Bab 2 - Menjadi Selingkuhan

1302 Words
Hal yang paling menyenangkan dalam hidupku adalah saat melihat seseorang yang begitu aku cintai tengah tertidur dengan pulas di sampingku. Melihat matanya yang tertutup dengan bulu mata yang panjang membuatku terkikik geli. Tanganku terangkat untuk menyentuh alis Mas Hendra yang tebal bagaikan ulat bulu. Saat tertidur seperti ini, Mas Hendra tetap terlihat tampan. Ya, walaupun usianya tak bisa membohongi kalau kerutan di wajahnya sudah terlihat jelas. Aku masih tak menyangka, memiliki pria itu sebagai kekasihku. Aku pikir, hidupku akan terus sendirian, tak ada cinta di dalamnya. Namun, ketika bertemu dengan Mas Hendra semuanya berubah. Hidupku menjadi lebih berwarna. Tetapi, aku merasa begitu bersalah. Mas Hendra bukan pria lajang lagi. Bukan, bukan karena dia sudah menjadi kekasihku, tapi karena ia sudah memiliki istri disaat kami baru saja memulai sebuah hubungan. Rasanya begitu sakit, hatiku tertusuk sebuah pisau yang tajam. Ingin sekali aku mengakhiri hubungan ini, namun … mengapa sangat sulit? Kami sudah terlalu jauh untuk sebuah hubungan antara pria dan wanita. Terlalu sulit untuk melupakan semua yang sudah terjadi di antara kami. Jika saja, Mas Hendra tidak memiliki istri, mungkin saja aku bisa lebih senang. Nasi sudah menjadi bubur, tak ada lagi yang perlu aku sesalkan. Sekarang, aku hanya perlu menjalani masa depan yang sudah ada di depan mata, membangun masa depan yang indah. Kadang, aku tertawa sendiri, memikirkan nasibku yang sangat tak beruntung ini. Apakah wanita sepertiku berhak bahagia? Aku dengan teganya mengambil seorang suami dari pelukan istrinya. Aku juga bukan seorang anak yang diimpikan oleh kedua orang tuaku. Mereka membuangku seperti aku adalah seonggok sampah yang membawa sial untuk mereka. Namun, aku tetap ingin kembali bertemu dengan ibu. Aku merindukannya. Sejak kecil, aku merindukan sosok kedua orang tua. Di mana ayahku? Di mana ibuku tinggal sekarang? Tak mungkin bukan jika ibuku bisa melahirkanku ke dunia ini tanpa ada campur tangan dari seorang ayah? Memikirkan semua itu membuatku merasa sedih. Tanpa sadar, air mata mulai turun membasahi pipiku. Aku menahan isakan tangis yang ingin keluar, aku tak mau membangunkan Mas Hendra dari tidurnya. “Hei, nangis?” Ah, sepertinya usahaku sia-sia. Mas Hendra kini telah membuka matanya dan menatapku dengan tatapan bingung. Aku pun menghapus air mata yang membekas di pipi, laku tersenyum kecil menatapnya. “Gak apa-apa.” Aku tersenyum geli saat merasakan kedua tangannya menarik pinggangku semakin dekat dengannya. Lalu, ia pun merengkuh tubuhku ke dalam pelukannya. Dagu Mas Hendra berada si atas kepalaku, tangannya tak berhenti mengelus punggungku. Ya Tuhan, aku merasa begitu nyaman ketika bersamanya seperti ini. “Saya tahu, Bi. Kamu berbohong lagi. Jangan pernah menyembunyikan apapun dari saya.” “Mas …” “Kalau punya masalah, seharusnya kamu membaginya sama saya, kali aja saya bisa bantu.” Aku terkekeh pelan mendengarnya. “Gak ah, kamu udah pusing mikirin pekerjaan, masa mau aku tambah lagi.” “Lalu membiarkan kekasihku yang cantik ini stres dengan masalahnya sendiri? Saya gak tega melihat kamu, Bi.” “Aku gak apa-apa, Mas.” Aku mengelus da-danya dengan lembut. Melingkarkan kedua tanganku di pinggang Mas Hendra, lalu ku letakkan kepala di da-da pria itu. “Gak usah khawatir, aku cuma rindu sama ibu.” “Hm …” Aku mendongak melihat mata pria itu yang masih mengantuk. Sepertinya Mas Hendra kurang tidur. Aku melihat ke arah jam yang terpajang di dinding. Waktu sudah menunjukkan pukul 5 pagi. Oh tidak, aku tidak akan membiarkan Mas Hendra tetap di sini. Tetapi, aku tak tega untuk menyuruhnya pulang. Terlihat dia masih sangat mengantuk. “Mas kamu harus pulang, udah jam 5 pagi,” ucapku dengan pelan. Tanganku terangkat menyentuh dagunya yang kasar karena ditumbuhi sedikit jenggot. “Ngantuk. Sepuluh menit lagi.” Aku berdecak pelan mendengarnya. “Sepuluh menit?” Astaga, Mas Hendra jika berkata sepuluh menit maka akan kebablasan hingga satu jam. Aku tak mau sampai dia telat bekerja. “Bangun … gak ada sepuluh menit, sepuluh menit lagi.” Aku melepaskan tubuhku dari rengkuhan Mas Hendra. Lalu, aku mengikat rambutku dengan asal, setelah itu, kembali menarik tangan Mas Hendra agar pria itu bangun dari tempat tidur. “Bangun!” “Ck! Iya, sayang … iya, ini mau buka mata.” Melihat Mas Hendra yang masih belum bertenaga dan matanya masih susah untuk dibuka sepertinya. Aku pun langsung berjalan menuju dapur, Mas Hendra sangat suka dibuatkan kopi. Setiap pagi ia akan meminum kopi untuk menjaga matanya agar tetap terbuka katanya. Dan juga, ia sangat senang dengan biskuit yang dijadikan camilan bersama kopinya. Ya, Mas Hendra memang seperti bapak-bapak, tak heran memang umurnya juga sudah tak muda lagi. Dengan sebuah nampan yang sudah terisi dengan sekaleng biskuit dan secangkir kopi, aku pun kembali berjalan memasuki kamar. Aku tersenyum saat melihat Mas Hendra yang masih saja duduk sambil menutup matanya. “Ayo, bangun! Bangun!” Aku menaruh nampan di nakas, lalu mengambil secangkir kopi dan mendekatkannya ke hidung Mas Hendra. Aku yakin dia akan langsung membuka matanya saat menghirup aroma kopi. Dan ya! Benar saja Mas Hendra langsung membuka matanya. Ia pun tersenyum lebar seraya menatap ke arahku. “Makasih ya, Bi.” Aku tersenyum seraya menganggukkan kepala. “Ini camilannya juga,” ucapku sambil memberikan sekaleng biskuit kepada Mas Hendra. “Oh iya, Mas Hendra mau sarapan apa? Aku buatkan.” “Eh, gak usah, nanti saya makan di kantor saja. Ini udah cukup, Bi. Kamu mau membuat saya gendut, ya?” Aku tertawa. “Gak apa-apa gendut yng penting sehat gak kekurangan gizi.” “Ck, dasar!” “Habis ini, Mas Hendra mandi, aku siapkan pakaiannya ya.” “Iya, Bianca, astaga … berasa seperti anak kecil lagi.” Aku tertawa kencang seraya memegangi perut yang terasa geli. “Iya lah, kamu kalau gak dilayani gitu emangnya bisa sendiri? Mau ke kantor aja ribet nyari dasi dimana-mana,” jawabku. Lalu, kekehan pelan terdengar dari mulutnya. Setelah itu, Mas Hendra pun masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Aku membuka lemari pakaian, melihat beberapa kemeja dan celana milik Mas Hendra yang memang sengaja ia tinggalkan di sini. Tersenyum kecil, aku pun mengambil sebuah kemeja berwarna biru tua dengan celana bahan berwarna hitam. Lalu, menyiapkan sepatu dan juga kaos kaki yang akan dipakainya. Oh, astaga … jas dan dasinya aku sampai melupakan dua benda itu. Ketika kembali ke kamar dengan jas dan juga dasi di tanganku, aku melihat Mas Hendra yang tengah menegringkan rambutnya dengan handuk kecil. “Hm, wangi …” aku menghirup aroma tubuhnya. Ia pun langsung mendorong tubuhku hingga terjatuh di atas kasur. Oh Tuhan, aku tahu dia akan melakukan apa setelah ini! Sebelum hal itu terjadi, aku cepat-cepat berdiri dan menjauhinya. “Oke cukup, Mas! Sekarang cepat pakai bajunya.” “Ck, berani menggoda saya tapi gak mau bertanggung jawab atas apa yang kamu lakukan, Bi?” “Astaga, aku melakukan apa memangnya?” Aku terkikik geli melihat wajah Mas Hendra yang berubah masam. Pria itu kini tengah memakai kemejanya dan mengancingkannya satu per satu. Kemudian ia pun memakai celananya. Nah, sekarang giliranku. Aku memasangkan dari di kerah kemejanya dengan rapi. Dia menatapku dengan lekat sampai membuat diriku menjadi salah tingkah. “Apa sih, Mas?” Dia tersenyum lebar. “Sepertinya saya harus membawa banyak pakaian dari rumah.” “Nggak, nggak! Aku capek ngegosok baju kamu. Harus rapi sampai kelihatan garisnya, gak mau.” Mas Hendra mencubit pipiku hingga aku merasa sedikit sakit. “Ya, nanti tinggal di laundry aja, ngapain kamu ribet?” Aku memutar bola mata. “Janganlah, nanti apa kata Mbak Fahira kalu dia nyadar baju kamu semakin sedikit di lemarinya?” Fahira Ahmad, seorang putri dari keluarga besar Ahmad. Keluarga kaya dan memiliki banyak sekali aset di mana-mana. Dia istri Mas Hendra. Ia adalah wanita yang beruntung, lahir menjadi anak dari keluarga kaya, tak pernah kekurangan sejak kecil. Ah, apa aku sekarang mulai iri dengannya? Dia memiliki Mas Hendra secara sah dimata agama dan negara, sedangkan aku? Ya Tuhan, malang sekali nasibmu Bianca!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD