Pemandangan gumpalan awan dengan aneka bentuk seperti kapas dan manisan gulali nampak jelas. Saat Valerie sadar dirinya sekarang berada di atas ribuan kaki dari negara Jepang, negara yang membesarkan dirinya dengan sepenuh hati.
Jet pribadi kerajaan membawanya pulang. Mereka bilang, Hokkaido hanyalah pelarian sesaat. Singgahan sementara. Valerie bisa mendengar itu dari celaan Sang Pangeran yang diam-diam membuatnya kesal setengah mati. Kalau Liam membencinya, dia tidak pantas bicara tentang aroma kandang sapi dan Loki yang selalu tampak kotor. Pangeran satu itu tidak akan pernah tahu jika Valerie mencintai segalanya dengan segenap hati. Benar-benar mengurus mereka dengan baik dan semua jiwanya. Tulus. Liam benar-benar pandai merusak segalanya.
Rumahnya adalah Andera. Ardissia adalah bagian dari dirinya yang tersembunyi. Valerie bahkan tidak mau mengingat bagian dari dirinya yang sempat mengunjugi tempat laknat itu sepuluh tahun lalu.
"Biar kuceritakan dongeng padamu."
Seingatnya, dia duduk sendiri. Kursi di sebelahnya kosong. Pramugari yang melayani dirinya tidak memaksa Valerie untuk duduk bersama seseorang.
"Pesawat ini anti nuklir. Dilengkapi dengan perlindungan canggih masa kini. Aku bangga dengan jet pribadiku sendiri."
Ini sama sekali tidak menarik. "Semua buatan manusia pada akhirnya akan menjadi sampah juga. Ini anti nuklir, mana tahu baling-baling pesawatmu rusak karena balon udara atau burung?"
Liam diam. Dan Valerie tidak meneruskan kalimatnya saat ia kembali berpaling. Memandang hamparan kapas dalam bentuk lain jauh lebih menyenangkan.
Tidak ada percakapan seterusnya dari mereka. Ketika Valerie mengangkat alis, menemukan bagaimana sepasang manik kelam itu menatapnya tajam tanpa keraguan.
"Apa?"
Bola mata yang pekat itu kembali naik ke matanya. Saat kepala itu menggeleng, memandang Valerie tanpa ekspresi, dan berpindah untuk kembali ke tempat duduknya sendiri. Yang berseberangan dengan tempat duduk calon istrinya.
Valerie bisa melihat bagaimana Bobby yang duduk tegak, seakan tidak bisa bersantai atau membiarkan waktunya beristirahat barang sebentar, memandangi mereka tajam. Mungkin tangan kanan kepercayaan satu itu berpikir tentang hubungan tarik urat yang akan terjadi di sepanjang pernikahan mereka.
Valerie hanya menyelipkan harapan saat matanya menatap lurus pada pemandangan langit biru di atas sana. Kalau ia tidak akan berakhir seperti Putri Diana dari Wales. Kemalangan itu membuat banyak orang berduka. Putri Diana yang banyak menggebrak aturan kerajaan dengan caranya sendiri. Dia dicintai karena menjadi dirinya sendiri.
Memikirkannya berhasil membuat kepalanya sakit. Rasa penasaran sekaligus berdebar membuatnya tidak bisa bernapas dengan baik. Valerie cenderung cepat panik kalau ia merasa tertekan. Dia mudah terserang serangan sesak tiba-tiba saat tidak mampu mengendalikan dirinya sendiri. Dan semoga, Sang Pangeran tidak pernah tahu kelemahannya satu ini.
Kelopak matanya melemah. Seiring perjalanan panjang yang memakan banyak waktu, Valerie mendapati dirinya terpejam. Beristirahat dengan nyaman pada sandaran kursi. Membiarkan kursi mahal ini mundur dengan kemiringan yang sempurna untuk membiarkannya tidur tanpa membuat lehernya pegal.
Lagi-lagi Liam hanya menonton. Ia berpura-pura sibuk dengan tablet di atas meja dan majalah seputar dunia ekonomi yang membosankan. Sebentar lagi takhta menjadi miliknya. Perjuangan sejak dirinya balita tidak akan sia-sia. Lantas apa setelah ini?
Apa dia akan menjadi serupa dengan sang ayah?
Menikah, membuat keturunan dan berpikir untuk bersenang-senang setelah merasa cukup percaya diri untuk bermain-main dengan banyak perempuan simpanan.
Membiarkan anak-anak mereka terlantar, ketakutan dan terserang gangguan kecemasan yang seperti mimpi buruk tiada henti. Seakan semua masalah tidak memiliki solusi dan membiarkannya tanpa ujung.
Raja terdahulu tidak bisa menahan media untuk memberitakan buruk tentangnya. Rakyat Andera diserang gelisah dan ketakutan karena panutan mereka memberi contoh buruk. Bahkan mengatur satu negara kecil pun, Sang Raja tidak sanggup. Dia kewalahan.
Semua intrik masalah internal memanas sampai ke luar istana. Ini seharusnya bisa diselesaikan selama masa percobaan pangeran sebelumnya. Tapi takdir berkata lain. Pangeran yang terkenal dengan sikap ramah dan murah hati itu harus berpulang. Putra mahkota tidak punya hak untuk membereskan masalah yang mencuat ke permukaan jika dia tidak menjadi seorang raja yang absolut.
Kekuatan dan kekuasaan harus menjadi poin utama. Sebelum kudeta itu berhasil merebut Andera ke tangan oposisi, Liam harus duduk di kursi nomor satu. Dia tidak bisa membiarkan semua rakyat hidup dalam ketakutan dan kecemasan akan negaranya sendiri.
Saat matanya merambat naik, Liam menemukan sosok yang terlelap dalam damai dari sebelah kursi lain. Pramugari baru saja melintas untuk memberikan makanan ringan saat Liam berbisik rendah. "Beri dia selimut."
Pilot bersuara keras untuk memberitahu mereka. Satu jam dari sekarang, pesawat akan lepas landas di bandara pribadi keluarga kerajaan Andera.
Pramugari membawa selimut lain. Membentangkan selimut lebih lebar saat dia berusaha dengan keras untuk tidak membuat Valerie terbangun. Bahkan mendengar suara pilot yang keras pun, tidak berhasil mengusiknya. Liam berpikir jika pesawat ini meledak, gadis itu juga tidak akan peduli.
"Jadwal pertemuan bersama para tetua akan dijadwalkan besok pagi, Yang Mulia."
Suara Bobby memecah lamunannya. Liam memberi anggukan singkat saat dia mendesah berat, menyandarkan kepalanya dan memejamkan mata barang sebentar untuk beristirahat.
"Kapan Putri Valerie akan belajar?"
"Dimulai setelah pertemuan dengan tetua. Putri akan belajar banyak hal bersama guru terbaik dan para dayang senior di istana secara bertahap."
Liam menghela napas. "Aku harap dia tidak akan melarikan diri saat guru memberinya tugas tentang asal usul Andera dan kota lain."
Satu jam yang panjang telah berlalu. Semua orang yang berisi dari staf sampai orang kepercayaan kerajaan berdiri untuk menyambut kepulangan calon raja di masa depan. Mereka dengan senang hati memberi penghormatan walau Liam meminta Bobby untuk mengusir mereka dan tidak membuat perayaan berlebihan apa pun.
Valerie menatap pemandangan bandara pribadi dari balik jendela pesawat yang terbuka. Ketika jemari tangan dengan perlahan menyisiri rambutnya yang kusut. Andelia sudah bekerja keras sejak pagi. Dan Valerie tidak mau merusak mahakarya wanita itu dengan berpenampilan berantakan dan memalukan di sampul koran pagi.
Pesawat baru benar-benar berhenti setelah memastikan tempatnya untuk beristirahat. Para pramugari berdiri untuk memberi penghormatan. Saat Valerie membungkuk formal, dan Bobby berjaga di belakang untuk menahan dirinya kalau-kalau Valerie terjatuh di tangga karena sepatu hak tinggi miliknya.
Pintu terbuka bersamaan tangga yang membentang lurus menyentuh aspal. Semua orang sudah menunggu. Mereka rela berbaris untuk menyambut kecil kedatangan calon raja dan ratu di masa depan dengan senyum lebar.
"Pegang tanganku atau kau akan terjatuh."
Itu tawaran yang menarik. Karena Valerie tidak akan berpikir dua kali untuk menyambut uluran tangan itu dan bersama-sama turun melintasi anak tangga pesawat yang licin.