Kedatangan

1204 Words
Tadi malam papa mengabraiku hari ini akan pulang bersama mama Nova, wanita yang seminggu lalu papa nikahi di Surabaya, aku lebih memilih pulang dua hari setelah acara selesai. Ku berikan izin Papa untuk menikah lagi dengan membelikanku mobil keluaran terbaru, dam yahh!! Aku pikir papa akan keberatan nyatanya tidak! Aku mencoba bangun pagi meski mata ini tak bisa di ajak kompromi, tapi mau bagaimana lagi semua harus sesuai dengan perintah  tuan rumah Damar Subastian.           Rumah bersih tentu saja kenyataanya memang begitu, ini baru jam tujuh pagi tapi para asisten rumah tangga sudah mulai membersihkan rumah yang entah sejak kapan, "Pagi cah ayu," sapa mbok Mirah, asisten rumah tangga yang sudah bekerja disini dari sebelum aku lahir. "Pagi Mbok." Balasku aku menutup mulutku dengan kedua tangan tentu saja karena aku menguap, "Mau mbok bikinin Sandwiches buat cah ayu."tawarnya, aku hanya mengangguk mengiakan tawarannya. Setelah bayangan mbok mirah hilang di balik dinding dapur, aku berjalan ke belakang rumah mencari sinar mentari yang kata orang itu  mengandung vitamin D, entahlah benar atau salah aku tak tau. Pandanganku tertuju pada pria paruh baya yang sedang merapikan tanaman bunga-bunga milik almarhum Mama, "Pagi neng,"  sapa pak Sapri petugas untuk membersihkan halaman belakang. "Pagi mang." Balasku. Dia hanya tersenyum dan melanjutkan kerjaanya. Sarapun di antarkan mbok Mirah, tak lupa segelas teh manis hangat kesukaanku. Aku tak lupa mengucapkan terimakasih sebelum mbok Mirah pergi. Aku menyantap seperti biasa, setelah usai aku kembali ke dapur dengan nampan bekas sarapanku. "Kenapa di bawa sendiri toh cah ayu?"tanya mbok Mirah, "Nanti biar mbok yang hersiin." Sambungnya lagi. "Nggak papa mbok, cuman ini doang."jawabku dengan tersenyum, mbok mirah membalas dengan senyum pula, acara dapur pun sudah ku lewati, ku lihat jam dinding yang mengantung indag di ruang tamu, jarum pendek  sudah di angka sepuluh dan empat jam lagi papa akan sampai rumah. Tapi sungguh tubuhku ingin sekali kembali terhempas ke pulau kapuk kesayanganku, tapi apalah daya, kalau aku tak bersiap-siap dari sekarang sudah pasti akan ada badai topan di rumah ini.  "Aahhhh!" Keluhku  Aku menarik napas sedalam mungkin agar paru-paruku bisa terisi penuh oleh oksigen yang aku rasa semakin menipis saja. Derttttt.. Derttt... Gawai di saku piyamaku bergetar. Biar ku tebak. Ini pasti papa. Benar bukan dugaanku, setelah ku lihat wajah tampannyalah yang terpampang di layar. "Hallo Pa," ujarku  "Assamualaikum dulu Vin," jawabnya, aku memutar bola mata jengah mendengar ucapan papa. Namun tak urung nurut juga.    "Assamualaikum Papa," ujarku kembali meralat kata awalku. "Waalikumussalam sayang," jawabnya. "Iya pa?" Tanyaku. "Kamu udah siap-siap belum?" Tanyanya. Ohhhh ya tuhan ini baru datang doang sambutan dah kayak nyambut ratu Elizabeth pikirku. "PA!!" ucapku.  Sungguh kesal aku saat ini,  mungkin lebih dari itu, aku tekankan ucapanku. "Ini baru jam sepuluh loh Pa, by the way." Ujarku kembali setelah menarik napas beberapa kali agar nada bicaraku terdengar normal. "Karena sudah jam sepuluh, makanya papa telpon  biar kamu siap-siap." Jawabnya.        Astaga naga bolehkan aku teriak sekarang kawan? Empat jam baru sampe dan sekarang sudah di suruh siap-siap, ini nggak bener, pikirku, bener-bener nggak masuk akal. "Iya, iya Pa," Jawabku kemudian, entahlah hati ini ingin sekali mengeluarkan lahar panas, yang asapnya sudah keluar dari mulut dan telingaku, tapi nggak tau kenapa kata itu yang keluar. Ingin sekali aku mengutuk mulutku yang tak sesuai denagn hatiku. "Ya sudah, papa tutup dulu telponnya ya, jangan lupa bersiap Vin," peringatnya lagi dari sebrang sana yang membuat pikiranku kembali ke alam nyata. "Iya pa." Jawabku akhirnya.       Setelaah sambungan itu terputus aku kembali ke kamar, kalian tentu tau untuk apa, yah buat apa lagi kalau bukan buat bersiap sesuai titah raja Damar Subastian yang agung.      Setengah jam ku rasa yidak cukup untuk membersihkan diri, menyambut ratu Nova Putri Anggraini tentu harus sempurna.     Semoga.      Yah hanya semoga, itu saja doaku, walaupun aku akan mempunyai mama baru tentunya berharap hidupku akan seperti biasanya. *****   Suara mobil terdengar berhenti di depan rumah, aku masih setia di dalam perapianku, istina kecil di pulau kapuk, setelah suara sambutan para asisten rumah tangga terdengar menyapa barulah aku keluar dari dalam kamar. Dres selutut dengan rambut yang ku gerai ada hiasan bando warna merah muda yang menghiasi kepalaku. "Siang Pa, siang Ma." Sapaku seraya menuruni anak tangga, wanita yang aku tau bernama Nova itu tersenyum, yah aku akui senyumnya manis semanis madu mengalahkan manisnya rindu.      Yah tapi tetap saja dia hanya ibu tiri. Catat hanya 'IBU TIRI.'   "Assamualaikum, siang juga Vin," sapa mama baruku. Boleh dong aku bilang dia mama baruku kan baru nikah seminggu lalu.    "Kamu udah makan siang Vin?" Tanya papa lembut. "Kalo belum, mau makan siang bareng kami?" Tawar mama Nova melanjutkan niat Papa. Aku hanya mengangguk setuju. Mengikuti dua pengantin baru itu dari belakang.        Mama Nova mengambilkan makanan untuk Papa. "Mau lauk apa Mas?" Tanyanya. "Apa aja sayang." Jawab Papa manja.    Astajim.  Ingin sekali aku muntah mendengar kata itu. "Mau rendang Mas?" Tawarnya lagi. Aku melihat mama Nova mengambilkan rendang untuk papa, setelah semua selesai, dia menatap ku. "Mau mama ambilkan juga Vin?" Tawarnya. Aku diam membatu entah harus iya atau tidak. Belum aku menjawab mama Nova telah mengambil piringku, "Vina suka ayam crispy dan udang tepung." Ucap papa yang mungkin tau bahwa mama Nova belum tau apa yang aku suka, dia mengambil apa apa yang papa bilang menaruh piring itu di depanku. "Di abisin ya Vin. Mubazir kalau nggak abis." Katanya memerintah.       Ingin aku mengumpat saja, dia mengisi piringku dengan porsi dua kali, dan dia menyuruhku menghabiskan dalam sekali makan.      Wahhhhh!!!!     Luar biasa!     Aku ingin memberikan tepuk tangan paling  nyaring yang aku punya untukmu mama Nova tersayang. Andai saja aku bisa mengeluarkan kata itu.   Sungguh.  Hanya tuhan yang tau  apa yang akan aku lakukan. Aku memakan makanan ku dengan amarah, melirik wanita yang ada di depanku dengan tajam setajam silet, ia hanya membalas tatapanku dengan senyuman. Aku geram, sungguh.          Aku menggeretakkan gigiku dengan kesal, ku makan paha ayam crispy itu dengan sadis.       "Ada apa Vin?" Tanya papa yang melihat aku bak anak singa yang sedang memangsa mangsanya. "Kalo makan pelan-pelan." Ujar papa kembali. "Ini ibarat aku sedang memakan istri  barumu yang menyebalkan itu papa."  Hanya dalam hati aku memgucapkan itu kalau sampai kata itu keluar dari mulutku sudah ku pastikan tak menerima uang jajan sebulan.      "Jangan sampai." Pikirku.  Aku menggelang kepala berkali-kali agar pikiran itu segera enyah dari otakku, aku belum sanggup membayangkan sekolah tanpa uang jajan. 'APA KATA DUNIA.'  Ohhhh tidak-tidak.  "Kamu kenapa geleng-geleng gitu Vin?" Tanya papa, mungkin karena ia heran dengan tingkahku. "Nggak ada kok pa." Jawabku bohong tentunya. "Iya sudah kamu habisin makanan kamu, tetus tidur siang ya." Perintah mama baruku. "Hemmmmm." Aku hanya membalas perintahnya yang sok perhatian hanya dengan deheman saja. Aku tidak suka orang yang cari muka, menjijikkan di mataku. Bolehkah aku katakan jika ibu baruku salah satunya, kita lihat selanjutnya saja.        Acara makan siang telah usai, aku pamit ke kamar untuk tidur kembali, tadi pagi aku bangun terlalu pagi, aku ingin hari ini istirahat yang cukup, karena besok sudah mulai sekolah.     Hari yang paling aku tunggu, bukan karena mata pelajaran yang membuat ku bahagia, tapi, karena ada Rendra sang pujaan hati, yang membuat aku cinta mati. Ku rebahkan tubuhku di king size milikku, mengambil gawai dan mencari aplikasi warna hijau. Setelah ku temukan ku tekan tanda kamera, tak perlu menunggu lama di layar gawaiku sudah terpampang wajahnya.     "Hay!!" Sapanya dengan senyuman.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD