bc

Cinta Mati Malaikat Maut

book_age12+
14
FOLLOW
1K
READ
HE
single mother
heir/heiress
drama
bold
genius
detective
highschool
like
intro-logo
Blurb

Seorang perempuan dengan tas gendong di depan dadanya, dan memakai pakaian serba hitam membunyikan pluit yang menggantung disalah satu reseleting dengan sekuat tenaga. Ia melihat seorang laki-laki berjalan santai dari arah berlawanan dengan headphone di telinganya, dan dari arah kiri seorang pengendara sepeda motor melajukan kendaraannya cukup kencang.

Pritt…. Priitt….

Ia membunyikan sekali lagi. Dan berhasil.

Brak…

Suara pluitnya berhasil membuat pengendara motor mengerem secara mendadak dan menumpahkan semua barang ada di jok belakang kendaraan nahas tersbeut. Sang pengendara selamat. Begitupu seorang laki-laki yang hendak menyebrang pun selamat, bahkan tidak terkena goresan sedikitpun, ia masih dengan headphone dengan music keras di telinganya.

Tidak disangka, ketiga orang ini akan sangat berkaitan satu sama lain dan memengaruhi kehidupan si malaikat penjemut maut.

chap-preview
Free preview
Prolog
Prolog Pritt…. Priitt…. Seorang perempuan dengan tas gendong di depan dadanya, dan memakai pakaian serba hitam membunyikan peluit yang menggantung di salah satu resleting tas dengan sekuat tenaga. Ia melihat seorang laki-laki berjalan santai dari arah berlawanan, sementara headphone bertengger di telinganya, mungkin memutar musik yang cukup keras sehingga tidak dapat mendengar suara peluit yang ditiup perempuan itu. Beberapa langkah lagi si pemilik headphone putih itu melintas di tengah jalan raya, sementara dari arah kiri seorang pengendara sepeda motor melajukan kendaraannya cukup kencang. Pritt…. Priitt…. Perempuan yang berbaju hitam membunyikan peluit sekali lagi. Dan berhasil. Brak… Suara peluitnya berhasil membuat pengendara motor mengerem secara mendadak dan menumpahkan semua barang yang ada di jok belakang kendaraan naas tersebut. Sang pengendara yang baru saja pulang dari pasar dengan segala macam belanjaannya selamat. Begitupun seorang laki-laki yang memakai headphone dan hendak menyebrang pun selamat. Bahkan tidak terkena goresan sedikit pun. Hanya saja, seluruh belanjaan milik pengendara motor luluh lantah di jalan raya. Hikaru, sang pengendara motor terbaring di aspal, memegang pinggulnya yang terasa sakit karena benturan. Ia bergegas berdiri, dan melihat laki-laki di depannya begitu dingin melihat dirinya. Tidak menolong, bahkan hanya sekedar membereskan barang-barangnya pun, tidak. “Akh…” Hikaru mengaduh kesakitan, lalu berdiri bertatapan dengan laki-laki dingin itu. “Sini Lu! Beresin semua barang-barang gue!” pinta Hikaru dengan nada marah dan kesal. Bukanya membantu, laki-laki dengan headphone berwarna putih di telinganya itu malah menendang salah satu barangnya hingga hancur, lalu pergi meninggalkan kecelakaan kecil yang harusnya menimpa dirinya. Dengan perasaan kesal, Hikaru membereskan kekacauan yang terjadi. Pagi ini masih sepi, belum banyak pengendara motor yang berlalu lalang, begitupun dengan para pejalan kaki. Sehingga proses membereskan barang-barangnya pun cukup cepat. Sesampainya di rumah, yang bersatu dengan kedai milik keluarga satu-satunya, yaitu sang nenek, ia segera membereskan barang belanjaan yang tadi berhamburan di jalan. Beberapa masih utuh, beberapa hancur dan tidak bisa diselamatkan. Dengan perasaan yang masih dongkol kepada laki-laki dingin yang hampir ditabraknya, ia membereskan barang sambil berkomat-kamit kesal. “Dasar orang s****n, gak tahu diri, udah baik gue selametin, malah gak tahu terimakasih,” umpatnya pada barang-barang yang mulai selesai ditata. “Adududu sayang, Karu, sudah kamu tidak usah melanjutkan pekerjaanmu, sebentar lagi kamu harus berangkat sekolah, Nenek tidak ingin kamu terlambat.” Hanan, sang nenek yang begitu sayang pada cucunya berhasil menghentikan pekerjaan rutin sang cucu. Ia tidak tahu kalau cucunya baru saja mengalami kecelakaan kecil, meski begitu tetap saja ia akan menghentikan pekerjaan sang cucu. “Biar nenek saja yang lanjutkan,” tambah Hanan. Hikaru mendekati sang nenek yang sudah rapi dengan setelan tokonya, kedai sekaligus rumahnya. “Aku tidak ingin melihat nenek kelelahan,” ucapnya dengan nada manja dan bibir sedikit manyun, Hikaru selalu membuat sang nenek berhasil tersenyum karena tingkahnya yang sangat menggemaskan bagi sang nenek. Di samping ia mengatakan tidak ingin membuat sang nenek lelah, tangan kanannya terangkat, meminta upah. Mata sang nenek membulat, bibirnya tersenyum, tangannya dimasukan ke dalam saku kulotnya. “Dasar perampok! Kamu akan menjadi Mukesh suatu hari nanti,” gerutu sang nenek sambil memberikan beberapa lembar uang berwarna ungu kepada sang cucu. Mukesh yang dimaksud sang nenek adalah Mukesh Ambani, seorang milyader dari India dan menjadi salah satu orang terkaya di Asia. “Kalau aku menjadi Mukesh, aku akan buat hidup nenek mewah dan bergelimang harta,” ucap Hikaru sambil membusungkan d**a, bangga. Sang nenek mengacak-ngacak rambut cucunya, lalu membalas ucapan cucunya, “meskipun kamu pengangguran sekarang, selama nenek bisa melihat cucunya sehat dan tersenyum bahagia, itu adalah kemewahan yang tidak ternilai harganya,” ungkap Hanan penuh dengan ketulusan. “Benarkah? Emang boleh seperti itu? Nenek memang orang yang sangat realistis,” balas sang cucu dengan sedikit menyipitkan matanya. Ia lihat jam dinding, waktu sudah menunjukkan 07.30, saatnya berangkat sekolah. Hikaru melangkahkan kakinya meninggalkan sang nenek, mengambil tas dan helm bersiap untuk pergi sekolah. Tidak lupa dengan sedikit kecupan di dahi sang nenek. “Aku berangkat ya Nek!” pamitnya. “Iya, hati-hati di jalan,” dengan penuh senyum kedamaian, sang nenek melambaikan tangan pada cucunya. Hikaru menghirup udara dalam-dalam. “Segar sekali pagi ini,” ia merilekskan diri dengan udara pagi yang begitu segar untuk dirinya, membuat pikirannya sama segar dan tenang. Ia melajukan kendaraannya santai, sekolahnya tidak terlalu jauh dan bel berbunyi tepat jam delapan. Dari kejauhan ia melihat seorang laki-laki paruh baya tiba-tiba pingsan, segera ia meminggirkan motornya. Mencoba menolong orang yang sekarang tidak berdaya itu. “Pak… pak… bangun pak,” dengan kemampuan dasarnya, ia mencoba memompa jantung pria paruh baya tersebut. Orang-orang mulai mengerumuni mereka, beberapa mengambil gambar tanpa izin dan tanpa ada niat membantu Hikaru. “Pak… bangun pak!” ia sedikit berteriak, sesekali Hikaru juga memberikan napas buatan, namun hasilnya masih sama. Pria paruh baya itu masih terbujur kaku. “Semua manusia akan mati!” ucap seorang perempuan dengan pakaian serba hitam yang kini telah berada di samping Hikaru. “Biarkan saja bapak ini, dia telah meninggal!” bisik perempuan dengan pakaian serba hitam itu lagi. Mendengar perkataan si perempuan yang berpakain serba hitam itu, sontak membuat Hikaru mundur dan melepaskan sang paruh baya agak kasar. “Hallo, ambulance, disini ada insiden pingsan seorang laki-laki, tolong segera kirimkan ambulance,” seseorang telah memanggil ambulan, dan tidak lama ambulan datang membawa pria paruh baya yang belum sadarkan diri. Hikaru berdiri, nafasnya masih terengah-engah, “Semoga selamat,” lirihnya memanjatkan doa. Ia teringat harus pergi ke sekolah, lalu melihat jam tangannya, masih ada waktu, ia belum terlambat, dan bergegas menuju motor yang terparkir di pinggir jalan. Ia melupakan sesuatu, “Perempuan itu… mana dia…” sambil menghidupkan motor ia mengedarkan pandangan, mencari perempuan yang tadi mengatakan orang tua paruh baya itu telah meninggal. “Sudahlah, mungkin hanya kebetulan,” lirihnya sambil melajukan kendaraannya lagi. *** Perempuan berpakaian hitam itu terlihat tergesa-gesa dan dengan cepat menyembunyikan dirinya dari keramaian. Ia tidak ingin terlihat, dan ia hanya suka sendiri. Kali ini ia sedikit merenung, dua kali melihat laki-laki tadi. Ia membayangkan kejadian sebelumnya, ketika kecelakaan tadi pagi, dan sekarang ketika si laki-laki itu berusaha menyelamatkan seseorang. Yang membuat dirinya berpikir keras adalah, mengapa laki-laki itu bisa mendengar suaranya. Dua kejadiaan ini sangat aneh untuk wanita berpakaian serba hitam yang tengah bersembunyi tersebut. Eiko Bukita Raya, sesosok malaikat maut yang ingin menyalahi kodratnya sebagai malaikat tengah bersembunyi dari kerumunan manusia. Sesosok malaikat yang kadang sesekali menjelma menjadi manusia karena kekuatannya yang harus ia manfaatkan, namun menjadi seorang manusia adalah kesalahan. Bukan bermanfaat kekuatannya, justru akan menghilang jika dipakai untuk membantu manusia. Sering kali ia berpikir menjadi seorang manusia, namun tidak ada keberanian untuk melakukannya, dan ia pun tidak punya alasan untuk hal tersebut. Dua kejadian kecil hari ini yang berhubungan dengan Hikaru membuat konektivitas antara manusia dan malaikat sedikit terganggu. Eiko yang menolong Hikaru di pagi tadi, dan suara Eiko yang terdengar oleh Hikaru. Membuat keyakinan dirinya sebagai malaikat maut semakin goyah. “Apakah jangan-jangan orang itu melihatku juga?” desisnya sambil memeluk tas yang masih ada di depan dadanya. Eiko menatap langit kosong. Ia sadar ia berbeda, dan ia bukan manusia. Ada semacam tarikan lain dari dalam dirinya ketika melihat dan bertemu dengan Hikaru, ini sangat aneh ia rasa, dan membuatnya bertanya-tanya, “Kekuatan apa sebenarnya yang tersambung dengan orang itu?” ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

(Bukan) Istri Simpanan

read
50.9K
bc

Rise from the Darkness

read
8.2K
bc

Rebirth of The Queen

read
3.6K
bc

Jodohku Dosen Galak

read
30.9K
bc

FATE ; Rebirth of the princess

read
35.9K
bc

Takdir Tak Bisa Dipilih

read
10.2K
bc

Kusangka Sopir, Rupanya CEO

read
35.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook