu. “Bentar, Dokter Adam Castello? Jadi ….” “Profesor Castello!” jawab suster itu cepat, “a.k.a. Dokter Adam.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD